10 Alasan Balita Susah Makan dan Cara Mudah Mengatasinya
Balita susah makan menjadi salah satu “mimpi buruk” yang hampir pasti dialami orangtua dalam perjalanan membesarkan anaknya. Ibu yang pernah melewati fase ini, atau mungkin sedang berada di fase ini, pasti paham bagaimana frustrasinya jika balita susah makan. Apalagi jika Ibu atau Ayah sudah rela berlama-lama di dapur untuk menyiapkan makanan spesial untuk anaknya, berharap ia makan dengan lahap, namun yang terjadi justru sebaliknya. Anak tidak mau makan, bahkan menolak saat diminta mencicipi sedikit. Rasanya mungkin jauh lebih sakit daripada ditolak gebetan, ya, Bu?
Selain kecewa karena ditolak anak sendiri, saat balita susah makan Ibu dan Ayah pun jadi khawatir tentang kesehatan tubuhnya. Bagaimana jika anak kekurangan gizi dan nutrisi penting? Bagaimana jika tumbuh kembangnya terganggu? Bagaimana kalau berat badannya tidak bertambah atau bahkan turun? Semua pertanyaan itu tak jarang membuat orangtua stres, panik, dan frustasi. Sebagian bahkan tidak segan untuk memaksa anaknya makan dengan “menghalalkan” segala cara. Padahal, memaksa anak makan apalagi jika menggunakan cara kasar justru bisa memperparah kondisinya, lo. Anak bisa trauma dan jadi semakin membenci waktu makannya.
Sebenarnya, balita susah makan ini menjadi sesuatu yang sangat normal terjadi. Anak-anak sendiri memiliki pola makan atau makanan kesukaan yang masih sulit ditebak. Hari ini dia bisa memakan semua makanan yang disodorkan kepadanya. Namun, esok hari, ia bisa jadi sangat picky eater, ditawari A ogah, ditawari B menolak, bahkan makanan yang biasa disuka, ia juga bisa saja enggan memakannya. Jika ini terjadi, orangtua seringkali stres sehingga menurunkan mood seharian.
Penyebab Orangtua Frustrasi saat Balita Susah Makan
Satu hal yang membuat para orangtua merasa frustrasi saat melihat anaknya menolak makan adalah karena mereka menaruh harapan terlalu tinggi pada anaknya. Memang, siapa sih orangtua yang tidak ingin melihat anaknya makan dengan lahap? Pasti semua orangtua menginginkan hal tersebut. Namun, berharap anak bisa selalu menghabiskan makanannya justru bisa menyebabkan Ibu dan Ayah stres, lo, terlebih kalau yang terjadi malah sebaliknya!
Seorang ahli dalam pemberian makan pada anak-anak, Ellyn Satter, mengenalkan sebuah konsep menarik: “The Satter Division of Responsibility in Feeding (sDOR)”. Strategi ini sudah diterapkan pada banyak keluarga dan seringkali berhasil. Menurut sDOR, orangtua dan anak memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda dalam hal pemberian makan. Orangtua (atau pengasuh) bertanggungjawab pada: apa yang disajikan (what is served), kapan menyajikan (when it’s served), dan di mana menyajikannya (where it’s served). Sedangkan anak-anak bertanggungjawab atas: apakah mereka mau makan (whether they eat) dan seberapa banyak mereka mau makan (how much they eat).
Begitu sDOR diterapkan, kemungkinan besar tidak akan ada lagi drama orangtua frustasi, stres, bahkan sampai menangis hanya karena anaknya menolak makan. Ini karena dalam konsep tersebut, bukan jadi tugas orangtua untuk membuat anaknya mau makan. Orangtua hanya perlu percaya pada insting lapar si kecil, bahwa ia pasti akan makan kalau sudah lapar. Memaksa anak makan, padahal sebenarnya ia belum lapar, justru akan merusak insting tersebut. Anak akan sulit merasakan lapar karena sudah dipaksa makan saat perutnya lapar. Bila pemaksaan ini terus dilakukan, bukan tidak mungkin anak akan menghadapi masalah yang lebih rumit seputar makanan saat ia sudah besar nanti.
Apa yang Membuat Balita Susah Makan?
Inilah yang jadi pertanyaan sejuta orangtua di luar sana saat melihat anaknya susah makan. Sebenarnya, penyebab balita susah makan ini sangat amat kompleks dan bisa berbeda-beda pada setiap kasus. Namun, Sarah Remmer, seorang ahli diet anak dan ahli nutrisi, merangkum jawabannya dalam 10 alasan umum kenapa balita susah makan di laman blognya.
Anak merasa berada di bawah tekanan
Balita dan anak kecil dapat merasakan tekanan walau orangtua tidak secara langsung menekannya, seperti terus meminta anak memasukkan makanannya ke mulut. Bahkan seringkali tekanan ini terjadi tanpa orangtua sadari. Coba diingat kembali, apakah Ibu atau Ayah terus mengawasi gerak-gerik anak saat makan? Mendorong piring agar lebih dekat ke anak? Terus mencoba menyuapi anak walau ia tampak ingin makan sendiri? Membicarakan soal anak yang susah makan dengan orang dewasa lain di sekitarnya? Semua itu adalah bentuk tekanan tidak langsung, dan faktanya dapat membuat anak justru malas membuka mulut.
Anak merasa tidak memiliki otoritas
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa anak-anak akan makan lebih baik ketika mereka memiliki andil dalam membantu berbelanja, menyiapkan, memasak, atau menyajikan makanan mereka. Dalam sDOR memang disebutkan bahwa itu semua sebenarnya jadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh. Namun, tidak ada salahnya meminta bantuan anak untuk mencampur bahan-bahan, atau menyiapkan makanan di meja. Ini dapat membuat anak merasa memiliki kendali. Sebab bisa saja balita susah makan karena ia bosan dengan apa yang disajikan, atau mungkin mereka cara makanan tersebut dimasak.
Anak bosan dengan makanannya
Kalau orang dewasa boleh merasa bosan dengan makanannya, kenapa balita tidak boleh merasakannya? Ya, seperti halnya kita, Bu, akan ada masa di mana anak merasa bosan dengan apa yang diberikan kepadanya. Walau dulu dia terlihat suka sekali dengan satu menu makanan, bisa jadi suatu saat ia malah membencinya. Bedanya, kita bisa dengan leluasa mencari alternatif lain supaya tidak bosan, beda dengan anak-anak yang tidak punya pilihan selain mengunci mulutnya rapat-rapat. Apalagi mereka juga masih sulit mengutarakan perasaan bosannya.
Anak memang tidak lapar
Selera makan balita dan anak-anak bisa jadi tidak terduga dan tidak menentu sehingga orangtua sulit memprediksi. Setelah usia dua tahun, pertumbuhan melambat dan lebih stabil, yang berarti balita mungkin tidak lagi selapar dulu. Ada hari di mana anak makan banyak dan lahap, namun di hari lain ia bahkan enggan menyentuh makanannya. Sebenarnya hal ini sangat wajar bagi balita, selama orangtua tetap fokus pada tanggung jawabnya, dan menyerahkan keputusan makan atau seberapa banyak yang dimakan pada anak.
Anak terdistraksi sesuatu
Mengizinkan anak makan sambil menonton TV, gadget, atau bermain dengan mainannya hanya akan membuat anak tidak fokus pada makanannya. Balita memiliki kesulitan untuk fokus pada banyak hal. Membagi fokus antara makanan dengan tontonan menarik, malah bisa membuatnya mencurahkan sebagian besar fokusnya pada tontonan tersebut. Alhasil, ia pun jadi lebih sulit membuka mulut karena tidak sepenuhnya menikmati makanannya.
Porsi makan yang ditawarkan terlalu besar
Beberapa anak bisa jadi terganggu dengan porsi makan yang terlalu besar. Sebagian orangtua mungkin berpikir, dengan memberikan porsi banyak akan membuat anak semangat makan, atau alasan lainnya. Tapi ini justru bisa membuat balita susah makan. Mungkin karena porsi makan yang tidak wajar bagi mereka ini terlihat sebagai bentuk penekanan.
Anak takut atau gugup untuk mencoba makanannya
Coba bayangkan bagaimana rasanya jika kita ditawari makanan asing yang belum pernah kita coba sama sekali. Pasti kita akan gugup, apalagi jika wujudnya juga belum pernah kita lihat. Anak-anak juga akan merasakan hal yang sama ketika ditawari makanan yang belum pernah mereka coba. Sedikit tips, Ibu bisa melahapnya di depan anak, supaya ia percaya bahwa makanan tersebut aman dan enak.
Anak terlalu banyak minum susu
Banyak orangtua memberikan anak susu di sela-sela jam makan beratnya. Namun, terlalu banyak minum susu juga bisa membuat anak kenyang saat waktu makan. Susu mengandung lemak sekaligus protein, dua nutrisi yang membuat perut anak kenyang dan terasa penuh. Inilah yang bisa semakin membuat balita susah makan. Selain itu, kebanyakan susu juga bisa menggantikan nutrisi penting lainnya yang seharusnya bisa anak peroleh dari makanan lain.
Anak terlalu banyak makan snack
Anak-anak memang perlu diberi snack di antara waktu makan beratnya. Namun, sebaiknya orangtua memerhatikan porsi yang diberikan serta waktu pemberiannya. Pasalnya jika porsi yang diberikan terlalu besar apalagi diberikannya terlalu mepet di jam makan berat, bisa-bisa ia justru menolak makan. Berikan anak snack sehat setidaknya 2 jam sebelum makan berat.
Anak memang sedang sakit atau tidak enak badan
Selain alasan-alasan di atas, balita susah makan juga bisa disebabkan karena kondisi medis tertentu. Bisa jadi ia memang sedang sakit atau tidak enak badan. Saat kita sakit, makanan seenak apapun juga rasanya akan hambar, kan, Bu? Atau saat batuk, biasanya tenggorokan akan sakit saat buat menelan makanan. Hal-hal ini juga akan dirasakan anak saat ia sakit.
Cara Mengatasi Balita Susah Makan
Mengingat pola makan balita yang cenderung sulit ditebak, menemukan cara mengatasi balita susah makan pun juga tak kalah menantangnya. Tips tertentu boleh jadi manjur diterapkan untuk A, namun belum tentu cara yang sama akan manjur bagi B. Pada akhirnya, semua akan tergantung pada kreativitas dan kesabaran orangtua untuk mencoba berbagai cara yang benar-benar ampuh untuk anaknya. Berikut ini beberapa cara yang bisa Ibu coba untuk mengatasi balita susah makan, seperti dilansir dalam laman Healthline:
Ciptakan suasana makan tanpa distraksi
Saat jam makan anak tiba, matikan semua alat elektronik di rumah yang bisa mendistraksi anak, seperti TV atau radio. Jauhkan juga gadget dari sekitar meja makan, apalagi sampai menyodorkan HP atau tablet kepada anak agar ia mau duduk diam dan makan. Ini termasuk meninggalkan ponsel Ibu atau Ayah sejenak dan tidak memainkannya saat sedang menyuapi atau menemani anak makan!
Ajak anak makan bersama keluarga yang lain
Alih-alih memisahkan tempat dan waktu makan anak dengan yang lain, ada baiknya Ibu mengajak anak untuk ikut makan bersama keluarga di meja makan. Gunakan booster seat agar anak bisa sejajar dengan orang dewasa. Lakukan aktivitas makan bersama ini seperti biasa, Ibu makan, Ayah juga makan, sambil mengobrol santai. Ini dapat membuat anak lebih rileks dan menikmati makanannya.
Hilangkan sebab-sebab yang dapat membuat anak tertekan
Memaksa, meneriaki, atau memarahi seorang anak hanya agar dia mau makan seringkali tidak membantu. Begitu mereka mulai kesal atau mulai menangis, kemungkinan nafsu makannya malah jadi hilang. Bayangkan hal yang sama terjadi pada kamu, dipaksa, dimarahi, dan diteriaki agar mau makan, tentu mood malah jadi turun, kan?
Libatkan anak dalam proses menyiapkan makanan
Melibatkan anak dalam proses belanja, hingga memasak makanan mungkin dapat membuatnya lebih semangat makan. Ini karena dia bisa menyaksikan sendiri bagaimana bahan makanannya dipilih dan dibeli, sampai dimasak menjadi hidangan yang lezat. Orangtua juga dapat menerapkan cara ini jika ingin memperkenalkan jenis makanan baru yang belum pernah si kecil coba sebelumnya.
Biarkan anak makan sendiri
Seringkali orangtua ingin membantu atau menyuapi anak makan supaya lebih cepat selesai atau agar makanan tidak banyak yang terbuang. Padahal, para balita sedang senang-senangnya melakukan segala sesuatu sendiri, termasuk makan. Jika anak memang ingin makan sendiri, biarkan ia melakukannya. Walaupun memang meja jadi lebih berantakan, atau ada kemungkinan makanannya hanya dimainkan atau tidak dimakan semua. Selain dapat membuat balita merasa memiliki otoritas, membiarkannya makan sendiri juga akan membantu mengasah kemandiriannya, lo!
Berikan porsi yang wajar untuk anak
Cara mengatasi balita susah makan juga bisa dilakukan dengan memberinya porsi makan yang wajar. Bisa jadi masalah bukan pada anak yang menolak makan, tapi lebih ke mereka yang menolak menghabiskan semua makanan di piringnya. Perlu diingat bahwa anak-anak tidak membutuhkan makanan sebanyak orang dewasa. Cobalah untuk menyajikan porsi yang lebih kecil di depan si kecil. Biasanya, anak akan kelihatan tidak lapar di awal. Terutama anak-anak yang masih kecil, ia dapat mengalami perubahan nafsu makan yang besar selama satu hari, bahkan selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Jadi, tidak apa-apa jika ia menolak sarapan, bisa jadi ia akan makan lahap di siang atau malam hari.
Kurangi snack di luar waktu makan berat
Beberapa anak akan menolak makan jika mereka terlalu banyak makan atau minum snack di siang hari. Ukuran perut mereka masih kecil, jadi mereka tidak butuh makan banyak untuk membuatnya kenyang. Snack sehat memang penting, apalagi bagi balita yang masih dalam masa pertumbuhan. Namun, pastikan pemberian snack tidak terlalu mepet dengan jam makan berat ya!
Jangan menyerah untuk menawari anak makan
Saat balita susah makan, orangtua mungkin akan sedikit trauma menawarinya makan kembali. Ingat dengan konsep sDOR di atas ya, tanggung jawab orangtua hanya sampai pada menyiapkan makan saja, dan bukan tugas orangtua untuk membuat anaknya mau makan. Meski anak menolak makan, terus tawari anak makan secara lembut. Jangan memaksa dan jangan terlalu memperhatikan apakah anak memakannya atau tidak. Biarkan saja ia menikmati dan memutuskannya sendiri.
Tampaknya, balita susah makan tidak selalu berarti berita buruk, ya? Mulai saat ini, berhenti menjadi terlalu khawatir. Jika si kecil menolak makan, sangat mungkin ini normal. Seiring waktu, selera dan kebiasaan mereka kemungkinan besar akan berkembang saat Ibu terus menawarkan berbagai makanan. Bila anak menunjukkan penolakan makan selama berhari-hari, terlebih jika ada tanda-tanda ia sakit, lemas, demam, dan sebagainya, segera konsultasi ke dokter anak!
Penulis: Darin Rania
Editor: Dwi Ratih