Alergi Makanan Pada Bayi
Bunda, setiap bayi memiliki risiko mengalami alergi makanan, termasuk bayi Anda. Sekitar 4,6 persen anak usia kurang dari 18 tahun dilaporkan mengalami alergi pada makanan. Dengan memahami bagaimana alergi terjadi, Anda bisa mengenali tanda awal yang muncul untuk berjaga-jaga. Juga penting untuk mengetahui apa yang harus dilakukan saat bayi Anda mengalami reaksi alergi.
Ketika buah hati Anda mengalami alergi terhadap makanan, tubuhnya menganggap makanan ini sebagai benda asing dan terbentuk serangan dari sistem kekebalan tubuhnya. Kadang tubuh membentuk antibodi bernama IgE, yaitu protein yang mendeteksi makanan. Jika bayi Anda mengonsumsi makanan yang sama pada kesempatan berikutnya, antibodi akan memberi tahu sistem kekebalan tubuh untuk melepaskan zat semacam histamine untuk melawan benda asing ini. Zat ini mengakibatkan timbulnya gejala alergi, yang bisa bersifat ringan maupun berat.
Makanan penyebab alergi pada bayi
Tiap makanan bisa menyebabkan alergi, tapi makanan penyebab alergi paling umum pada anak kecil antara lain:
- Telur
- Susu sapi
- Kacang
- Kedelai
- Kacang mete
- Ikan seperti tuna, salmon, dan kod
- Kerang seperti lobster, udang, dan kepiting.
Tanda alergi makanan pada bayi
Gejala alergi makanan biasanya muncul sangat cepat setelah makanan dimakan, dalam beberapa menit hingga beberapa jam. Bila Anda memperkenalkan makanan baru ke bayi, perhatikan gejala berikut ini:
- Bilur
- Ruam atau kulit kemerahan
- Bengkak pada wajah, lidah, atau bibir
- Muntah dan atau diare
- Batuk atau nafas berbunyi
- Sulit bernafas
- Hilang kesadaran.
Gejala-gejala seperti rasa gatal dan timbulnya bintik merah, bengkak, atau kesulitan bernafas, biasanya muncul dalam 1 hingga 2 jam setelah bayi Anda mengonsumsi makanan tertentu. Keselamatannya bisa terancam jika ia mengalami reaksi alergi yang berat.
Pada beberapa kasus, gejala alergi makanan seperti eczema atau masalah gastrointestinal seperti muntah atau diare bersifat kronis dan terus-menerus. Eksim adalah kondisi kulit kering dan bersisik yang muncul di wajah, lengan, atau kaki bayi, tapi biasanya tidak pada area popoknya.
Bayi bisa mengalami reaksi terhadap makanan meski mereka telah memakan makanan tersebut sebelumnya tanpa ada masalah. Jadi bayi yang mewariskan kecenderungan alergi pada telur bisa jadi tidak memiliki reaksi pada beberapa waktu saat pertama kali memakannya, tapi perlahan ia akan menunjukkan gejala alergi.
Eksposur pertama bayi pada bahan makanan pemicu alergi bisa terjadi saat bahan makanan tersebut dicampurkan dalam bahan lainnya misalnya, telur dan susu yang ada pada kue yang dimakannnya. Alergi bisa terjadi pada jenis makanan apa saja, tapi ada beberapa kelompok makanan yang memiliki potensi sebesar 90 persen mengakibatkan alergi, diantaranya, telur, susu, kedelai, ikan seperti tuna atau salmon, kerang, lobster, udang, dan kepiting.
Bunda, segera hubungi dokter Anda jika si kecil terlihat mengalami kesulitan bernapas, timbul bengkak pada wajah dan bibir, atau muntah dan diare setelah makan. Bila bayi Anda mengalami gejala yang konsisten setelah 2 jam mengonsumsi makanan tertentu, tanyakan hal ini pada dokter. Ia bisa merujuk Anda pada seorang spesialis untuk dilakukan pengecekan lebih lanjut.
Bayi Anda mungkin mewarisi kecenderungan alergi tapi tidak secara spesifik. Misalnya, bila Anda mengalami alergi pada hewan peliharaan atau alergi pada makanan, anak Anda memiliki 50 persen kemungkinan untuk memiliki jenis alergi yang sama, meski tidak persis sama seperti yang Anda miliki. Kemungkinan ini bisa meningkat menjadi 75 persen jika kedua orangtua memiliki alergi.
Cara mengatasi reaksi alergi yang ringan
Penanganan untuk alergi makanan adalah dengan menghindari makanan yang menyebabkan alergi. Bila bayi didiagnosa alergi makanan, pastikan ia tidak makan makanan yang menyebabkan alergi. Cari tahu makanan mana yang bisa menyebabkan alergi, bagaimana membaca label makanan, dan bagaimana mengenali tanda awal reaksi alergi.
Konsultasikan ke dokter untuk mengetahui tindakan yang dibutuhkan bila bayi menunjukkan reaksi alergi. Bila anak mengalami alergi ringan, Anda bisa mengatasinya dengan antihistamine. Bila alergi bersifat parah, dokter mungkin perlu meresepkan epinephrine, obat untuk menghentikan anaphylaxis.
Pastikan siapapun yang merawat bayi, baik pengasuh, kerabat, maupun pekerja di daycare mengetahui alergi pada anak dan makanan apa yang tidak boleh diberikan. Beritahukan apa yang harus dilakukan bila anak menunjukkan reaksi alergi.
Bila muncul gejala ringan seperti ruam, hubungi dokter untuk evaluasi lebih lanjut. Setelah alergi spesifik bayi teridentifikasi, dokter akan mengambil langkah untuk mengatasi alergi, biasanya dengan pantangan makanan dan mengatasi paparan tak terduga.
Ingat Bun, hanya karena reaksi alergi awal bayi terhadap makanan baru bersifat ringan, kondisi ini bisa bertambah parah pada paparan berikutnya. Bicarakan pada dokter tentang makanan penyebab alergi pada bayi. Beberapa alergi hilang dengan sendirinya. Alergi telur dan susu biasanya hilang ketika anak bertambah besar, tapi alergi kacang dan kerang biasanya tidak hilang.
Berikan makanan secara bertahap untuk mengidentifikasi alergi makanan
Memulai pemberian makanan padat jadi hal seru bagi orangtua. Tapi muncul pertanyaan dan kekhawatiran, terutama berkaitan alergi makanan. Makanan apa yang paling mungkin menyebabkan alergi pada bayi dan bagaimana mencegahnya?
Sebaiknya orangtua memperkenalkan makanan baru ke bayi secara bertahap, satu per satu, untuk mengantisipasi alergi makanan. Jika tidak, orangtua bisa kesulitan menghubungkan alergi dengan makanan tertentu. Misalnya, bila Anda memberikan bayi 3 makanan baru dalam sehari dan ia menunjukkan reaksi alergi, Anda tidak tahu makanan mana yang jadi penyebabnya.
Jenis makanan atau urutan makanan yang diperkenalkan tidak jadi persoalan, selama makanan yang Anda tawarkan sehat dan seimbang untuk bayi. Tiap kali Anda menawarkan makanan baru, Anda perlu menunggu 3 hingga 5 hari sebelum menambahkan makanan baru lain ke menu bayi. Jangan hilangkan makanan lain yang bayi makan selama waktu ini, Anda sudah tahu makanan ini aman karena anak tidak menunjukkan reaksi alergi hingga saat ini. Hanya saja, jangan tambahkan makanan baru lain.
Cara mudah melindungi bayi dari alergi makanan
Kini dokter merekomendasikan penyebab alergi potensial diperkenalkan ke bayi lebih awal. Dengan begitu, ini bisa mencegah bayi mengalami alergi pada makanan ini. Menyusui bayi selama 6 bulan jadi cara terbaik mencegah alergi susu. Ingat, ASI atau susu formula lebih tinggi nutrisinya. Ketika Anda mulai memperkenalkan susu sapi segar, Anda perlu melakukannya di bawah pengawasan dokter dan itu sebaiknya diberikan untuk anak di atas 1 tahun. Yoghurt dan keju lunak bisa Anda berikan ke bayi, karena protein di produk susu ini kurang mungkin menyebabkan masalah perut.
Untuk mengantisipasi bayi yang berisiko tinggi alergi, kacang perlu diperkenalkan antara usia 4 sampai 6 bulan. Bayi berisiko tinggi alergi kacang bila memiliki eksim atau alergi telur atau keduanya. Penyebab alergi potensial lainnya seperti ikan harus diperkenalkan selama periode Anda memperkenalkan makanan padat, yakni antara 6 sampai 9 bulan.
Anda perlu menunggu hingga setidaknya 1 tahun (sebagian ahli berpendapat 2 tahun) untuk memperkenalkan madu yang bisa menyebabkan penyakit potensial serius bernama botulisme. Tanyakan ke dokter anak untuk mendapat panduan tentang hal ini.
Sekitar 6 persen bayi punya indikasi alergi makanan. Ini berarti ketika bayi terpapar makanan tertentu, sistem kekebalan tubuhnya bereaksi, memproduksi antibodi alergi yang mengenali makanan. Ketika ia memakan makanan yang sama, ia dengan cepat mengalami gejala seperti gatal, ruam, muntah, diare, atau sulit bernapas.
Makan yang paling sering menyebabkan respon alergi pada bayi termasuk susu sapi, telur, kacang, tepung, kedelai, ikan, dan kerang. Dan tidak masalah bila anak usia 2 bulan Anda belum pernah mencicipi kacang. Bila Anda makan mentega kacang, ia bisa terpapar kacang melalui ASI atau kulit.
Bila bayi sering mengalami masalah perut (bergas, kembung, diare, kram, atau muntah) setelah makan makanan tertentu, ia mungkin mengalami intoleransi makanan. Ini berarti sistem pencernaannya tidak nyaman menerima makanan. Sebanyak 15 persen bayi di bawah usia 12 bulan mengalami intoleransi makanan, tapi tingkat keparahannya bisa bervariasi. Untuk beberapa anak butuh jumlah makanan sedikit saja untuk menyebabkan reaksi. Kadang intoleransi makanan berlangsung hanya beberapa hari, tapi bisa juga bertahan cukup lama.
Susu sapi dan alergi makanan
Susu sapi jadi makanan yang paling mungkin timbulkan alergi. Hingga 7 persen bayi mengalami kesulitan mencerna protein susu. Banyak orangtua keliru membedakannya dengan intoleransi laktosa, yakni ketidakmampuan untuk mencerna laktosa protein susu yang umum terjadi pada anak lebih besar dan orang dewasa. Tapi kondisi ini jarang terjadi pada bayi.
Bila bayi mengalami masalah perut, biasanya ia menjadi rewel setelah makan, bicarakan hal ini pada dokter. Ia akan menentukan apakah bayi mengalami intoleransi makanan atau hal lain. Ketika bayi tidak minum susu formula dengan baik, tidak tepat mencampur susu bisa jadi penyebabnya. Bila bayi menyusu ASI, melihat pola makan ibu bisa membantu mengetahui makanan mana yang membuat bayi lebih bergas. Kelebihan makan juga bisa menyebabkan gejala serupa.
Mengindentifikasi Alergi Pada Anak
Banyak anak yang bisa mengatasi alergi terhadap kedelai dan gandum di saat mereka di usia mulai masuk sekolah, dan sekitar 20 persen anak bisa mengatasi alergi pada kacang. Alergi pada kacang, ikan, dan kerang kemungkinan berlangsung lebih lama daripada alergi pada makanan jenis lain. Beberapa penelitian terbaru ada yang mengungkapkan bahwa alergi pada susu dan telur bisa berlangsung lebih lama dari sebelumnya. Lebih sedikit anak yang mampu mengatasi alergi pada susu dan telur pada usia 8 hingga 10 tahun.
Bicarakan pada dokter bila Anda mengira si kecil mengalami alergi pada makanan. Dokter mungkin menyarankan Anda membuat catatan makanan yang dimakan bayi Anda untuk membantu mengidentifikasi penyebabnya atau melakukan perubahan pada jenis susu formula yang diminum.
Dokter juga bisa merujuk Anda pada seorang spesialis. Spesialis akan bertanya dengan rinci tentang gejala yang dialami bayi Anda. Ia juga bisa melakukan uji alergi pada kulit atau tes darah untuk menentukan apakah gejala yang diderita disebabkan oleh reaksi kekebalan.
Jika tes kulit mengakibatkan bintik merah yang menimbulkan rasa gatal atau tes darah menunjukkan bayi Anda memiliki antibodi IgE terhadap makanan, ada kemungkinan ia mengalami alergi pada makanan tertentu.
Jika hasil tes negatif, gejala yang dialami bayi Anda kemungkinan tidak disebabkan oleh alergi makanan, meski bisa jadi disebabkan oleh intolerasi pada makanan. Pada kondisi ini, Anda akan dirujuk pada gastroenterologist untuk dapat menunjukkan dengan tepat penyebab intoleransi pada makanan dan untuk mengetahui penjelasan lain dari gejala yang ditunjukkan bayi Anda.
Untuk mencegah terjadinya alergi pada makanan, dahulu para orangtua disarankan untuk menunda memperkenalkan beberapa makanan tertentu pada anak yang kemungkinan memiliki alergi karena orangtua juga mengalami alergi. Tapi penelitian terbaru menyatakan ini bukanlah langkah yang tepat untuk dilakukan. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa penundaan memperkenalkan makanan yang berisiko alergi bisa mencegah anak terkena alergi.
Satu hal penting yang disetujui para ahli adalah bahwa menyusui bisa menjaga anak Anda dari alergi. Susui bayi Anda selama mungkin, terutama bila Anda memiliki riwayat alergi pada keluarga. Untuk pemberian makan, perkenalkan bayi Anda pada makanan baru secara bertahap. Tawarkan satu makanan pada sekali waktu, lalu tunggu beberapa hari untuk tiap perkenalan pada makanan baru. Dengan begitu Anda dengan mudah bisa mengetahui makanan mana yang mengakibatkan reaksi alergi pada bayi Anda.
Tidak ada pengobatan yang bisa menyembuhkan atau mencegah reaksi alergi pada makanan. Kunci untuk mencegah reaksi alergi adalah dengan menghindari makanan pemicu alergi. Menghindari makanan tertentu memang akan lebih sulit dari kedengarannya.
Makanan pemicu alergi bisa ada di tempat yang tidak Anda kira sebelumnya, dan bahkan jumlah yang sedikit bisa memicu reaksi yang berbahaya. Kebanyakan orang yang mengalami alergi tingkat berat telah mengonsumsi makanan yang awalnya mereka anggap aman.
Sepertinya mulai saat ini Anda akan menjadi lebih teliti dalam membaca label pada makanan, mengetahui mana bahan yang harus dihindari, dan bertanya tentang komposisi bahan makanan restoran tempat Anda makan atau di rumah teman yang sedang Anda kunjungi. Website yang berkaitan dengan alergi makanan juga bisa membantu Anda mengidentifikasi dan mencari tahu bahaya tersembunyi dibalik jenis makanan tertentu. Anda bisa menghubungi pihak pabrik jika tidak merasa yakin dengan bahan-bahan dari sebuah produk.
Protein yang memicu alergi bisa dialirkan pada ASI Anda. Jadi Anda perlu menghentikan konsumsi makanan penyebab alergi jika Anda menyusui bayi yang juga memiliki risiko terkena alergi. Bila bayi Anda mengonsumsi susu formula dan mengalami alergi pada susu sapi, kemungkinan Anda perlu mengganti susu formulanya.
Beberapa bayi yang mengalami alergi pada susu sapi juga mengidap alergi pada kedelai, jadi penting untuk mendiskusikan situasi ini dengan dokter sebelum melakukan perubahan. Apabila bayi Anda telah didiagnosa mengalami alergi makanan, Anda perlu mengetahui secara pasti makanan mana yang wajib dihindari, dan bagaimana mengenali tanda awal reaksi alergi.
Apakah alergi itu keturunan?
Dokter tidak sepenuhnya memahami kenapa beberapa anak mengalami alergi makanan sedang lainnya tidak. Tapi bayi berisiko lebih tinggi mengalami alergi makanan bila orangtua atau saudara kandungnya memiliki alergi terhadap makanan atau terhadap debu, hewan, atau serbuk sari. Anak biasanya tidak mengalami alergi lingkungan hingga usia 2 atau 3 tahun.
Para ahli berpendapat bayi dengan riwayat keluarga alergi bisa menghindarinya bila ibu menghindari makanan yang biasa menimbulkan masalah ketika menyusui dan bila menunggu memperkenalkan makanan ini hingga usia bayi lebih besar. Kini ada cukup bukti untuk mendukung praktik ini, dan beberapa penelitian baru dilakukan untuk memastikan apakah paparan awal terhadap makanan penyebab alergi bisa membuat bayi terhindar dari mengidap alergi.
(Ismawati)