7 Tips Jitu Dalam Memuji & Cara Mendidik Anak
Cara mendidik anak dengan cara memujinya secara langsung dan berlebihan menjadi hal yang sedikit tabu dalam budaya tradisional. Para orang tua dianggap merasa khawatir membuat anak bersikap egois dan merasa terlalu percaya diri dengan adanya pujian berlebih. Padahal, di era yang semakin modern ini pemikiran tersebut dapat dianggap sebagai pemahaman kuno. Kini, beberapa orang tua justru kerap memberikan pujian kepada anak mereka sebagai langkah tepat cara mendidik anak. Diyakini, memuji anak dapat membuat anak merasa lebih termotivasi, percaya diri, dan mampu menghadapi tantangan dalam kehidupan.
Memang, sebagian anak akan merasa senang ketika diberitahu bagaimana mereka memiliki paras yang sangat cantik atau tampan dan betapa bangganya Ibu pada mereka. Tapi Ibu, ketika memberi pujian pada anak, ada juga beberapa hal yang lebih penting dari sekedar meningkatkan rasa percaya diri mereka.
Tugas utama serta penting yang seharusnya dilakukan oleh orang tua adalah membentuk perilaku anak serta memperhatikan cara mendidik anak. Anak menganggap pujian sebagai hadiah, dan pujian sendiri adalah cara ampuh yang dapat membantu anak mengetahui perilaku baik dan buruk di usia dini mereka.
Seorang ahli dalam cara mendidik anak menganjurkan para orang tua untuk mengatakan lebih banyak hal positif dibandingkan negatif kepada anak mereka. Ibu bisa memulainya dengan melontarkan komentar di beberapa perilaku yang dilakukan oleh anak. Misalnya, ketika melihat si kecil bermain sendiri dengan balok, cukup katakan, “Kamu mainnya rapi yah sekarang.”
Cara memberi pujian ke anak
Walau terkesan sederhana, namun ada beberapa cara tepat dalam memberi pujian ke anak yang akan membantunya menjadi percaya diri dan bertanggung jawab.
Fokus pada prosesnya, bukan hasilnya
Sebuah laporan dari asosiasi psikolog di Amerika menjelaskan tentang kelompok reaksi anak kelas 5 ketika memecahkan soal Matematika. Beberapa anak menerima pujian karena kemampuan intelektualnya, sedang yang lain menerima pujian karena kerja kerasnya. Peneliti menemukan kalau memuji anak karena kepintarannya lebih berbahaya karena membuat anak tidak bisa menghadapi kegagalan. Hal sebaliknya terjadi pada anak yang menerima pujian karena usahanya, mereka terlihat lebih tabah dan sabar. Sehingga memasukkan proses memuji dalam cara mendidik anak terkadang harus sangat berhati-hati.
Memuji anak karena mereka pintar secara tidak langsung hanya memberi pujian untuk genetik yang sudah dimiliki, bukan pada apa yang telah diusahakan oleh anak.
Itu sebabnya ketika memuji batita dan anak sekolah, sangat penting bagi orang tua untuk fokus pada proses, bukan hasilnya. Misalnya, bila batita suka membantu Ibu mengurus kucing tapi justru menyebabkan sekitar menjadi berantakan, katakan hal seperti, “Memang susah membawa minum kucing pakai mangkok tanpa tumpah, tapi Ibu suka kamu sudah berusaha.” Atau dilain hari, katakan pada anak yang sedang bermain bola “Ibu suka cara kamu menggiring bola.” Ketelitian seperti inilah yang sangat dibutuhkan dalam proses cara mendidik anak.
Di kedua contoh ini, Ibu memuji usaha anak yang mengantar mereka pada sebuah hasil, bukan serta merta hasil itu sendiri. Dan ketika Ibu melakukannya, secara tidak langsung Ibu telah mengajari bagaimana bersikap positif pada sesuatu meski hasilnya tidak ideal. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengingatkan kepada anak, bahwa gagal bukanlah hal buruk. Jangan terlalu ikut andil pula dalam setiap hal yang dilakukan oleh anak. Pasalnya, ketika kita turun tangan untuk membantu hal yang sebenarnya bisa dilakukan oleh anak, secara tidak langsung pula kita telah merusak proses berkompetensi mereka. Menyelesaikan tugas tanpa bantuan orang dewasa adalah kunci untuk perkembangan diri anak.
Menatap mata anak
Cara mendidik anak untuk lebih percaya diri dengan prosedur memuji dinilai sangat efektif. Namun bagaimana Ibu memberi pujian kepada anak sangatlah penting, bahkan lebih penting dibanding suara yang Ibu ucapkan. Gunakan nada suara yang hangat dan penuh rasa sayang, dan jangan lupa juga untuk lakukan kontak mata. Dan bila memungkinkan posisikan wajah Ibu menghadap ke wajah anak. Interaksi seperti inilah yang dapat meningkatkan rasa percaya diri pada anak.
Pilih kata-kata yang tepat
Ketika memuji anak, gunakan bahasa yang sesuai dengan perkembangan anak. Memberi pujian sebagai cara mendidik anak yang masih bayi bisa dilakukan hanya dengan bergumam dan tersenyum. Ketika anak bertambah besar, gunakan kata-kata yang tepat dan tunjukkan pemahaman serta empati. Misalnya, bila anak berusia 2 tahun ingin mengenakan kaos kaki tapi tidak bisa, katakan seperti, “Kamu sudah berusaha keras untuk bisa memakai kaos kaki itu. Sekarang, Ibu bisa bantu kamu untuk bisa pakai sepatu sendiri.”
Berikan pujian untuk kekuatan individu anak
Anak selalu membandingkan dirinya dengan anak lain. Ia membandingkan dirinya dengan kakaknya, mulai dari cara menendang bola hingga membuat karya seni. Ibu bisa katakan, “Kakak memang bisa memainkan bola, tapi Ibu lihat kamu bisa lari dengan sangat cepat.” Pendekatan ini bisa membantu anak memahami kalau tiap orang memiliki kemampuan yang berbeda.
Perhatikan hal-hal kecil
Dalam melakukan beberapa cara mendidik anak, akan seringkali ditemukan saat ketika anak mencari perhatian kepada orang tuanya. Pasalnya, hal ini membuat mereka merasa disayang dan diakui keberadaannya. Karena hal inilah, Ibu bisa memulai untuk katakan, “Terima kasih ya sudah mau menggosok gigi tanpa Ibu suruh.”
Pujian spesifik membuat anak sadar jika Ibu telah memberikan perhatian padanya serta memberi contoh konkret kegiatan positif. Contoh kecil adalah, ketika anak meminjam mainan pada adiknya dengan sopan dan tenang. Di momen inilah, Ibu dapat secara langsung memberikan pujian pada anak. Pujian ini membuatnya paham bahwa hal tersebut merupakan kegiatan positif yang patut untuk diterapkan dalam kehidupan.
Bukan pujian palsu
Hindari kata “paling.” Kebanyakan anak menyadari kalau mereka bukanlah anak yang paling baik, siswa terbaik, atau bahkan atlet terbaik. Ketika anak sulit mengerjakan tugas atau salah ketika bermain piano, jangan berikan pujian palsu hanya untuk membuatnya tenang. Lebih baik katakan, “Kamu berusaha sangat keras untuk memainkan lagu itu.” Anak sangat ahli dalam mendeteksi pujian yang tidak tulus, dan memberinya pujian yang palsu bisa membuat mereka mempertanyakan kredibilitas Ibu.
Berikan pujian ketika anak layak mendapatkannya
Ibu dianjurkan untuk tidak pelit melontarkan pujian pada anak, tapi jangan juga memberi pujian secara berlebihan. Hal ini berisiko membuat anak meminta pujian untuk tiap tindakan kecil. Ibu bisa memuji anak ketika pertama kali ia mencuci sendiri piring kotor miliknya, tapi tidak perlu memujinya tiap kali ia memasukkan piring kotor ke bak cuci. Cukup ucapkan, “Terima kasih sudah bantu Ibu.” Hal ini akan membuatnya senang karena ia tahu bahwa Ibu menghargai kontribusinya.
Do’s dan don’ts dalam memuji anak
Sebelum Ibu bertepuk tangan dan melontarkan pujian, ada beberapa do’s dan don’ts penting yang perlu diingat dalam memberikan pujian sebagai salah satu cara mendidik anak.
Daripada mengatakan, kamu pemain bola yang hebat, katakan “Kamu menendang bola sangat keras dan kamu jadi pemain belakang yang bagus.” Pujian spesifik jauh lebih baik dan membantu anak mengidentifikasi kemampuan khusus mereka. Kapanpun memungkinkan, secara spesifik katakan, “Ibu suka cara kamu mewarnai tiap sudut gambar” atau “Kombinasi warna yang kamu pilih bagus.” Pujian deskriptif seperti ini membuat anak mengerti kenapa ia mendapat pujian dari Ibu. Dan ketika tindakan sesuai dengan pujian, anak bisa membedakan antara pujian palsu dan yang sesungguhnya. Lagi pula, anak tidak butuh pujian untuk tiap hal yang dilakukan.
Dorong aktivitas baru. Puji anak karena ia mau mencoba hal baru, seperti belajar mengendarai sepeda atau mengikat tali sepatu, dan tidak takut melakukan kesalahan.
Coba untuk tidak berlebihan memuji tentang atribut anak, seperti “Kamu pintar, ganteng, cantik, cerdas, dan berbakat.” Para Orang tua tentu kerap kali melakukan hal ini, memang tidak apa-apa jika sesekali memberikan pujian pada atribut anak. Tapi bila anak sering mendengar pujian ini, akan terdengar kosong dan punya arti yang sangat kecil bagi mereka.
Bila Ibu memuji berlebihan, secara tidak langsung Ibu juga akan kehilangan kredibilitas. Bila Ibu katakan “Kerja yang bagus,” atau “Ibu suka gambar itu” berulang kali, nantinya kata-kata ini tidak lagi memiliki arti bagi anak.
Pujian membuat anak menerima pesan kalau mereka diterima dan dihargai, tapi pujian berlebihan seperti “Kamu yang terbaik, paling pintar, atau paling cantik,” hanya membuat anak pada akhirnya merasa kecewa. Dan tentu saja hal tersebut dapat menjadi hambatan dalam proses bagaimana cara mendidik anak yang baik. Beberapa ahli juga mengatakan memuji berlebihan bisa membuat anak merasa tertekan untuk melakukan sesuatu dan cenderung untuk selalu mencari persetujuan dari orang lain. Tapi bila Ibu sering memberi dorongan, dan memberi pujian diwaktu yang tepat, anak akan merasa lebih percaya diri karenanya.
Berikan pujian ketika anak memang bersungguh-sungguh. Katakan, “Kerja yang bagus,” atau “Kamu berusaha sangat keras di ujian” ketika anak telah melakukan yang terbaik. Katakan juga kepada anak kalau Ibu melihat usaha keras mereka. Ini juga membuat anak menyadari kalau Ibu mengetahui perbedaan antara kapan mereka bekerja keras untuk mencapai sesuatu dan kapan anak memperoleh prestasi dengan mudah.
Ketika orang tua berlebihan memuji anak
Banyak orang tua mengalami kesulitan ketika memuji anak yang diangga sebagai cara mendidik anak yang baik. Lalu kapankah pujian akan dianggap terlalu berlebihan dan terlalu sedikit? Apakah kuantitas pujian lebih penting daripada kualitas pujian itu sendiri?
Meski tidak ada formulanya, para ahli memahami kapan, di mana, dan bagaimana cara memuji anak menjadi alat penting dalam meningkatkan rasa percaya diri anak secara sehat.
Orang tua biasanya memuji anak ketika mereka berprestasi bagus di sekolah, menang pertandingan bola, atau berhasil membangun istana dari pasir. Orang tua melontarkan pujian untuk apapun yang terlihat luar biasa. Tapi pada banyak kasus, pujian diberikan kepada anak untuk beberapa hal yang sesungguhnya biasa-biasa saja.
Jenn Berman, PhD, seorang terapis dan penulis buku berjudul The A to Z Guide to Raising Happy and Confident Kids, mengatakan orang tua cenderung berlebihan dalam memuji anak. Dengan memberikan pujian berlebihan, orang tua mengira membangun rasa percaya diri anak, padahal yang terjadi bisa sebaliknya.
Terlalu banyak menerima pujian bisa berefek negatif. Ketika pujian diberikan dengan cara yang tidak tulus, ini membuat anak takut mencoba hal-hal baru atau mengambil risiko karena mereka merasa khawatir tidak bisa berada di posisi yang diharapkan orang tua .
Selalu memuji anak membuat mereka merasa harus senantiasa menerima persetujuan orang tua dalam setiap hal. Hal ini tentu dapat membuat anak menjadi lebih penakut dan tidak berani melakukan sesuatu yang baru.
Namun, tidak memberi pujian juga sama merusaknya seperti memberikan terlalu banyak pujian. Anak akan merasa kalau ia tidak cukup baik atau merasa Ibu tidak peduli, dan sebagai akibatnya, anak tidak melihat sisi positif pada diri mereka.
Jadi berapa jumlah pujian yang tepat? Para ahli mengatakan kualitas pujian lebih penting dibanding kuantitasnya. Bila memuji dengan tulus dan fokus pada usaha anak, bukan hasilnya, anak akan menghargai setiap proses belajar yang ia lakukan. Ia juga akan mudah bangkit saat mengalami sedikit kegagalan dalam usahanya mencapai sesuatu.
Orang tua perlu mengenali usaha anak yang mendorong mereka untuk bekerja keras dan mencapai tujuan. Satu hal yang perlu diingat adalah prosesnya, bukan hasil akhirnya. Anak Ibu mungkin bukan pemain basket terbaik di teamnya. Tapi Ibu perlu memuji bagaimana usahanya dalam berlatih setiap hari. Ibu perlu memuji usaha ini meski teamnya menang atau kalah nantinya.
Memuji usaha anak, bukan hasilnya, juga bisa berarti Ibu menyadari usaha anak ketika ia bekerja keras untuk membersihkan taman, memasak makan malam, atau menyelesaikan tugas rumah. Tapi memuji harus diberikan pada proporsi yang sesuai. Berikut ini contoh positif di kehidupan nyata yang menampilkan bagaimana memuji anak sesuai dengan prestasinya:
Bila anak adalah siswa yang bertanggung jawab yang konsisten mendapat nilai bagus di pelajaran Matematika, misalnya, Ibu bisa menekankan pada kebiasaan belajarnya yang baik, tapi jangan berlebihan dengan memujinya setiap malam ketika ia duduk dan membuka buku bila ini adalah rutinitas yang normal. Berikan pujian ketika anak melakukan sesuatu yang luar biasa.
Ketika putri Ibu berlatih berminggu-minggu dan akhirnya bisa mengendarai sepeda roda dua, berikan pujian atas usahanya.
Ketika anak beratraksi dengan sepedanya, Ibu bisa katakan kalau ia berani. Tapi jangan berlebihan karena ia melakukannya hanya untuk bersenang-senang.
Ketika anak melakukan usaha khusus dan layak menerima pujian, Ibu bisa lontarkan pujian jika hal itu memang sesuai dengan kondisinya. Tapi para ahli sepakat untuk menghindari memuji anak dengan imbalan uang.
Ibu tentu ingin anak menjadi pribadi yang mudah termotivasi. Bila Ibu mengatakan, “Kalau kamu dapat nilai bagus, kamu akan dapat uang 50 ribu,” ini berarti Ibu menciptakan situasi di mana anak termotivasi oleh uang, bukan oleh rasa positif dari keberhasilannya.
Meski menawarkan insentif uang bukan ide yang tepat, Ibu perlu melihat kesempatan untuk merayakan kerja keras anak dan prestasinya. Keluar untuk makan es krim atau makan di luar setelah menerima rapor bagus jadi cara baik untuk merayakan kerja keras anak.
Memuji anak dengan membandingkannya dengan anak lain
Memuji anak karena lebih berprestasi dibanding teman sebayanya awalnya mungkin terlihat baik. Meski penelitian menunjukkan kalau pujian dengan membandingkan ini membuat anak termotivasi dan menikmati sebuah tugas, setidaknya ada dua masalah besar yang terjadi ketika Ibu memuji anak dengan membandingkannya dengan anak lain.
Pertama, memuji anak dengan membandingkannya dengan anak lain hanya memotivasi anak untuk bisa lebih unggul. Namun sayang, bila kompetisi berakhir tidak seperti yang diinginkan, anak secara otomatis akan kehilangan motivasi.
Pada sebuah eksperimen di Amerika pada anak kelas 4 dan 5, di mana anak diberikan satu set puzzle untuk diselesaikan dan mereka menerima:
Pujian dengan membandingkan dengan anak lain
Pujian tentang penguasaan dalam menyelesaikan tugas
Tidak dipuji sama sekali.
Selanjutnya ketika anak menyelesaikan tugas kedua, bagaimana pengaruhnya pada motivasi anak? Ini bergantung pada jenis pujian yang anak terima sebelumnya. Mereka yang menerima pujian dengan membandingkan mengalami kehilangan motivasi. Tapi anak yang menerima pujian karena kemampuannya menunjukkan peningkatan motivasi. Dengan kata lain, pujian dengan membandingkan berefek negatif ketika mereka tahu bahwa mereka tidak lebih baik dari temannya.
Masalah kedua, memuji dengan membandingkan mengajarkan anak kalau kompetisilah, bukan penguasaan, yang menjadi tujuan utamanya.
Ketika anak menganggap tujuan utamanya adalah untuk jadi lebih baik dari teman, mereka kurang motivasi diri untuk menyelesaikan tugas. Tugas hanya dianggap menarik ketika mereka bisa menunjukkan kalau mereka yang terbaik.
Yang lebih parah, anak menjaga kemampuan kompetisinya tetap tinggi sehingga menghindari tantangan dan kesempatan untuk belajar. Mereka menganggap kenapa harus mencoba hal baru dan berisiko gagal? Memuji dengan membandingkan tidak mempersiapkan anak untuk menghadapi kegagalan. Bukannya belajar hal baru dari kesalahan, anak malah meresponnya dengan merasa tidak berdaya.
(Ismawati & Yusrina / Dok. Unsplash)