Ibupedia

16 Cara Seru Belajar Membaca untuk Anak TK

16 Cara Seru Belajar Membaca untuk Anak TK
16 Cara Seru Belajar Membaca untuk Anak TK

Senang rasanya ya Bu, jika sebelum usia SD anak kita sudah bisa membaca. Selain membanggakan, ibu pun merasa tenang jika saat masuk usia sekolah kelak ia sudah dapat belajar mandiri menggunakan buku pelajaran dan mengerjakan soal.

Masalahnya, tidak semua lembaga pendidikan prasekolah mengajarkan anak TK untuk membaca. Takut anak stres menjadi alasan utama. Kementerian Pendidikan pun mengeluarkan peraturan untuk tidak memasukkan tes calistung (baca, tulis, hitung) dalam penerimaan siswa SD agar tidak mendorong PAUD mengajarkan calistung bagi anak TK. Menurut pemerintah, masa ini sebaiknya digunakan untuk bermain, bersosialisasi dengan teman, dan menanamkan pendidikan karakter.

Hal ini membuat orang tua menjadi bingung karena pelajaran siswa SD kelas 1 sudah membutuhkan kemampuan membaca yang lebih baik dibandingkan masa mereka kecil dahulu. Tidak ada lagi “ini-ibu-budi” di buku tipis tanpa warna.

Yang ada, buku pelajaran mereka tidak jauh beda dengan buku pegangan untuk orang tua dan guru: penuh instruksi dan padat huruf, walaupun lebih berwarna dankaya ilustrasi. Bagi anak TK yang baru saja lulus, melihat buku ini pun bisa menimbulkan kekagetan.

Bagaimana tidak, selama ini yang mereka baca adalah buku cerita bergambar dengan tulisan 1-3 kalimat di setiap halamannya. Melihat fenomena ini, orang tua terpaksa mengajak anak TK untuk belajar membaca. Jika tidak, mereka terpaksa “turun tangan” setiap anak mendapat PR dari sekolah.


Jadi sebaiknya, usia berapa anak boleh belajar membaca?

Sebelum kita menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu tentang proses belajar membaca. Dalam The Simple View of Reading (1986), Gough dan Tunmer menjelaskan bahwa membaca memiliki dua komponen dasar, yaitu memahami kata (decoding) dan memahami bacaan (comprehension).

Yang anak TK pelajari saat belajar alfabet, bunyi setiap huruf, menyusun huruf, kemudian suku kata adalah proses decoding. Sementara itu, banyak berbicara dan membacakan buku akan mengasah kemampuan comprehension anak.

Nah, belajar membaca huruf paling efektif diajarkan saat anak memasuki usia sekolah. Sementara itu, pemahaman atas bacaan bisa diasah sejak dini, sedini anak masih bayi. Karena itu, membacakan cerita pada anak merupakan tahap awal dalam belajar membaca. Jika kemudian anak menikmati dibacakan buku dan mendapat berbagai pengetahuan baru, hal ini dapat mendorong mereka untuk belajar membaca sendiri.

Berbeda dengan kemampuan berbicara dan mendengar yang harus dikuasai pada usia tertentu, kemampuan membaca tidak memiliki patokan usia. Carol Leroy, direktur Reading and Language Centre di University of Alberta, Kanada, mengungkapkan bahwa kemampuan membaca adalah proses bertahap.

Dimulai dari saat bayi bermain dengan buku, dibacakan buku, hingga akhirnya mampu membaca sendiri. Antara satu anak dan lainnya membutuhkan waktu dan kecepatan belajar yang berbeda-beda. Ada anak TK yang sudah dapat membaca kalimat, namun ada pula anak SD kelas dua yang masih belajar membaca.   

Dari sini, ibu bisa menyimpulkan bahwa selama ini definisi belajar membaca yang banyak dipahami masyarakat di Indonesia adalah decoding. Tidak heran, eksperimen sederhana yang dilakukan oleh gerakan Semua Murid Semua Guru, jaringan peduli pendidikan yang digagas Najelaa Shihab, menunjukkan bahwa tidak semua orang Jakarta bisa membaca. Orang-orang yang diminta membaca sebuah artikel berita ternyata tidak mampu menangkap isi berita secara tepat. Tidak ingin kan anak ibu kelak seperti itu? 

Maka dari itu, tidak apa-apa jika anak TK mulai belajar membaca (baik decoding maupun comprehension) selama anak menikmati prosesnya. Ibu bisa mencoba variasi belajar membaca untuk anak tk berikut ini agar prosesnya seru dan menyenangkan. Selamat mencoba!


  1. Pilih buku cerita anak sesuai usia

    Salah satu hal yang perlu ibu syukuri adalah melimpahnya jenis buku cerita anak saat ini. Saat ibu kecil, buku cerita anak terbatas pilihannya. Jika ada pun, tidak ditujukan untuk balita. Minimal, usia 5 tahun karena kalimatnya sudah cukup banyak. Karena itu, memori tentang belajar membaca berisi buku pelajaran sewaktu SD.

    Sekarang, untuk anak TK (4-6) tahun, ibu bisa memilihkan buku cerita dengan kalimat sederhana dan ukuran huruf yang tercetak besar dan tebal. Biasanya, buku seperti ini rata-rata berisi 10 halaman. Pilih yang berjenis boardbook (karton tebal) agar anak dapat membuka-buka sendiri tanpa harus kuatir lecek atau sobek.

  2. Bacakan buku dengan atraktif

    Buku yang bagus sekalipun tidak akan membuat anak jatuh cinta jika tidak “dihidupkan”. Karena itu, biasanya guru TK adalah guru yang percaya diri berakting menjadi apapun untuk menarik perhatian anak. Tidak ada salahnya ibu meniru kepercayaan diri guru dan pendongeng profesional saat membacakan buku. Gunakan berbagai macam suara, gerak tubuh, ekspresi wajah.

    Untuk mengasah pemahamannya akan cerita tersebut, tanyakan kembali isi dari cerita yang barusan dibacakan. Lakukan secara rutin agar anak merasa ketagihan dibacakan. Semakin cinta ia dengan buku, semakin cepat pula proses belajar membaca ini nantinya.

  3. Coba dengan buku kosakata bergambar

    Dalam belajar apapun, anak TK sangat menyukai gambar. Ilustrasi memudahkan mereka untuk membuat konsep abstrak menjadi konkrit. Memilih buku yang bertujuan memperkenalkan kosakata (vocabulary) disertai gambar akan sangat memudahkan proses belajar membaca.

    Buku seperti ini ada yang berupa buku cerita, ada juga yang tanpa jalan cerita alias murni gambar dan kosakata. Pada tahap awal, tidak perlu melafalkan hurufnya satu-satu. Bisa-bisa, anak jadi tidak bisa menikmati gambar dan tulisannya. Coba tanya anak, mana kucing? Saat ia menunjuk, ibu bisa mengulang kata “kucing” dengan pelan sembari menggeser telunjuk di bawah kata tersebut.

  4. Gunakan buku dengan fitur unik

    Saat ini, banyak buku anak yang menawarkan fitur unik, seperti pop-up (gambar bisa tegak ketika buku dibuka), lift-the-flap (buku berjendela), touch-n-feel (ada bagian yang bisa diraba), soundbook (ada tombol yang dapat bersuara), fold-out (halaman buku bisa dibuka melebar, bahkan membentuk diorama), slide book (ada gambar yang bisa digeser), softbook (buku bantal), busy book (berisi aktivitas motorik halus), activity book (berisi aktivitas seperti menempel stiker, menghubungkan titik-titik, melacak maze, mengisi TTS sederhana, dsb), dan wipe and clean (bisa dihapus setelah ditulis dengan spidol). Banyak sekali ya, Bu.

    Coba tawarkan pada anak buku yang ia ingin baca. Anak TK biasanya sangat menyukai pop-up book dan koordinasi tangannya pun sudah bagus. Jika anak mulai menunjukkan minat untuk menulis, sediakan activity book biasa maupun yang bisa dihapus. Yang manapun yang ia pilih, buku-buku ini menjadi jalan pembuka baginya untuk belajar membaca.

  5. Kunjungi perpustakaan

    Mungkin, membeli berbagai macam buku menarik sedikit menguras kantong. Apalagi jika ananda cepat bosan. Ajak saja anak ke perpustakaan atau mengunjungi kelas dongeng yang kini banyak diadakan oleh komunitas-komunitas playdate. Perpustakaan kota biasanya memiliki pojok baca untuk anak.

    Di kota besar, area khusus anak ini didesain senyaman mungkin dengan bantal, karpet, dan furnitur warna warni. Biarkan anak memilih buku yang ia suka. Biasanya, anak TK sudah memiliki topik yang diminatinya, apakah itu transportasi, antariksa, atau cerita fantasi.

    Ceritakan isi buku secara dua arah, sembari bertanya tentang apa yang ia ketahui tentang isi cerita buku tersebut. Tiga puluh menit sudah cukup untuk menjelajahi koleksi perpustakaan agar tidak terlalu bosan. Jika anak tampak senang, belajar membaca dapat rutin dilakukan di perpustakaan.

  6. Buat worksheet yang menarik

    Anak TK tidak asing lagi dengan worksheet alias lembar kerja siswa. Ibu bisa membuat worksheet sendiri di rumah sesuai dengan kemampuan membaca dan menulis anak. Misalnya, anak sudah mampu membaca satu suku kata. Buatkan gambar benda di sisi kiri dan kolom huruf di sebelah kanan.

    Gambarlah buku, kemudian buat empat kolom kecil bertulis huruf B-U- kemudian dua kolom setelahnya kosong. Minta anak untuk mengisinya. Tidak bisa menggambar? Ketik kata “worksheet for kindergarten” di Google, pilih beberapa, copy di Microsoft Word, lalu cetak menggunakan printer. Untuk mengubahnya dalam Bahasa Indonesia, ibu bisa mengeditnya di komputer.

  7. Menggunakan flashcards

    Flashcards atau kartu bergambar dapat juga dijadikan alat untuk belajar membaca. Ada yang hanya bertuliskan huruf/kata saja, ada juga yang disertai gambar. Agar tidak membosankan, flashcards bisa dimainkan dengan berbagai cara. Misalnya, sebar flashcards di lantai, lalu sebutkan sebuah kata dan minta anak mengambil/melompat di atas kartu yang dimaksud.

    Jika ada teman bermain akan lebih seru mengingat anak TK sudah mampu memahami aturan dalam permainan. Energinya pun luar biasa, sehingga perlu disalurkan dalam aktivitas fisik semacam ini. Cara lain, buat flashcards khusus tulisan dan khusus gambar. Minta anak mencocokkan gambar dengan tulisannya.

    Variasikan kegiatan flashcards ini dengan menggunakan seluruh anggota tubuh, tema, lokasi agar tidak membosankan. Meskipun tidak mengeja per huruf, anak merekam kosakata tadi dalam ingatannya. Pengulangan akan mempertajam memorinya dan mempermudah anak untuk membaca.

  8. Hubungkan dengan kegemaran anak

    Anak ibu sedang gandrung dengan superheroes atau princess? Gunakan tokoh-tokoh ini untuk belajar membaca. Ibu bisa memilih buku bacaan, membuat worksheet, membuat label stiker untuk ditempelkan di berbagai barang di rumah, atau gunakan video bertema sama yang kontennya berisi pengenalan huruf, kosakata, atau lagu dengan subtitle.

  9. Piknik yuk!

    Mengapa tidak mencoba membuat piknik bertema buku? Gelar tikar, sediakan bekal, dan bacakan beberapa buku yang menarik. Lengkapi dengan beberapa permainan mencari kartu yang hilang, sediakan hadiah jika anak dapat mengumpulkan kartu-kartu tersebut. Bisa juga, pilih buku bertema alam sembari mencari benda yang ada di buku, seperti awan, pohon, serangga, atau bahkan layang-layang.

  10. Makanan berbentuk huruf

    Jika anak ibu masih pada tahap pengenalan huruf, ibu bisa sajikan nugget berbentuk alfabet, membeli cetakan nasi,kue, atau jelly berbentuk huruf. Anak TK juga sudah bisa diajari membuat makanan sederhana, misalnya menaburkan biskuit tumbuk di atas roti agar membentuk huruf O, membentuk huruf A dengan susu kental manis, atau menyusun potongan sosis di atas nasi goreng hingga membentuk inisial namanya. Belajar membaca dengan cara seperti ini pasti disukai oleh anak!

  11. Gunakan mainan tradisional

    Pernah bermain sobyong atau ABC 5 dasar, Bu? Permainan tradisional ini cukup seru lho untuk melatih anak mengenal huruf. Secara sederhana, semua pemain mengacungkan jarinya ke tengah, bisa 1, 2, atau 10. Lalu, para pemain akan menghitung jari menggunakan alfabet (1=A, 2=B, dst) kemudian mencari kata yang berawalan huruf tersebut.   

  12. Gunakan benda di sekeliling kita

    Belajar membaca bisa menggunakan kemasan produk, benda-benda yang ada di rumah, koran. Ketika di jalan, minta amati billboard, signboard, tulisan di toilet, pintu, dsb. Saat di supermarket, minta anak mencari produk tertentu.

    Tidak harus yang akan ibu beli, bisa sembarang produk yang memiliki huruf cukup besar dan terjangkau oleh tangan anak. Anak TK sudah memiliki rasa bangga jika mampu melakukan sesuatu. Beri ia pujian agar ia semakin semangat belajar membaca.

  13. Buat drama pende

    Situs babycenter.com menyarankan satu ide yang menarik: yaitu membuat drama pendek berdasarkan buku yang dibaca. Ambil contoh, buku tentang serigala dan 3 babi kecil. Orangtua dan anak dapat membuat rumah-rumahan dari bantal, kursi dan selimut, atau tenda mini di dalam ruangan.

    Bagi peran, kemudian mulailah memerankan tokoh dalam cerita. Tidak harus dengan dialog yang sama, yang penting anak mengetahui jalan cerita dan mendapat sisi menyenangkan lain dari membaca buku. Anak TK akan sangat menyukai kegiatan imajinatif semacam ini, apalagi jika ayah ibunya ikut terlibat.

  14. Spelling bee

    Spelling bee atau lomba mengeja kata sudah banyak diadaptasi menjadi kegiatan di sekolah ataupun perlombaan. Caranya, orang tua menyebut satu kata dan anak diminta mengeja tanpa menulis. Apabila anak ibu terlihat sudah mampu membaca sejumlah kata, Spelling bee bisa dicoba.

    Agar lebih seru, tulis kosakata yang akan dieja ke dalam kertas-kertas kecil yang digulung, lalu kocok seperti arisan. Anak TK nol besar biasanya sudah bisa diajak bermain seperti ini. Jika belum, turunkan levelnya. Misal, minta anak mengeja huruf yang tertera di bawah kartu bergambar, dan beri nilai per huruf.

  15. Gunakan nyanyian

    Untuk anak tipe auditori, menyerap informasi dalam bentuk nyanyian akan lebih mudah. Inilah mengapa pada jenjang TK, banyak lagu yang sarat akan pengetahuan, mulai dari cara menyikat gigi, jenis buah-buahan, hingga cara menyeberang jalan. Agar nadanya mudah diikuti dan enak didengar, ibu bisa memilih lagu populer dan menggantinya dengan kata-kata yang ada di buku.

  16. Tunjukkan kasih sayang

    Anak TK masih sangat membutuhkan sentuhan dan perhatian intens dari orang tuanya. Apalagi, jika mereka tipe afektif. Belajar membaca menggunakan buku cerita sembari merangkul anak yang bersandar di badan ibu dapat memberikan kenyamanan dan rasa rileks. Dalam kondisi seperti ini, otak lebih mudah menyerap informasi. Jangan lupa pilih buku cerita yang memungkinkan anak mengikuti setiap tulisannya ya

Untuk memilih cara latihan membaca anak tk mana yang dicoba terlebih dahulu, orangtua harus peka dengan perkembangan anak. Jika ia sudah mulai tertarik dengan huruf, berarti inilah saatnya memulai pelajaran merangkai huruf. Apabila metode belajar membaca untuk anak tk yang lebih serius membuatnya bosan atau malah lari menghindar, segera hentikan.

Setiap anak memiliki periode sensitifnya masing-masing. Ada yang bisa membaca di usia 4 tahun tanpa harus diajari mengeja terlebih dahulu, ada pula yang baru benar-benar lancar membaca di usia 8 tahun. Jadi, selalu damping dan semangati anak saat belajar membaca ya Bu agar anak menjalaninya dengan semangat.

(Menur)