5 Cara Menanamkan Body Image Positif Pada Anak
Sebuah kepercayaan diri dibangun dari afirmasi positif yang diberikan baik dari diri sendiri maupun dari orang lain. Dasar dari kekuatan mental seseorang adalah terbangunnya kepercayaan diri dan rasa mencintai diri sendiri apa adanya.
Ada sebuah istilah tentang body image (citra diri). Body image adalah apa yang kita rasakan tentang diri kita. Bagaimana cara kita memandang diri kita sendiri? Apakah penilaian kita terhadap diri sendiri baik atau justru tidak baik? Apakah penilaian itu datangnya dari orang lain atau dari dalam diri kita?
Body image bisa dipandang secara positif atau negatif. Body image positif mengutamakan perasaan mencintai diri dan menerima diri sendiri apa adanya. Jati diri seseorang bisa tumbuh dengan membangun body image positif secara intens dan dimulai sejak usia dini.
Sebaliknya, body image negatif dapat meruntuhkan fondasi kepercayaan diri seseorang dan membuat seseorang menjadi tidak mensyukuri apa yang ada di dirinya. Ia juga akan lebih sering frustrasi karena merasa selalu ada kekurangan pada dirinya yang membuatnya tidak baik di depan orang lain. Karena body image diperlukan untuk membangun jati diri dan kepercayaan diri seseorang, maka baik kiranya body image positif mulai diberikan pada anak usia dini.
Anak-anak usia pra-sekolah sudah mulai memahami bahwa ia adalah individu yang berbeda dari orangtuanya. Mereka mulai tahu bahwa diri mereka adalah kesatuan lain yang terpisah dari orangtua. Maka mereka pun sudah mulai mengerti bahwa sebagai individu, mereka punya penilaian terhadap diri sendiri.
Orangtua perlu memberikan body image positif pada anak untuk meningkatkan kepercayaan diri agar mereka bisa tumbuh menjadi anak-anak yang kuat mental, mencintai diri apa adanya, serta bonusnya, mereka pun bisa menghargai orang lain secara positif juga.
Menurut Kids Health, body image bertumbuh sepanjang masa. Dimulai di masa bayi, dibangun saat masa anak-anak, mulai berubah saat menginjak pubertas, dan terus dipengaruhi oleh lingkungan hingga dewasa. Jelas terlihat bahwa sebelum anak mendapatkan perubahan-perubahan asumsi terhadap dirinya karena melihat orang lain yang seolah lebih sempurna, penting bagi orangtua menanamkan body image positif sejak kecil.
Lantas, bagaimana cara membangun body image positif pada anak?
Mulailah Sejak Dini
Bila Ibu perhatikan, bayi suka sekali memainkan tangan, jari, mengisap jempol kaki, dan menendang-nendang. Saat menginjak usia lebih besar, mereka akan senang merangkak, berpegangan pada benda lalu mulai berjalan, menari saat ada musik, dan makan dengan tangan mereka sendiri.
Tahukah Ibu, bahwa apa yang mereka lakukan adalah bentuk rasa bangga mereka saat berhasil menggunakan anggota tubuh mereka sendiri? Ibu dan Ayah bisa membantu membangun body image positif di momen ini dengan cara:
mengapresiasi keberhasilannya berjalan, duduk, tengkurap sendiri dengan kalimat positif;
memeluk anak saat ia berhasil melakukan sesuatu, membantu orangtuanya melakukan hal sederhana, dan menenangkannya saat sedih;
berkomunikasi dengan kalimat dan artikulasi jelas saat bicara. Ini akan membantu anak memahami bahwa ia dianggap sebagai manusia pada umumnya yang berbicara dengan cara yang sama seperti orang dewasa lainnya;
bermain bersama anak dengan melibatkan anggota tubuhnya;
memberi senyuman dan kepercayaan untuk hal baru yang ingin dieksplorasi; dan
memberi afirmasi positif seperti, “Kamu menutup ritsleting tas dengan benar. Kamu sudah siap berangkat menggunakan tas ini sekarang”, atau “kamu merawat bonekamu dengan baik, kamu sangat bertanggung jawab dan penyayang ya.”
Cara-cara ini bisa membantu bayi dan toddler mencintai dirinya karena ia berhasil melakukan sesuatu tanpa dibantu orangtuanya.
Perkuat Saat Anak Mulai Tumbuh Lebih Besar
Anak-anak pada usia sebelum remaja (pre-teens) mulai mengenal beda antara dirinya dan anak lain, atau orang lain. Anak mulai senang memandangi dirinya di cermin, menyukai gaya rambutnya, bentuk matanya, hidungnya, bahkan bisa merasa minder karena warna kulit atau tinggi badannya.
Bangun terus body image positif untuknya di usia ini dengan cara:
perkenalkan tentang konsep perbedaan, bahwa setiap orang memang ditakdirkan berbeda. Bentuk fisik, warna kulit, logat berbicara, bakat dan minat, dan sebagainya memang berbeda-beda;
ajarkan anak untuk menerima dirinya sendiri dengan tulus;
ajarkan tentang bagian tubuhnya yang perlu ia jaga dan bantulah ia merawat tubuhnya dengan baik;
ajarkan cara membersihkan diri dan membersihkan kelaminnya dengan benar, untuk membuat anak tidak hanya paham merawat tubuh tapi juga menjaga bagian intimnya dari orang lain;
biarkan anak menunjukkan apa yang ia bisa lakukan selama tidak membahayakan dirinya;
ucapkan kalimat-kalimat positif ketika ia menunjukkan kemampuannya; dan
katakan betapa bangganya Ibu dan Ayah padanya.
Body image positif di usia ini bisa membantu anak merasa bahwa dirinya berharga dan akan ada orangtuanya yang selalu menerimanya saat mungkin orang lain membanding-bandingkan dirinya.
Fokus pada Kesehatan Anak, Bukan Berat Badan
Bila pada 1000 hari pertama kehidupan anak berat badan selalu dinanti kenaikannya untuk memastikan nutrisinya tercukupi, pada anak yang memasuki masa pubertas, berat badan seringkali menjadi masalah bagi mereka. Terutama bagi anak perempuan.
Padahal, berat badan naik bagi anak perempuan yang memasuki pubertas adalah hal yang wajar. Tetapi, karena lingkup sosial anak remaja sudah semakin luas, maka ada kecenderungan anak remaja tidak percaya diri dengan dirinya sendiri baik secara fisik maupun kemampuan dirinya.
Peran Ayah dan Ibu tentu dibutuhkan untuk membangun body image positif pada fase ini. Cobalah beberapa cara berikut:
Berikan anak remaja makanan sehat dengan kombinasi gizi seimbang. Utamanya, kurangi semua makanan yang mengandung bahan pengawet, pewarna makanan, dan gula yang terlalu tinggi jumlahnya. Jika ingin, bisa mengkonsumsi dalam jumlah yang terbatas.
Bangun kebiasaan sehat dari pola makan dan gaya hidup sehat. Tentunya ini perlu diawali dari orangtuanya juga. Ubah mindset orangtua ke body image positif juga, sehingga bisa menularkan hal yang sama pada anak. Karena rupanya, kecenderungan orangtua yang memiliki body image negatif akan memengaruhi anaknya. Jika orangtua membiasakan body image positif, maka anak akan lebih mudah meneladani dan memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi body image negatif di sekitarnya.
Biarkan anak mencoba hal baru dalam urusan penampilannya. Bila ada padu-padan yang tidak sesuai, katakan dengan kalimat positif tanpa menghakimi, lalu sarankan sebuah solusi.
Hindari menginterupsi penampilannya atau mengkritisi pilihannya.
Pastikan anak remaja selalu aktif setiap hari sebagai tanda ia mau bergerak dan beraktivitas dengan lingkungannya.
Berhati-hati Terhadap Bullying
Kita tentu tidak bisa mengondisikan lingkungan di luar kendali agar 100% positif bagi anak. Tetapi pastikan anak tidak mengalami bullying dari orang lain, dengan cara menghentikan perilaku tidak baik ini.
Ayah dan Ibu bisa bicara baik-baik pada pelaku bullying jika anak menjadi korbannya. Ayah dan Ibu juga bisa meminta bantuan guru di sekolah untuk lebih memperhatikan masalah ini.
Hapus Asumsi Mengenai “Bentuk Tubuh Sempurna”
Asumsi tentang standar ideal atau bentuk tubuh sempurna sudah bercokol di benak setiap manusia sejak mulai memahami dirinya memiliki perbedaan dengan orang lain. Adanya idola di televisi, aktor dan aktris, penyanyi dan orang yang dianggap memiliki bentuk tubuh ideal menjadikan banyak anak akhirnya mempermasalahkan bentuk badannya. Padahal bentuk fisik bukan cerminan jati dirinya.
Ayah dan Ibu perlu mengajarkan anak untuk menyadari bentuk fisik setiap orang berbeda dan masing-masing harus menerimanya. Selain itu, bangunlah pemahaman bahwa sehat lebih baik daripada sekadar melihat ukuran betis atau paha seseorang.
Body image positif yang dibangun orangtua di setiap tahapan tumbuh kembang anak akan membantu anak menyadari bahwa keluarga adalah tempat ternyaman yang mau menerima mereka apa adanya.
Ini juga akan membuat anak ikut mencintai dirinya, meningkatkan percaya diri, dan lebih bangga akan pencapaian-pencapaiannya. Anak akan terlatih untuk menghargai perbedaan dan bisa juga menerima kekurangan diri sendiri dan orang lain.
Penulis: Dwi Ratih