Ibupedia

5 Mitos Tentang Ruam Susu dan Tips Penanganan yang Tepat

5 Mitos Tentang Ruam Susu dan Tips Penanganan yang Tepat
5 Mitos Tentang Ruam Susu dan Tips Penanganan yang Tepat

Bayi baru lahir memiliki kulit yang lembut dan super sensitif. Terkena sesuatu atau terpapar zat alergen dari makanan dapat menimbulkan masalah pada kulit bayi. Penting bagi Ibu untuk mengetahui bagaimana cara melindungi kulit bayi yang sensitif dan menangani jika sudah telanjur menimbulkan efek negatif pada kulitnya. Masalah kulit yang paling sering dikenal adalah ruam susu, disertai dengan mitos-mitos yang membuat banyak salah kaprah di antara para orangtua dan masyarakat sekitar.

Mitos Tentang Ruam Susu

Nah, sebelum beranjak pada pembahasan pengertian ruam susu dan penanganannya, yuk kita simak dahulu mitos-mitos yang sering membuat orangtua dan masyarakat salah kaprah soal ruam susu:

  1. Mitos: Jika Ibu ingin kulit bayi putih dan tidak ruam, saat hamil Ibu harus minum susu kedelai

    Fakta: Susu kedelai memang bermanfaat bagi tubuh. Apalagi dapat dijadikan susu pengganti bagi Ibu hamil yang memiliki alergi pada susu sapi. Namun, mengonsumsinya tidak menjamin membuat bayi Ibu langsung memiliki kulit bersih, putih, dan terhindar dari ruam. Warna kulit bayi murni diturunkan dari faktor genetik orang tuanya.

  2. Mitos: Jika menyusui bayi dengan ASI, maka jangan sampai ASI terkena pipi bayi atau bagian tubuh bayi yang lain. Karena akan menimbulkan ruam susu.

    Fakta: ASI tidak menyebabkan ruam susu. Ruam terjadi karena apa yang dikonsumsi Ibu memicu alergi pada bayi. Sehingga timbul bercak kemerahan pada kulit bayi. Tidak hanya terjadi di bagian pipi atau sekitar mulut bayi. Dapat juga terjadi pada leher, dada, bahkan sampa bagian kaki dan selangkangan. Tergantung tingkat kerentanan alergi pada setiap bayi.

  3. Mitos: Ibu sebaiknya tidak mengonsumsi buah strawberry saat hamil, karena saat lahir bayi akan memiliki bercak kemerahan seperti strawberry.

    Fakta: Ada jenis bercak kemerahan yang sering disebut dengan Strawberry-Hemangioma. Namun penyebabnya bukanlah buah strawberry. Bercak kemerahan tersebut adalah tumor jinak yang muncul karena pertumbuhan pembuluh darah yang tidak normal. Bercak ini dapat terjadi di pembuluh darah mana saja, tidak hanya di pipi. Konsumsi buah strawberry tentu tidak berbahaya bagi kehamilan.

  4. Mitos: Konsumsi air kelapa saat hamil dapat membersihkan kulit kepala bayi dari kerak saat lahir.

    Fakta: Kerak pada kulit kepala bayi timbul dari terlalu aktifnya kelenjar minyak saat dalam kandungan karena pengaruh hormonal dalam tubuh Ibu. Mengonsumsi air kelapa tidak membuat kerak ini serta merta hilang. Sebanyak 50% bayi baru lahir memiliki kerak ini dan ini adalah hal yang wajar. Kondisi ini juga dikenal dengan istilah Dermatitis Seboroik. Kerak akan hilang dengan sendirinya seiring bertambahnya usia bayi.

  5. Mitos: Popok bayi harus dibuang ke sungai agar bayi tidak mengalami ruam

    Fakta: Tidak ada hubungannya antara membuang popok sekali pakai ke sungai akan menimbulkan ruam. Ditambah lagi, membuang sampah ke sungai tentu bukanlah hal yang bijak dan justru akan mencemari lingkungan.

Bila dilihat lagi, salah satu mitos ruam susu yang paling sering ditemui oleh orangtua adalah bahwa ASI yang menyebabkan ruam susu terjadi. Seperti dilansir dari laman Healthfully tentang Milk Rash in Babies, ruam susu ini sangat wajar terjadi pada bayi di beberapa bulan awal kehidupannya. Dan yang paling mudah terlihat adalah ruam pada wajah, leher, hingga dada si kecil. Namun, ruam susu tersebut terjadi karena faktor alergi, bukan karena ASI. Bahasa medis untuk gejala ini adalah Dermatitis Atopik.

Mengenal Dermatitis Pada Bayi

Dermatitis sendiri terbagi menjadi 6, yaitu:

  1. Dermatitis Atopik

    Dermatitis inilah yang sering kali terjadi pada bayi dan anak-anak. Umunya dialami dalam rentang usia 0-5 tahun. Dermatitis atopik muncul pada bayi karena faktor genetika yang menurun dari Ayah atau Ibu. Terkadang kita juga menyebutnya dengan istilah Eczema atau Eksim. Eksim ini biasanya diturunkan pada anak dari orangtua yang menderita asma atau menderita alergi terhadap suatu makanan. Ada istilah The Atopic Triad yang menandakan bahwa eksim ini bersinggungan dengan asma dan reaksi alergi.

    Jika bayi menyusu ASI, maka apa yang dikonsumsi Ibu dengan kandungan makanan yang dapat memicu alergi, akan timbul ruam ini pada bayi. Lokasi ruam juga tidak melulu pada pipi bayi, lho, Bu. Bisa juga muncul di bagian leher, telinga, kelopak mata, lipatan tangan, siku dan lutut bagian dalam, bahkan di pangkal paha dan kaki.

    Dermatitis Atopik dipicu dari genetika yang bertemu dengan rangsangan. Rangsangan tersebut dapet berupa makanan pemicu alergen, udara, keringat, serbuk bunga, bahkan tungau.  Bila sudah demikian, Ibu perlu mengevaluasi kembali makanan yang dikonsumsi dan memperhatikan kembali lingkungan sekitar. Selain itu, Ibu perlu mengetahui bahwa eksim ini bukanlah penyakit menular dan hanyalah penyakit yang didasari faktor keturunan.

  2. Dermatitis Kontak

    Dermatitis kontak sering terlihat mirip dengan dermatitis atopik, karena gejala yang muncul kurang lebih sama dengan dermatitis atopik. Untuk itu memang perlu dengan jelas menemui dokter untuk menentukan perbedaan keduanya. Dermatitis jenis ini merupakan ruam merah yang terjadi akibat kontak antara kulit dengan zat pemicu alergi lewat benda yang dipakai. Seperti lotion, sabun, sampo, bahkan minyak telon.

    Kandungan dari benda-benda tersebutlah yang memicu munculnya dermatitis ini. Pemicu dermatitis kontak menurut nationaleczema.org di antaranya adalah logam seperti kobalt, nikel dan garam kromium; pewangi; salep antibakteri; formaldehyde; isothiazolinones; cocamidopropyl betaine; paraphenylene-diamine. Zat-zat tersebut bisa saja terkandung dalam produk yang digunakan sehari-hari sehingga muncul dermatitis jenis ini.

    Biasanya, Ibu perlu berkonsultasi dengan dokter, agar dokter dapat melakukan tes alergi dan Ibu diberi solusi untuk jenis produk perawatan bayi seperti apa yang seharusnya dipakai dan produk apa yang harusnya dihindari.

  3. Dermatitis Seboroik

    Dermatitis seboroik ini ditandai  dengan kulit yang memerah, cenderung bersisik, dan bahkan muncul juga ketombe. Timbulnya dermatitis jenis ini dipicu juga oleh berlebihnya kelenjar minyak, sehingga muncul pada daerah-daerah kulit yang berminyak, seperti wajah, dada bagian atas dan punggung.

  4. Dermatitis Statis

    Dermatitis jenis ini terjadi karena adanya kebocoran pada vena di bagian kaki dan darah dalam vena menggenang keluar. Dermatitis ini juga disebut dengan eksim vena. Mengapa terjadinya pada bagian kaki? Hal ini karena bagian kaki memiliki pembuluh vena dengan katup satu arah yang mempengaruhi sirkulasi darah. Biasanya, dengan bertambahnya usia, katup pengaturan sirkulasi darah ini kinerjanya melemah. Sehingga terjadilah kebocoran yang menyebabkan darah menggenang tadi.

  5. Eksim Nummular

    Nummular adalah bahasa latin untuk koin. Eksim ini timbul pada kulit berupa lepuhan yang berbentuk bulat seperti koin. Biasanya dipicu oleh gigitan serangga atau kontak kulit dengan jenis logam tertentu atau kontak dengan bahan kimia.

  6. Eksim Dyshidriotic

    Eksim ini adalah radang pada kulit dan ditandai dengan munculnya bintil-bintil berisi cairan yang menimbulkan rasa gatal. Biasanya terjadi di telapak tangan dan telapak kaki atau di sela-sela jari. Bintil-bintil ini bisa mengering dalam waktu sekitar 3 minggu. Saat bintilan tersebut mengering, kulit akan terlihat pecah-pecah dan terasa perih. Umumnya eksim ini lebih banyak diderita wanita daripada pria. Penyebabnya bisa datang dari alergi, lembapnya tangan dan kaki, stress, atau adanya paparan kromium pada garam.

Dari keseluruhan jenis dermatitis yang ada, bayi dan anak-anak paling sering mengalami dermatitis atopik dan dermatitis kontak. Meski begitu, menurut laman nationaleczema.org akan lebih baik jika Ibu berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan dermatitis apa yang diderita oleh anak Ibu. Laman ini juga menyarankan Ibu melakukan beberapa hal ini jika anak mulai terlihat mengalami eczema:

  1. Temukan dan ketahui terlebih dahulu jenis dermatitis apa yang diderita anak Ibu. Apakah dermatitis atopik, dermatitis kontak atau jenis lainnya. Dermatitis atopik dan dermatitis kontak paling umum terjadi pada anak.

  2. Beberapa tipe eksim sangat jarang terjadi, jadi Ibu perlu terus mencari tahu dan berkonsultasi pada dokter.

  3. Pelajari penanganan terhadap eksim yang terjadi pada anak.

  4. Temukan apa pemicunya dan segera atasi agar tidak semakin parah.

Lebih Mengenal Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik biasanya sering muncul di pipi, tangan, dan kaki dan mengeluarkan rasa gatal dan panas yang membuat anak selalu ingin menggaruk bagian tersebut. Ruam susu yang Ibu lihat muncul di pipi merupakan jenis dermatitis ini. Yang penyebabnya sudah pasti bukanlah ASI, seperti penjelasan sebelumnya. Kulit bayi dan anak dengan dermatitis atopik cenderung kering, kemerahan, terasa gatal, kulit pecah-pecah di bagian belakang telinga, peradangan di bagian pipi tangan dan kaki, bahkan seringkali kulit terkelupas. Karena terlihat mirip juga dengan dermatitis kontak, ada kemungkinan anak menderita dua jenis dermatitis dalafm waktu yang bersamaan.

Ibu perlu mencari tahu penyebab-penyebab yang memungkinkan dermatitis atopik muncul pada anak:

  • Kulit yang kering. Kulit yang kering akan memicu gatal dan anak akan cenderung menggaruk kulitnya.

  • Iritasi terhadap bahan kimia tertentu. Produk perawatan bayi yang bukan dirancang khusus untuk penderita eksim dapat memicu kambuhnya ruam. Produk-produk tersebut termasuk di antaranya sabun, sampo, detergen, dan beberapa produk lain.

  • Stres. Siapa bilang bayi dan anak tidak bisa stres? Stres pada anak bisa dipicu dari rasa gatal yang tidak kunjung reda, sehingga anak merasa stres karena ingin terus menggaruk. Sedangkan jika digaruk maka mereka akan merasakan perih dan sakit bahkan sampai mengeluarkan darah.

  • Cuaca panas dan dingin. Cuaca yang panas akan memicu keringat. Keringat akan membuat ruam terasa gatal. Cuaca yang dingin juga bisa menyebabkan ruam kambuh. Cuaca dingin akan menjadikan kulit kering. Kulit kering akan membuat rasa gatal semakin menjadi.

  • Infeksi bakteri dan virus. Bakteri dan virus ini hidup di lingkungan sekitar kita. Biasanya, hal ini akan agak sulit ditangani karena meski kita sudah berusaha mencegahnya, bakteri dan virus tersebut masih ada di sekitar. Karena pengaruh yang tidak bisa kita cegah itu, maka tentunya ruam akan kambuh sewaktu-waktu. 

  • Pemicu Alergen. Pemicu alergi sangatlah banyak. Bisa dari makanan yang dikonsumsi Ibu (jika bayi masih menyusu), makanan MPASI, bisa juga dari serbuk bunga, bulu hewan peliharaan, bahkan debu dan tungau.

  • Hormon. Pengaruh dari naik atau turunnya hormon dalam tubuh anak juga dapat memicu kambuhnya ruam.

Bila dilihat kembali, hal-hal yang menjadi penyebab kambuhnya ruam pada anak Ibu ada yang dapat Ibu cegah, namun ada pula yang tidak dapat Ibu cegah. Orangtua dengan anak penderita dermatitis memang dituntut untuk ekstra sabar karena proses penyembuhannya tidak sebentar. Karena dermatitis juga merupakan penyakit keturunan, maka anak akan hidup dengan dermatitis sepanjang hidupnya.

Namun seiring berjalannya waktu, biasanya pada usia 5 tahun ke atas, dermatitis akan membaik dengan sendirinya. Bahkan tak jarang anak pun sudah dapat mengonsumsi makanan-makanan pemicu alergi yang biasanya dihindari jika sudah lebih besar. Namun tetap dalam jumlah wajar.

Jika anak Ibu menderita dermatitis, apa pun jenis dermatitisnya, Ibu dapat melakukan langkah-langkah berikut untuk mencegah dermatitis anak Ibu kambuh:

  1. Jika Ibu masih menyusui, maka Ibu perlu memperhatikan makanan yang Ibu konsumsi. Sebaiknya hindari produk susu dan turunannya, kacang-kacangan, telur, dan ayam. Konsultasikan kembali dengan dokter makanan apa yang sebaiknya dikonsumsi agar nutrisi tetap terpenuhi. Jika anak Ibu sudah mulai makan, maka perhatikan juga apa yang anak Ibu konsumsi.

  2. Oleskan lotion khusus untuk dermatitis agar kulit anak tidak kering dan tetap lembap. Kulit yang lembap akan meredakan gatal.

  3. Ganti sabun, sampo, detergen untuk mencuci pakaian anak dan sprei tempat tidur anak dengan yang bebas bahan kimia berbahaya dan dirancang khusus untuk penderita dermatitis.

  4. Agar terhindar dari cuaca yang terlalu panas atau terlalu dingin, gunakan pengatur suhu ruangan agar suhu tetap sesuai untuk kulit anak. Ibu bisa mengurangi aktivitas anak di luar ruangan.

  5. Pertimbangkan untuk menggunakan diffuser dengan minyak esensial tambahan untuk membantu melembapkan udara dalam ruangan dan membantu meredakan sakit di kulit. Beberapa jenis minyak esensial dapat difungsikan untuk meredakan kulit kemerahan dan gatal.

  6. Berikan air putih lebih banyak pada anak agar ia terhidrasi lebih baik dan bagus juga untuk kulitnya.

  7. Mandikan anak cukup 2 kali sehari dengan air hangat dalam durasi tidak lebih dari 10 menit. Jika berlebihan akan mengakibatkan kulit terlalu kering. Saat mandi dapat menggunakan sabun pH netral. Beberapa Ibu juga mengganti air yang digunakan dengan air pH 6 untuk memandikan bayi dan anak.

  8. Pakaian bayi harus dibilas dengan benar-benar bersih dari detergen untuk menghindari kulit teriritasi karena sisa detergen.

  9. Oleskan krim steroid yang diberikan dengan resep dokter agar terjaga kelembapannya. Bila eksim sudah membaik oleskan pelembap segera setelah mandi.

  10. Cuci terlebih dahulu bila membeli pakaian baru untuk si kecil.

  11. Hindari mengenakan pakaian yang tebal dan ketat serta bersifat iritan seperti wol atau kain berbahan sintetik. Gunakan pakaian berbahan 100% katun agar kulit tidak iritasi.

  12. Perhatikan daerah popok jika anak Ibu masih bayi.

Perawatan bayi dan anak dengan dermatitis memang tidak mudah. Dibutuhkan kesabaran ekstra bagi para orangtua karena penyakit ini memang akan dialami anak seumur hidupnya, dengan intensitas kekambuhan yang berbeda di setiap usia. Alangkah baiknya jika Ibu dan Ayah menggali informasi dan konsultasi terlebih dahulu jika menemukan ruam pada kulit bayi dan anak.

Tidak perlu langsung termakan mitos yang tidak benar tentang kulit bayi. Kenali gejalanya, cari tahu penyebabnya, lalu temui dokter dan banyak berguru pada yang lebih mengerti. Setelah itu Ibu dan Ayah dapat bekerja sama untuk merawat si kecil. Semoga berhasil ya, Bu!

(Dwi Ratih)

Follow Ibupedia Instagram