10 Tips Menghadapi Anak Multitasking Menurut Para Ahli
Anak multitasking bisa jadi satu hal yang baik namun tak selamanya sebaik itu karena masih ada efek negatif yang akan diterima.
Anak multitasking belum tentu lebih unggul dari anak yang hanya mampu mengerjakan suatu pekerjaan dalam satu waktu.
Jangan salah kaprah! Ada banyak penelitian mengenai hal ini, apa saja manfaat multitasking, dan apakah benar anak multitasking justru berbahaya?
Apa itu Multitasking?
Melansir dari laman Study, multitasking biasanya dikaitkan dengan seseorang yang mampu melakukan dua atau lebih pekerjaan dalam waktu yang sama. Ini bisa terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa.
Misalnya, anak multitasking mampu mengerjakan pekerjaan rumah bidang matematika sembari mendengarkan musik favoritnya dengan headphone atau melalui speaker tanpa terpecah konsentrasi atau membuat seluruh jawabannya salah.
Atau, anak multitasking dapat dengan mudah membalas pesan chat di handphone sambil menonton televisi dan masih banyak lagi. Multitasking ini dapat terjadi pada orang yang lebih dewasa, misalnya sebelum menjalani hari, Ibu akan membuat beberapa daftar pekerjaan apa saja yang wajib didahulukan.
Namun kenyataannya dalam satu waktu Ibu bisa mencuci sambil menggendong si kecil, menyuapinya makan, bahkan sambil membuat sarapan untuk seluruh keluarga. Multitasking tidak mengenal gender, jadi semua orang bisa menjalaninya.
Penelitian pun mengungkapkan bahwa multitasking punya kelebihan dan kekurangan yang perlu diwaspadai karena sejatinya otak manusia dibuat hanya untuk menjalani satu hal dalam satu waktu saja.
Manfaat Anak Multitasking
Mengutip dari laman Study, ada banyak manfaat anak multitasking yang juga dapat dirasakan oleh orang dewasa. Beberapa manfaat ini diantaranya adalah:
1. Multitasking Dapat Menghemat Waktu
Mengerjakan dua hal atau lebih dalam satu waktu tentu saja akan menghemat banyak waktu. Seluruh daftar kegiatan yang harus diselesaikan hari ini seolah-olah dapat diselesaikan sebelum tenggat waktunya tiba.
Anak multitasking biasanya akan memanfaatkan kemampuannya ini untuk dapat mengerjakan banyak hal demi mencapai suatu tujuan yang benar-benar ia inginkan. Misalnya, sebelum berlatih baseball, anak multitasking Ibu harus lebih dulu menyelesaikan tugas seninya, makan siang, lalu menonton kartun kesayangan.
Anak yang multitasking dapat melakukan itu dalam satu waktu saja!
2. Menghemat Uang atau Pengeluaran
Ini dapat berlaku bagi orang dewasa, orang yang multitasking amat disukai sejumlah perusahaan karena ini berarti ia dapat mengemban lebih dari jobdesk yang seharusnya.
Bagi orang dewasa hal ini bisa jadi menguntungkan karena gaji yang diterima bisa jadi sepadan, sama halnya dengan perusahaan, mereka tak harus mempekerjakan lebih dari satu orang hanya untuk mengerjakan sebuah jabatan rangkap.
3. Meningkatkan Produktivitas
Bagi anak multitasking, mengerjakan dua atau lebih kewajiban adalah hal yang menyenangkan. Ini berarti sisa waktu yang ia miliki dapat ia manfaatkan sesuai dengan keinginannya.
Sama juga seperti orang dewasa, ketika sejumlah pekerjaan sudah dapat diselesaikan sebelum jam kerja selesai, maka sisanya ia bisa bersantai sejenak sambil minum kopi sebelum pulang ke rumah, atau justru ia akan lanjut mengerjakan beberapa rencana pekerjaan lain untuk esok hari.
4. Mencegah Penundaan Tugas
Satu hal manfaat paling baik bagi anak multitasking atau bagi para orang dewasa, menjadi multitasking seperti menjauhkan dari penumpukan tugas atau kewajiban dikemudian hari yang tentu saja penundaan tersebut membawa dampak domino yang buruk bagi tugas-tugas selanjutnya.
Menjadi multitasking dapat membantu memotivasi siapa saja untuk mencapai target lebih banyak dari sebelumnya. Dengan motivasi multitasking yang kuat, ada banyak tujuan atau goals dapat tercapai lebih mudah.
Dampak Buruk Anak Multitasking
Mengutip dari laman Psychology Today, pemrosesan cepat karena multitasking ini akan menimbulkan sejumlah dampak yang signifikan. Saat anak multitasking melakukan banyak tugas pada satu waktu, otak mereka akan menghabiskan begitu banyak energi untuk membuat keputusan yang cepat dan juga untuk merespon rangsangan.
Hal ini tak sepenuhnya baik, karena anak multitasking justru memiliki lebih sedikit sumber daya mental untuk benar-benar memahami apa yang sedang mereka kerjakan.
Sejumlah peneliti di Cornell telah melakukan penelitian melalui dua kelompok berbeda yaitu kelompok sekolah online dan sekolah offline (tidak memiliki akses internet sama sekali dan harus mendengarkan guru mereka secara langsung).
Hasilnya adalah mereka yang sekolah online cenderung tak fokus pada pembelajaran yang diberikan dan melakukan banyak hal lain seperti membuka sosial media, membuka e-mail, atau bahkan menonton video.
Sementara itu mereka yang sekolah offline cenderung memiliki memori dan pemahaman pelajaran yang jauh lebih baik. Ini membuktikan bahwa salah satu dampak buruk anak multitasking adalah kurang fokus, memori, serta pemahaman pada satu tugas yang diberikan.
Selain itu, mengutip dari laman Psychology Today, berikut ini merupakan dampak buruk multitasking lainnya:
1. Multitasking Berbahaya Bagi Kesehatan Otak
Sebuah studi mengungkapkan bahwa orang yang sering melakukan pekerjaan multitasking akan mengalami pengurangan materi pada otak seperti berkurangnya kontrol kognitif, regulasi motivasi dan emosi.
2. Multitasking Menyebabkan Masalah pada Memori
Orang dengan multitasking tinggi justru akan semakin menunjukkan kelemahan dalam menyimpan memori atau informasi. Bahkan kemampuan menyimpan memori jangka panjangnya akan semakin berkurang.
3. Multitasking Justru Meningkatkan Distraksi
Peneliti menyebutkan mereka yang kerap kali multitasking justru kerap kali menunjukkan gangguan perilaku. Asumsinya, mereka cenderung sering menanggapi banyak gangguan hingga mereka sulit membedakan mana gangguan yang penting dan yang tidak.
4. Multitasking Meningkatkan Stress Kronis
Menjadi multitasking tak lantas mengurangi kadar stress seseorang, justru mereka akan lebih rentang mengalami stress kronis karena sejumlah pekerjaan yang dikerjakan sekaligus. Ini seakan-akan terlalu banyak informasi yang mampir ke otak dan butuh untuk dicerna dan diselesaikan seketika.
5. Multitasking Meningkatkan Depresi dan Kecemasan Sosial
Para peneliti telah memeriksa sebuah hubungan antara multitasking, penggunaan media, dan kesehatan emosional. Hasilnya, mereka cenderung lebih sering mengalami depresi dan kecemasan sosial yang lebih tinggi.
6. Multitasking Tidak Efisien dan Kurang Produktif
Sesekali menjadi multitasking mungkin bermanfaat, namun bisa terlalu sering dilakukan justru akan membuat kita menjadi kurang produktif dan tidak efisien. Hal ini juga ada kaitannya dengan terlalu lelah baik fisik dan juga mental. Jadi adakalanya kemampuan multitasking ini tidak dijadikan sebuah kebiasaan.
Fakta Tentang Anak Multitasking
Fakta saat ini membuktikan bahwa sebagian besar anak jaman sekarang adalah anak multitasking media dan teknologi dimana mereka secara langsung dituntut untuk menjadi multitasking karena kemajuan jaman dan teknologi.
Melansir dari laman KQED, kebiasaan anak multitasking media dimulai sejak dini. Sebuah survei yang dilakukan oleh Kaiser Family Foundation yang diterbitkan tahun 2010 mengungkapkan bahwa hampir sepertiga dari anak multitasking yang disurvei mengaku melakukan pekerjaan rumah sembari mengetik pesan singkat melalui handphone, menonton tv, sekaligus mendengarkan musik.
Para ahli juga mengungkapkan bahwa anak multitasking sangat mengkhawatirkan karena mereka tidak memiliki fokus yang baik.
Mengutip dari laman Psychology Today, otak generasi anak multitasking ini mendapatkan banyak latihan dengan perhatian yang cepat dan dangkal namun mengorbankan pemikiran yang lebih fokus, lebih dalam, dan juga lebih kreatif.
Otak bukan tidak dapat melakukan banyak tugas, namun perlu fokus untuk melakukan satu tugas yang benar-benar dapat diingat dan menghasilkan pembelajaran yang optimal. Selain itu, anak multitasking cenderung bisa kelelahan karena ia melakukan banyak tugas dalam satu waktu bahkan terkadang tanpa kontrol.
Anak multitasking juga cenderung tidak dapat mengingat pelajaran lebih baik dibandingkan dengan anak yang mempelajari pelajaran satu per satu.
Kesimpulannya, anak multitasking diperbolehkan, namun adakalanya pada suatu waktu biarkan mereka mencoba mengerjakan segala sesuatu secara urut dan tidak dalam sekejap saja.
Tips Bagi orang Tua dengan Anak Multitasking
Melansir dari laman Psychology Today, David Walsh, Ph.D, seorang penemu Mind Positive Parenting, mengungkapkan ada sejumlah tips yang dapat diterapkan oleh para orang tua dalam menghadapi anak multitasking demi kesehatan mental dan otak anak seperti berikut ini:
1. Beri Pengertian Kepada Anak Multitasking
Tak melulu harus memarahinya karena punya perilaku multitasking yang luar biasa, terkadang hal ini menguntungkan banyak orang, namun sebagai orang tua, Ibu juga wajib memberi pengertian kepada anak multitasking bahwa otak layaknya lampu sorot yang hanya bisa bersinar untuk satu hal pada satu waktu saja.
Tidak semua dapat dikerjakan sekaligus, pelan-pelan saja juga tidak masalah asalkan si kecil paham dan mengerti apa yang ia kerjakan.
2. Ajak Anak untuk Belajar dengan Santai
Si anak multitasking Ibu nampaknya suka sekali membaca buku atau belajar, ia bisa lakukan itu sambil mendengarkan lagu atau semacamnya. Pada suatu waktu, ajak si kecil untuk belajar dengan santai dan fokus pada tugas rumah yang akan ia kerjakan.
Matikan televisi atau alat elektronik apapun yang mungkin membuatnya mudah terpengaruh. Temani ia belajar sesekali waktu untuk memastikan ia benar-benar fokus.
3. Ciptakan Ruang Belajar yang Aman dan Nyaman
Satu hal yang penting selain menciptakan ruang tidur yang nyaman untuk si kecil, Ibu bisa juga menciptakan ruang belajar yang mumpuni baginya. Anak multitasking cenderung akan belajar sambil mendengarkan TV, radio, atau semacamnya.
Kali ini buatlah ruang belajarnya bebas dari media digital apapun, meskipun mungkin ia akan menggerutu, namun suatu saat ia akan berterima kasih karena ia bisa lebih fokus dan mengerti apa yang sedang ia pelajari atau kerjakan.
4. Berikan Batasan Waktu Penggunaan Ponsel
Sama halnya dengan screen time, ada juga jam khusus untuk jauh dari ponsel selama kegiatan belajar sedang si kecil lakukan. Ibu bisa mulai membuat jam belajar untuknya dan sebuah ketentuan supaya tidak membawa ponsel dalam ruang belajar.
Misalnya, dari Senin hingga Jumat si kecil akan belajar dari pukul tujuh malam hingga delapan malam tanpa membawa ponselnya. Ini akan sulit, karena beberapa anak multitasking media jaman sekarang juga tetap membutuhkan laptop dan jaringan internet. Bila perlu, temani ia dalam kurun waktu belajarnya.
5. Berikan Pengertian Kapan Boleh Bermain Ponsel
Selain memberikan sejumlah aturan dan jam belajar untuk si kecil, Ibu juga dapat memberikan pengertian padanya bila tugas rumah atau belajarnya sudah selesai, Ibu akan dengan segera memberikan ponsel kepadanya sehingga ia bebas untuk menggunakan ponsel tersebut sesuka hati sesuai kebutuhannya.
6. Penggunaan Internet dengan Bijak
Saat ini internet sudah menjamur di mana saja dan telah menjadi kebutuhan banyak pihak. Membatasi penggunaan tidak sama dengan memangkas keterampilannya dalam menggunakan internet.
Melalui internet si kecil juga bisa belajar banyak hal terutama melalui youtube. Perhatikan kembali penggunaan internet dengan bijak, bila perlu manfaatkan fitur keamanan internet untuk anak-anak.
7. Adaptasi Tidaklah Mudah
Ibu, adaptasi anak multitasking untuk berfokus pada satu pelajaran saja memang tidak mudah. Semua perlu waktu dan butuh untuk membiasakan diri. Hindari menggunakan emosi negatif untuk menghadapi anak seperti ini. Bimbing ia dan temani perjalanannya supaya proses belajar tetap berjalan dengan baik.
8. Berikan Target dan Rewards untuk Si Kecil
Karena anak multitasking akan mengalami sedikit kendala saat harus fokus menjalani tugasnya secara satu persatu, maka ada baiknya Ibu tetapkan sebuah target atau rewards yang akan memacu semangat si kecil.
Rewards yang diberikan tak melulu harus berupa mainan mahal atau sejumlah uang. Bisa jadi acara nonton film bersama di ruang keluarga adalah hal yang paling ia nantikan.
9. Cobalah Makan Malam Tanpa Gadget
Anak multitasking media juga cenderung lebih suka membawa ponselnya kemanapun ia pergi termasuk membawanya ke meja makan dan digunakan saat jam makan malam tiba. Berikan aturan baru bahwa saat makan malam bersama keluarga tercinta, si kecil harus menjauhkan ponselnya dan mulailah berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya.
10. Terapkan Jam Malam Penggunaan Teknologi
Bila ini dilakukan maka akan menjadi sebuah kebiasaan yang baik. Saat ini teknologi yang semakin canggih justru membawa dampak yang tak biasa bagi kesehatan kita sendiri, salah satunya penggunaan gadget yang sering melampaui batas.
Alhasil tidak ada komunikasi atau interaksi yang baik antara satu anggota keluarga dengan yang lainnya. Tetapkan aturan bahwa di atas jam sembilan malam maka tidak ada ponsel atau laptop yang masih menyala dan semua orang dipersilahkan untuk beristirahat di kamar masing-masing.
Berhenti menggunakan ponsel pada waktu tertentu juga akan mengistirahatkan otak dari pekerjaan multitasking yang sering dilakukan.
Editor: Dwi Ratih