Ibupedia

4 Strategi Mendisiplinkan Anak Sejak Dini

4 Strategi Mendisiplinkan Anak Sejak Dini
4 Strategi Mendisiplinkan Anak Sejak Dini

Dalam hidup, kita pasti pernah melihat adegan ini terjadi: anak kecil berlarian di kafe, bayi menangis menjerit-jerit di dalam bioskop, atau gadis kecil merengek-rengek di mall karena ibunya menolak membelikan boneka atau mainan. Jika Bunda waktu itu belum memiliki anak, mungkin Anda hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan bergumam "Orang tuanya mana sih? Kok anaknya tidak diajari sopan santun begitu?"

Namun kemudian waktu berjalan dengan sangat cepat dan tiba-tiba Bunda sudah memiliki anak yang gemar berlarian dan berteriak di pusat perbelanjaan. Hmm, barulah Bunda sadar bahwa mendisiplinkan anak memang bukan perkara mudah dan to be honest, you don't know what to do.

Lalu, mengapa persoalan mendisiplinkan anak menjadi suatu hal yang susah? Well, hal tersebut bisa terjadi karena banyak orangtua berada dalam dilema saat hendak mendidik anaknya. Bunda terombang-ambing dalam dua pilihan; jika bersikap terlalu lunak maka akan membuat si kecil menjadi anak nakal, namun jika terlalu ketat dalam mendisiplinkan malah akan menjadikannya penakut dan suka merengut.

Sebenarnya, cara terbaik dalam mendidik anak agar bersikap baik, respek, dan memiliki perhatian terhadap lingkungannya adalah dengan bersikap tak terlalu lunak namun juga tak terlalu keras dalam mendisiplinkan. Susah ya, Bun? Nah, karena itulah Ibupedia membagi tips berikut ini untuk para Bunda tercinta:

Aturan dasar dalam mendisiplinkan anak

Ada 4 hal mendasar yang harus Bunda tanamkan pada anak sedari dini, yaitu:

  1. Konsistensi adalah segalanya

    Bagaimana jika anak Bunda selalu menolak saat disuruh membersihkan mainannya? Jangan terburu-buru melantai dan menyelesaikannya sendiri sambil menggerutu ya, Bun. Kunci mendisiplinkan anak adalah dengan konsisten mengajarinya.

    Ambil satu tugas dan teruslah menyuruh dia melakukan hal itu. Misalnya mandi sore harus jam 3, maka terapkan hal tersebut setiap hari hingga ia bergerak tanpa disuruh.

  2. Saling Respek

    Kalau anak Anda pernah berkata, "Kok Bunda nggak dengerin aku, sih?" maka ini saatnya Anda untuk lebih memperhatikan si kecil. Jika orangtua ingin perkataannya didengar, maka mereka juga harus menghargai ucapan sang buah hati.

  3. Masalah keluarga adalah masalah bersama

    Ya, ajarkan nilai kekeluargaan pada anak dengan selalu ada setiap ia membutuhkan Bunda. Hal ini penting untuk memupuk rasa percayanya pada orangtua, kakak, atau adik. Sehingga, di kala si kecil menemui masalah, ia tidak akan ragu untuk bercerita.

  4. Hidup tak selalu adil

    Terkadang orangtua terlalu takut untuk menyakiti hati anaknya. Padahal, jika anak tak segera diajari bahwa hidup tak melulu harus adil padanya, maka kemampuan psikologisnya tidak akan berkembang. Mulailah berani untuk menegur si kecil apabila ia mulai merebut mainan temannya atau marah ketika tidak dibelikan barbie.

Mendisiplinkan anak berdasarkan usia

  • Usia: 0-12 bulan

    Bayi yang baru lahir hingga menginjak usia satu tahun harus mendapatkan curahan cinta dan kasih sayang yang berlimpah dari orang tua. Dengan cinta, maka anak akan mengembangkan rasa percaya, aman, dan jauh dari kecemasan. Hal ini penting untuk memupuk kepribadiannya agar berkembang menjadi sosok yang baik kelak. Bunda tak perlu memarahinya, karena satu-satunya cara untuk membuatnya menjadi mudah diatur adalah dengan cinta. Mudah, bukan?

  • Usia: 6-8 bulan

    Jika si kecil melemparkan sendok atau merobek buku catatan Bunda, itu bukan karena dia nakal. Namun, lebih karena anak seusia ini sangatlah mudah penasaran. Ia penasaran apa reaksi yang akan terjadi apabila sendoknya dilempar. Nah, jika anak mulai menggigiti kalung berlian Bunda, maka jangan buru-buru merampasnya dan memarahinya ya.

    Cara terbaik mengajarinya adalah dengan pelan-pelan mengambil kalung dan menjelaskan bahwa itu bukan untuk dimakan. Sebagai gantinya, beri dia mainan yang boleh digigit. Dengan begitu, perlahan ia akan tahu mana yang boleh dan tidak boleh.

  • Usia: 12-24 bulan

    Berbeda dengan contoh sebelumnya, anak usia ini tahu betul mana hal yang ia lakukan karena penasaran dan mana yang ia lakukan untuk memancing perhatian Anda. Nah, jika ia mulai melemparkan sendok ke lantai untuk membuat Bunda marah, maka dudukkan ia di lantai kemudian suruh dia mengambil sendoknya sendiri. Dengan memaksa si kecil 'membantu' Anda membereskan sendok maka ia akan terbiasa untuk bertanggung jawab atas perilakunya.

  • Usia: 12 bulan ke atas

    Alih-alih hanya menyuruh anak untuk tidur siang, orang tua juga sebaiknya menyelipkan pujian secara konsisten. Misalnya, "Bunda senang deh kamu sudah berhenti main-mainnya. Bagaimana kalau kita baca buku dongeng sambil tiduran?" Setiap ia melakukan hal-hal yang Anda sukai, maka pujilah dia dengan tulus. Bila perlu, beri si kecil hadiah seperti menyanyikannya lagu.

  • Usia: 12 bulan-8 tahun

    Kesalahan terbesar orang tua adalah menganggap remeh bantuan dari anak. Padahal, semua anak kecil punya naluri untuk bersikap kooperatif dan membantu. Mulailah mempercayakan pekerjaan-pekerjaan ringan pada anak Anda. Contohnya, saat Bunda sedang mendorong troli di swalayan, suruh si kecil mengambil barang dari rak dan menaruhnya di troli.

  • Usia: 12-36 bulan

    Apakah anak Bunda sering berkata "nggak mau" saat disuruh melakukan sesuatu? Hmm, memang kadang rasanya kesal sekali saat si kecil tidak bisa diatur. Tapi, daripada berulang kali memaksanya melakukan apa yang Anda suruh, ada metode yang lebih efektif lho, Bun.

    Caranya adalah dengan menghargai kata "nggak mau" itu sendiri. Jika ia ngotot tidak mau membersihkan mainannya, maka tanyakan "Kamu mau bersihkan mainanmu sekarang?" Apabila ia menolak, tunggu 5 menit dan tanyakan hal yang sama sekali lagi. Biasanya, saat Bunda menanyakan hal yang sama 3 kali, maka anak akan merasa 'terbebani' dan melakukan apa yang Anda suruh.

  • Usia: 5-8 tahun

    Dalam hidup, ada kalanya manusia ingin mengulang suatu peristiwa karena menyesal telah melakukan atau mengatakan sesuatu yang kurang baik. Nah, terapkan strategi "re-do" atau "ulangi" ini saat anak Anda bersikap agresif. Misalnya si kecil berteriak "Aku benci sama Bunda!" maka jangan balik berteriak "Sana masuk kamar!" ya, Bun.

    Sebaiknya Bunda mengambil nafas panjang, berpikir jernih, dan tanyakan padanya apakah ingin mengganti pernyataannya barusan. Hal ini penting untuk mengajarkan anak bahwa Bunda mampu mendengarkan hal baik serta hal buruk. Juga, Anda memberikan kesempatan pada si kecil untuk berpikir matang-matang sebelum mengucapkan sesuatu.

Mendisiplinkan anak memang bukan perkara mudah, namun jika Bunda mulai sejak usia dini, maka anak akan terbiasa untuk diatur. Kuncinya adalah memberikan anak kesempatan untuk mengendalikan dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas perilakunya.

Tips dalam mendisiplinkan anak

Muncul kebingungan dan rasa takut pada orangtua dalam mendisiplinkan anak. Sebenarnya ini sangat sederhana, kata disiplin berasal dari bahasa Latin yang berarti mengajarkan. Hampir bisa dipastikan, dengan tidak merespon tangisan bayi, Anda mengajarkannya untuk tidak menangis. Dengan begitu, Anda juga mengajarkannya tidak ada keuntungannya memanggil orang lain. Berikut ini tips tentang cara mendisiplinkan anak:

  1. Jelas dan spesifik

    Ketika mengajarkan anak, selalu perjelas dan spesifik tentang apa yang Anda harapkan dari mereka dan tentang apa yang perlu dilakukan. Ajarkan aturan lalu buat batasan bila aturan dilanggar. Dukung anak untuk konsisten memenuhi tujuan perilaku yang telah Anda ajarkan. Bila sulit, buat target kecil dulu dan lalu ditingkatkan. Semua harus sesuai umur, ya Bun. Ekspektasi pada anak usia 5 tahun sering kali beda dengan apa yang kita harapkan dari anak usia 2 tahun.

  2. Teratur 

    Anak tumbuh di lingkungan yang penuh cinta dan keteraturan. Ketika Anda menjaga lingkungan tetap rapi, tidak berantakan, dan menunjukkan Anda peduli, anak akan merasa nyaman. Ketika mereka tumbuh, mereka akan belajar kepemilikan tempat tinggal juga. Anak berbagi dalam membantu merapikan tempat tidur di akhir pekan, membereskan mainan, dan sebagainya. Anak yang tumbuh di lingkungan yang terstruktur sering kali memiliki lingkungan yang terstruktur juga nantinya ketika dewasa.

  3. Mendisiplinkan anak tanpa menyakiti

    Disiplin, disertai cinta. Anak harus bisa merasakan cinta Anda. Katakan ke mereka, “Tangan untuk membantu bukan untuk menyakiti.” Yang terpenting, jangan menyakiti dan bila Anda melakukannya, carilah bantuan. Bersikap baik, lembut, dan sabar, dan akar semuanya adalah cinta.

  4. Disiplin bukan hukuman

    Ketika anak mulai tumbuh, disiplin sering disamakan dengan hukuman. Memang, memukul anak, memberinya time-out, atau konsekuensi logis akan mengajarkan anak untuk menghentikan perilaku yang tidak kita inginkan untuk saat ini.

    Tapi kebaikan yang diperoleh melalui hukuman hanya akan bersifat sementara karena didasari oleh ancaman dan rasa takut. Memukul anak juga kemungkinan mengajarkan anak tak apa memukul orang lain terutama bila mereka kecil dan tidak berdaya.

    Hampir pasti, kebaikan ini hanya bertahan selama anak masih kecil dan takut pada orang dewasa yang menghukumnya. Kita bisa mengajarkan kebaikan yang bertahan lama dan mengajarkan cinta. Ini pada akhirnya akan menjadi dasar yang kuat untuk disiplin anak karena didasarkan rasa percaya dan saling menghormati.

    Bila anak Anda di usia batita, peran Anda cukup menantang, karena di tahap ini Anda berurusan dengan miniatur orang dewasa. Batita memiliki rentang perhatian yang pendek, sistem saraf yang belum matang (anak yang sensitif bisa dengan mudah terstimulasi oleh paparan televisi atau cahaya terang), kebutuhan emosi (yang  tidak mudah diucapkan karena kosa-kata terbatas), dan berbagai kebutuhan fisik (rasa lapar atau lelah), serta rasa penasaran yang tinggi.

    Wajar bagi batita untuk menegaskan kemandirian perkembangannya dengan mengatakan “nggak mau” atau menghindar. Ini tidak berarti Anda menggagalkan perkembangannya dengan membuat batasan. Faktanya, sekarang adalah waktu untuk perlahan memberi dasar disiplin. Ingat, disiplin berarti mengajarkan, bukan menghukum.

  5. Perhatikan hal baik yang dilakukan anak

    Anak senang membuat senang orang yang ia cintai, dan anak kecil menyukai perhatian. Berikan komentar positif dan pelukan ketika Anda melihat anak berperilaku baik, dengan begitu Anda mendorongnya untuk terus melakukannya.

  6. Aturan minimal

    Anak belajar tentang aturan lebih cepat ketika jumlahnya sedikit. Semakin banyak yang Anda katakan, semakin kurang efektif dan semakin mungkin anak mengatakan “nggak mau” pada Anda.

    Dan bila Anda terus berubah pikiran, anak belajar untuk tidak menganggapnya serius. Lebih baik mengatakan “ya” di awal, lalu mengubah pikiran Anda. Ingat, “mungkin” berarti “ya” untuk anak kecil.

  7. Ciptakan pengalihan

    Alihkan anak dari situasi yang berpotensi berbahaya dengan memberinya sesuatu yang bisa ia ajak main. Misalnya, bila anak bermain tombol listrik, pindahkan anak dan tawarkan senter untuk dipencet-pencet. Bila ia senang dengan bingkai foto, berikan foto orang-orang spesial di bingkai plastik yang ringan. Bila ia  selalu melompat dari sofa, sediakan area lompat dari kasur yang tidak terpakai.

  8. Batasi pilihan

    Menawarkan pilihan membantu anak menjadi pembuat keputusan dan bekerjasama, tapi jangan tawarkan pilihan terlalu banyak karena anak akan merasa bingung dan pastikan pilihan yang ada sesuai dengan Anda. Daripada bertanya, “Kakak mau pakai baju yang mana?” Katakan, “Kakak mau pakai baju warna merah atau biru?”

  9. Pikir lebih dulu

    Lebih baik mencegah masalah daripada bereaksi marah nantinya. Misalnya, bila Anda melarang melempar bola di dalam rumah (tapi tidak meletakkan bola di luar) Anda tidak perlu berteriak marah ketika ada barang yang pecah.

  10. Bersikap fleksibel

    Coba lihat semua dari perspektif anak. Bila anak sedang asyik bermain, beri ia waktu lebih lama untuk menyelesaikan permainannya atau beri waktu tambahan beberapa menit sebelum mengajaknya pergi berbelanja, memintanya makan, atau mandi.

  11. Praktekkan omongan Anda

    Bila Anda mengharapkan perilaku yang baik dari anak, tunjukkan dulu. Bila Anda ingin anak membereskan mainan, bereskan juga barang-barang Anda. Anak belajar dari meniru, baik yang baik maupun yang buruk.

  12. Jelaskan alasan dibalik aturan Anda

    Ketika membantu anak belajar membuat keputusan yang sehat, pendekatan otoritatif membantu anak memahami alasan dari sebuah aturan. Daripada berkata, “Kerjakan PR setelah pulang sekolah,” jelaskan alasan dibalik aturan ini. Katakan, “Yang paling baik mengerjakan PR lebih dulu lalu bisa bermain puas setelahnya, sebagai hadiah karena kamu sudah mengerjakan PR.” Ini membantu anak memahami alasan di balik aturan Anda. Anak tidak lagi merasa Anda memaksanya melakukan sesuatu, tapi ia memahami konsekuensi dari pilihannya.

    Tentu Anda tidak perlu memberi penjelasan panjang yang akan membuat anak merasa bosan. Tapi penjelasan singkat tentang kenapa aturan tertentu penting bisa membantu anak memahami pilihannya lebih baik.

  13. Berikan konsekuensi yang tepat

    Kadang konsekuensi alami bisa mengajarkan pelajaran paling baik. Anak yang sering lupa PR di rumah tidak akan belajar merapikan barangnya bila ibu mengantarkan PR ke sekolah tiap kali ia lupa. Anak perlu menghadapi konsekuensi dari guru untuk membuatnya disiplin.

    Di lain waktu anak perlu konsekuensi logis. Anak yang bermain terlalu keras dengan komputer ibu perlu punya aturan main. Atau anak yang sulit bangun di pagi hari perlu tidur lebih awal di malam harinya.

    Penting untuk tidak memaksa anak. Memaksakan anak melakukan sesuatu tidak akan mengajarkan disiplin. Jelaskan konsekuensi negatif dari apa yang ia lakukan, lalu berikan pilihan.

    Katakan, “Kalau kamu tidak merapikan mainan, kamu kena time-out.” Ikuti dengan konsekuensinya tapi jangan berteriak atau memaksanya. Ingat, anak perlu belajar membuat keputusan yang sehat, dengan mempelajari konsekuensi potensial dari perilakunya.

  14. Bentuk perilaku anak satu per satu

    Disiplin diri adalah proses yang butuh waktu lama. Gunakan strategi disiplin sesuai umur dan bentuk perilaku anak satu per satu.

    Daripada berharap anak usia 6 tahun tiba-tiba bisa melakukan semua aktivitas rutin pagi hari tanpa diingatkan, gunakan chart gambar pada dinding yang menunjukkan anak menyisir rambut, menyikat gigi, dan berpakaian. Anda bisa juga gunakan gambar si kecil yang melakukan aktivitas ini. Perlahan anak akan belajar keterampilan baru atau jadi lebih mandiri, bantu ia perlahan menguasainya.

(Yusrina & Ismawati)

Follow Ibupedia Instagram