12 Trik Jitu Memberikan Obat untuk Anak
Ibu mana yang tak patah hati saat anak tercinta sakit? Semakin kecil usia ananda, semakin khawatir ibu dibuatnya. Idealnya, bayi hanya perlu ASI untuk memperbaiki kondisi tubuh. Namun, ada penyakit yang memang membutuhkan obat kimia untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya kondisi yang membahayakan.
Masalah yang biasa muncul adalah saat anak diharuskan untuk minum obat adalah terjadi penolakan seperti menutup mulut, membuang wajah, menangkis sendok, menangis sehingga sendok sulit masuk mulut. Jika ternyata ibu berhasil menyuapkan atau meneteskan obat, terjadi reaksi penolakan seperti melepeh atau memuntahkan kembali obat beserta makanan yang telah dicerna sebelumnya.
Karena itu, ibu harus kreatif dan sabar ketika memberikan obat untuk si kecil. Berbeda usia, berbeda pula tantangannya. Usia yang sama pun seringkali memiliki reaksi yang berbeda terhadap sesi minum obat. Ibu dengan anak yang memiliki kondisi kesehatan berbeda juga harus ekstra sabar karena obat rutin dikonsumsi tanpa henti.
Walaupun tidak semua cara dapat membuahkan hasil, setidaknya beberapa cara meminumkan obat pada bayi dan balita di bawah ini dapat membuat ibu tidak cepat menyerah dalam memberikan obat untuk anak.
Gunakan pipet
Memberikan obat menggunakan pipet umum digunakan untuk bayi. Selain lebih tepat sasaran tanpa harus membuka paksa mulut bayi agar sendok bisa masuk, pipet juga memungkinkan ibu melakukannya dengan menggunakan satu tangan saja. Syringe atau suntikan yang sudah dilepas jarumnya juga mirip fungsinya dengan pipet, serta memiliki kapasitas menampung obat yang lebih banyak.
Dalam menggunakan pipet atau syringe, ternyata ada trik khususnya. Beberapa bayi mengeluarkan kembali obat yang telah masuk ke dalam mulut hingga akhirnya ibu menjadi bingung apakah diperlukan pemberian ulang atau tidak.
Untuk menghindari hal ini, pastikan posisi bayi tidak berbaring. Tegakkan tubuh bayi, pangku di sisi kiri ibu dengan bersandar pada lengan sehingga wajah menghadap ke atas. Tahan tangan kanan bayi dengan meletakkannya di antara lengan dan tubuh ibu. Minta bantuan anggota keluarga lain untuk membantu memegang tangan atau kepala bayi jika perlu. Sentuh pipi bayi agar ia refleks membuka mulutnya, baru kemudian teteskan obat.
Agar tidak tersedak, hindari meneteskan obat tepat di kerongkongan atau bagian pangkal lidah bayi. Alih-alih, teteskan di bagian samping atau pipi bagian dalam agar langsung mengalir ke arah kerongkongan. Manfaat lain dari teknik ini adalah menghindari obat terkecap oleh bagian lidah yang sensitif terhadap rasa pahit sehingga bayi menolak menelan. Jangan lupa segera berikan air putih atau ASI pada bayi.
Tidak ada salahnya untuk selalu memakaikan bib atau celemek makan saat memberikan obat untuk menghindari noda obat pada pakaian bayi. Bagi bayi yang kerap muntah saat diberi obat, ibu bisa menutupi dadanya dengan kain berukuran sedang sehingga muntahan tidak mengotori kasur, pakaian bayi, maupun pakaian ibu. Tanyakan pada dokter mengenai perlu tidaknya mengulang pemberian obat jika anak muntah karena kecepatan penyerapan obat berbeda-beda.
Lakukan secara bertahap
Dosis pemberian obat pada anak bisa dilakukan secara bertahap apabila anak terlihat tidak mampu menelannya sekaligus. Misalnya, dari 2,5 ml yang diresepkan untuk sekali minum, ibu bisa memberikan obat dalam dua sesi. Puyer satu bungkus bisa dibagi dalam tiga kali pemberian.
Jarak antara pemberian pertama dan berikutnya sebaiknya tidak terlalu lama agar obat bekerja sesuai dosisnya. Sediakan minum dengan rasa manis untuk mengurangi pahitnya obat, namun hindari memberikan susu saat anak mengkonsumsi antibiotik.
Gunakan cara ini jika memberikan obat sekali minum dirasa tidak nyaman. Namun, jika “mencicil” pemberian obat malah semakin menyiksa anak (karena harus menghadapinya berulang kali) maka lakukan sesuai dosis sekali minum.
Menambah perasa
Beberapa jenis obat anak hanya tersedia dalam bentuk puyer yang rasanya pahit. Jika saat kecil dulu orangtua biasa mencampurnya dengan obat berbentuk sirup, kini tersedia sirup khusus untuk campuran obat dalam berbagai rasa seperti jeruk dan stroberi. Jika dokter memperbolehkan, tidak ada salahnya untuk meminta diresepkan sirup perasa ini.
Campur dengan makanan
Menyembunyikan obat –mirip saat ibu menyembunyikan wortel di balik nasi- dapat dilakukan dengan mencampurkan obat dengan makanan atau minuman dengan rasa yang cukup kuat. Dalam situs What to Expect, obat dapat diaduk bersama dengan saus apel, es krim, atau jus buah.
Tentu saja, ibu bisa sesuaikan makanan tersebut dengan sakit anak. Jika radang tenggorokan atau flu, sebaiknya pilih makanan bersuhu ruang dan tidak memancing gatal di tenggorokan.
Sebaiknya, campuran tidak lebih dari satu sendok makan jika memungkinkan, apalagi jika obatnya pahit. Misalnya, satu bungkus puyer dicampur dengan satu sendok makan jus alpukat baru kemudian anak menghabiskan sisa jus tersebut untuk menawarkan rasa.
Namun, ada kalanya seluruh bagian obat dicampurkan dengan minuman seperti halnya oralit. Untuk trik jenis ini, konsultasikan dulu dengan dokter. Jenis makanan dan minuman tertentu bisa menimbulkan reaksi tertentu jika dicampur dengan obat.
Berikan di tengah waktu makan
Obat yang harus diberikan saat perut tidak kosong biasanya diberikan setelah sesi makan usai. Banyak kasus, anak sudah merasa sangat kenyang dan tidak ingin memakan apa-apa lagi.
Nah, ibu bisa memberikan obat saat anak sudah makan sebanyak 5 suap misalnya, kemudian melanjutkan sesi makan. Bisa juga, anak meminum obat setelah di sela-sela makan kudapan. Namun, hentikan cara ini bila anak malah kehilangan selera makan.
Beri pilihan
Cara memberikan obat pada anak bisa ibu serahkan pada anak untuk memilih, baik alatnya, metodenya, dan lokasinya. Cara ini disarankan oleh Nicole Freedman, seorang praktisi perawat di Children’s Hospital Los Angeles. Beberapa opsi yang bisa dipilih anak antara lain:
Alat meminumnya (apakah dari pipet, sendok takar, gelas takar)
Waktu meminumnya (sebelum atau sesudah mandi/bermain/membaca buku, dll)
Lokasi meminumnya (di ruang makan, ruang tv, kamar tidur)
Cara meminumnya (dilakukan oleh orangtua atau dilakukan sendiri)
- Pilihan ini akan membuat anak merasa memiliki kontrol atas dirinya, di saat anak sebetulnya kehilangan banyak kontrol karena fisiknya yang sedang lemah. Perhatikan pula kemampuan anak jika ia ingin menyuapkan sendiri obatnya. Pastikan anak tetap dalam pendampingan ibu.
Beri reward
Mengingat obat harus diminum 1-3 kali sehari selama beberapa hari, maka reward yang aman untuk diberikan adalah berupa chart atau kolom untuk menempelkan stiker atau memberi cap berbagai bentuk.
Jika anak berhasil memenuhi seluruh kolom dengan stiker, maka ibu bisa memberi hadiah yang layak. Sepakati terlebih dahulu sebelumnya agar tidak terjadi ketidakpuasan anak karena reward yang ibu berikan tidak sesuai dengan ekspektasinya.
Jelaskan secara logis
Anak usia empat tahun (atau minimal sudah TK) biasanya sudah paham hukum sebab akibat dan untung rugi. Memberikan obat pada usia ini diperlukan penjelasan yang logis. Ibu bisa bertanya terlebih dahulu pada anak apakah ia suka dengan kondisi sakit ini.
Tanyakan apa yang tidak ia sukai. Jika ia menjawab bahwa ia jadi tidak bisa melakukan kegemarannya seperti bermain, bersekolah, bertemu teman, makan es krim, pergi ke mall, maka ibu bisa menjelaskan bahwa meminum obat akan membuat sakitnya hilang. Tetapi, penyakit tersebut tidak bisa hilang hanya dengan sekali minum obat sehingga ibu harus memberikan obat padanya sesuai anjuran dokter.
Semangati anak untuk minum obat agar ia bisa kembali bermain dengan teman-temannya atau menyantap hidangan favoritnya.
Membuat cerita pendek
Apabila anak masih enggan dan anak susah minum obat, ibu bisa mencari buku tentang minum obat di toko buku atau membuat sendiri sejenis cerita tentang obat vs bakteri. Buat tokoh dalam bentuk gambar atau menggunakan mainan anak untuk mempermudah visualisasi dapat menjadi salah satu cara.
Mau lebih menarik lagi? Buatlah drama pendek dengan suami, di mana ibu menjadi kuman dan ayah menjadi obat. Tidak perlu melibatkan adegan kekerasan untuk “membunuh kuman”. Yang penting, anak paham akan kekuatan dan manfaat dari obat untuk menyembuhkan penyakit.
Menonton video tentang minum obat
Masih belum berhasil? Ibu bisa mengetikkan kata kunci “video memberikan obat untuk anak” di Google atau “cartoon kids medicine” di YouTube kemudian memilih video yang kira-kira cocok ditonton bersama anak.
Salah satu contohnya adalah video dari channel BabyBus berjudul Minumlah Obat Saat Kamu Sakit. Dalam video tersebut, anak akhirnya berani minum obat setelah sang ibu memberikan obat untuk ayah yang sedang batuk. Orangtua pun tidak lupa memberikan pujian pada anak setelahnya.
Untuk penyakit yang membutuhkan konsumsi obat rutin, video Ali’s Story: Taking My Medicine dari epilepsy.org.uk bisa menjadi gambaran mengenai enak dan tidak enaknya minum obat untuk anak sekolah.
Meskipun video tersebut ditujukan bagi anak penderita epilepsi, anak usia sekolah yang sudah memiliki pemahaman yang baik bisa ikut menonton dan memahami bahwa obat mampu mencegah reaksi tubuh yang merugikan.
Cicipi obatnya
Agar anak percaya bahwa obat yang diminumnya tidak “sepahit itu”, ibu atau ayah bisa mencicipi obat tersebut di depan anak. Hal ini akan memberi suntikan semangat bagi anak, apalagi jika anak sedang berada pada fase tidak mau kalah dan suka tantangan baru. Untuk melakukan hal ini, ibu perlu memastikan bahwa ibu aman mengkonsumsi obat tersebut, misalnya parasetamol dan vitamin.
Dalam dosis sangat kecil (misalnya setetes), beberapa obat cukup aman dikonsumsi. Jika obat tersebut tidak aman untuk dicicipi, sediakan obat lain yang memiliki jenis serupa. Sehingga, ibu tetap bisa mencontohkan anak untuk minum obat tanpa membahayakan kesehatan.
Tunjukkan wajah gembira
Percaya kan, bahwa anak bisa merasakan isi hati ibu? Karena itu, tunjukkan wajah gembira dan semangat ketika memberikan obat. Semangat ibu akan menular ke anak. Apabila ibu sudah merasa tidak tenang, tidak sabar, tegang (karena anak pasti menolak), anak pun bisa merasakan hal tersebut.
Menenangkan diri sebelum memberikan obat penting dilakukan. Jika anak ternyata menolak, menangkis obat hingga tumpah, atau memuntahkan seluruh isi perutnya setelah meminum obat, ibu harus berusaha untuk berpikir positif bahwa nanti ada saatnya obat berhasil ditelan. Jika anak berhasil minum obat, puji ia dan doakan kesembuhannya.
Bagaimana dengan obat tetes mata dan salep mata?
Memberikan obat mata pada balita tentu membutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Bujuk rayu bisa saja tidak mempan. Beberapa situs kesehatan ternama menyarankan untuk menggunakan sedikit paksaan dan sebaiknya melibatkan bantuan orang dewasa lain.
Untuk bayi, ibu bisa membedong tubuhnya agar tangannya tidak menghalangi proses pemberian obat. Agar bayi melihat ke atas, gerakkan mainan di atas kepalanya. Untuk balita, minta anak untuk berbaring sementara ibu duduk di sebelah atas kepala anak. Luruskan kaki ibu agar bisa menimpa kedua lengan anak dengan tujuan “mengunci”. Lakukan dengan cepat namun hati-hati agar ujung salep tidak mengenai kelopak mata.
Mau lebih aman? Lakukan saat anak sedang tidur. Risikonya hanya dua, anak terbangun dan menangis (yang artinya obat akan luntur oleh air mata) atau tepi kelopak mata sudah timbul kerak sehingga susah dibuka (jika anak terkena belekan). Kompres dengan kapas basah untuk melunakkan kerak, baru oleskan salep. Tidak ada satu cara yang baku, ibu bisa menyesuaikan dengan kondisi anak.
Pengobatan lewat hidung pun ada triknya
Pernah mendengar nasal spray? Cairan yang disemprotkan lewat hidung ini berfungsi untuk mengurangi produksi lendir yang menjadi penyebab hidung tersumbat saat pilek. Dokter biasanya meresepkan nasal spray untuk bayi.
Trik penggunaannya adalah dengan meletakkan bayi pada posisi berbaring dan kepala sedikit mendongak. Kemudian, semprotkan nasal spray ke dalam hidung sebanyak 2-3 kali. Pada anak usia balita, rasa tidak nyaman mungkin menyebabkan penolakan terhadap nasal spray. Sebagai gantinya, ibu bisa meneteskan decongestant oil pada kerah baju atau lengan anak saat ia tidur.
Jangan lakukan ini!
Jangan pernah mengancam anak dengan kalimat “nanti disuntik dokter lho” ketika anak menolak minum obat. Kecuali, jika memang itu kenyataannya. Menakut-nakuti anak dengan suntikan membangun mindset anak untuk takut kepada alat dan sosok, alih-alih mengenalkan tindakan medis untuk menyembuhkan penyakit. Selain itu, hindari menggunakan kebohongan agar ibu tidak kehilangan kepercayaan anak.
Pada kondisi tertentu, anak membutuhkan suntikan. Katakan dengan jujur bahwa hal tersebut menimbulkan rasa sakit, namun hanya sesaat. Suntikan dibutuhkan untuk “membunuh kuman” dengan lebih cepat daripada minum obat.
Ada baiknya hal semacam ini diceritakan pada anak sebelum anak sakit, sehingga ibu hanya perlu menggali ingatan anak akan informasi yang telah ia terima sebelumnya.
Perhatikan dosis saat memberikan obat
Dosis yang tepat menjadi salah satu kunci efektivitas pemberian obat. Saat anak masih bayi, memberikan obat sesuai dosis anjuran dokter tidaklah susah karena disertai dengan pipet dengan takaran.
Di atas usia dua tahun, anak sudah dapat diberi obat yang dijual bebas. Meskipun ada sendok takarnya, terkadang ibu menggunakan sendok teh atau sendok makan dengan takaran yang dikira-kira. Pada kemasan pun, takaran disesuaikan dengan usia anak.
Faktanya, pemberian dosis akan lebih efektif jika didasarkan pada berat badan anak karena obat bekerja menurut perbandingan tertentu dengan tubuh anak. Tentu saja, tubuh yang lebih berat membutuhkan obat yang lebih banyak.
Sementara itu, berat badan anak berbeda-beda meskipun usianya sama. Mengetahui dosis (dalam milligram) yang dibutuhkan per kilogram berat badan anak akan sangat berpengaruh pada efektivitas obat. Tanyakan pada petugas apotek atau lihat panduannya pada kemasan.
(Menur)