Anak Laki-laki dan Permainan Tembak-Tembakan
Jika kebanyakan anak perempuan gemar bermain boneka, hampir setiap anak laki-laki senang bermain perang-perangan atau tembak-tembakan. Anak Bunda salah satunya? Jika ya, bisa jadi beberapa di antara Anda merasa khawatir permainan tembak-tembakan – di mana lawan bermainnya pura-pura kalah dan jatuh-- akan berdampak buruk bagi perilaku anak di masa depan.
Kekhawatiran Anda sebenarnya beralasan, mengingat seiring perkembangan zaman, gambaran kekerasan dapat dengan mudah dijumpai anak, mulai dari permainan video games, film-film di TV, maupun tayangan perang sesungguhnya di berbagai berita televisi ataupun internet. Namun jangan panik, Bunda, karena pada dasarnya anak telah paham bahwa permainan tembak-menembak tersebut hanyalah pura-pura.
Meski belum ada penelitian yang menyebutkan permainan tembak-tembakan pada anak dapat memicu perilaku kekerasan di kemudian hari, para pakar anak sepakat jika orang tua melarang anak laki-laki bermain tembak-tembakan sama sekali, anak justru akan terpicu untuk marah dan memberontak. Jadi santai saja, ya Bunda, anak-anak hanya bereksperimen menggunakan imajinasinya, kok. Mereka mencoba menciptakan suara-suara gemuruh dar-der-dor seolah-olah di sekelilingnya sedang ada kobaran api dan berada di medan pertempuran bohong-bohongan.
Tetapi jika Anda masih merasa khawatir dengan permainan tembak-tembakan tersebut, Anda bisa mencoba ikut terlibat dalam permainan sehingga anak senang dan Anda pun lega. Berikut beberapa kiat yang bisa Anda lakukan ketika mendampingi si kecil bermain tembak-tembakan.
1. Buat pistol sendiri.
Bunda seram melihat bentuk pistol mainan si kecil? Daripada Anda ketakutan sendiri, jika memungkinkan, hindari menggunakan pistol mainan yang banyak dijual di toko-toko mainan anak. Toh anak tetap bisa bermain tembak-tembakan dengan menggunakan stik es loli, gulungan koran, termometer, mikrofon, pentungan kecil, atau benda-benda lain yang bisa digunakan sebagai pistol. Dengan begitu anak akan lebih mengutamakan imajinasinya, sehingga dia bisa puas bermain dan Anda pun lega dibuatnya.
2. Jangan mempermalukan.
Bunda mungkin merasa tidak nyaman ketika anak bermain tembak-tembakan, tapi bukan berarti Anda langsung frontal melarangnya bermain. Sebab hal itu justru mempermalukan dia. Menurut William Pollack Ph.D, penulis buku Real Boys, anak laki-laki butuh permainan untuk mengekspresikan perasaan dan keberaniannya. Jadi daripada marah-marah dan melarang si kecil bermain tembak-tembakan, lebih baik Bunda ajak ngobrol dia tentang permainan tersebut, sejauh mana anak mengerti kalau ini hanyalah permainan dan tidak boleh diaplikasikan dalam dunia nyata. Lebih baik lagi jika Bunda ikut mendampingi anak bermain sehingga Anda paham perspektif anak soal permainan tembak-menembak.
3. Buat keputusan bersama-sama.
Jika pistol mainan anak Anda membuat takut anak lainnya, coba katakan padanya dengan lembut dan hati-hati. Jangan langsung berapi-api. Anda bisa katakan seperti ini, “Dede senang banget ya main pistol-pistolan? Tapi Bunda kok agak takut, ya De kalau Dede pura-pura nembak di muka Bunda?” Supaya anak tidak merasa dibatasi permainannya, ajaklah anak berdialog tentang bagaimana cara bermain yang aman dan tidak membuat takut orang lain.
4. Ajari problem solving.
Dengan bermain tembak-tembakan, anak biasanya akan belajar memahami kekuatan dalam sebuah hubungan. Dengan menembaki “manusia jahat,” anak berpikir dapat menciptakan dunia yang lebih damai, tanpa gangguan si penjahat. Nah, tugas Bunda adalah mengajari si kecil problem solving yang dapat menghargai semua pihak, tidak menyakiti baik secara fisik maupun emoisonal. Lewat permainan tembak-tembakan Anda juga bisa menyisipkan pesan menciptakan dunia yang lebih nyaman dan damai. Anda juga harus meyakinkan diri sendiri bahwa dengan bermain tembak-tembakan atau perang-perangan bukan berarti anak akan menjadi seperti yang ia perankan kelak di kemudian hari.
(Dini)