Ibupedia

Cara Membicarakan tentang Kematian dengan Anak Kecil

Cara Membicarakan tentang Kematian dengan Anak Kecil
Cara Membicarakan tentang Kematian dengan Anak Kecil

Kematian merupakan hal tersulit untuk dibicarakan dengan anak kecil, terutama ketika kedukaan itu sedang menimpa Anda. Tapi kematian merupakan hal yang tak terelakkan dan anak perlu memahaminya.

Anak prasekolah (usia 3-4 tahun) sudah sedikit paham tentang kematian. Mereka mungkin pernah mendengarnya dari cerita atau menontonnya dari tayangan televisi. Beberapa anak bahkan telah melalui kondisi kematian anggota keluarga atau binatang peliharaannya.  

Ada beberapa aspek tentang kematian yang anak balita belum mengerti. Misalnya, mereka tidak memahami bahwa kematian bersifat permanen dan terjadi pada setiap orang. Mereka juga tidak mengerti bahwa kematian membuat tubuh tidak lagi berfungsi.

Mereka masih meyakini bahwa orang yang mati masih bisa makan, tidur, dan melakukan hal yang normal. Meski sudah berkali-kali Anda jelaskan, anak prasekolah tetap tak bisa mencerna apa yang menyebabkan kematian. Mereka menganggap kematian bersifat sementara.

Bahkan ketika salah satu keluarga meninggal dunia, si anak tidak melihatnya sebagai sesuatu yang dapat terjadi pada mereka. Anak pada usia ini bereaksi terhadap kematian dengan cara yang berbeda. Jangan heran bila anak Anda mengalami kemunduran pada toilet training atau tiba-tiba menolak untuk masuk sekolah saat ada orang terdekatnya meninggal. Semua aktifitas hariannya bisa terganggu, ia sedang berusaha memahami kenapa orang dewasa di sekelilingnya berduka.

Bisa juga ia tak menunjukkan reaksi apapun, semua responnya mungkin bercampur dengan keceriaan dan permainannya di hari-hari biasa. Kondisi ini juga normal. Kadang ia langsung merasakan duka tapi bisa juga rasa itu tertunda hingga ia merasa aman untuk mengeluarkan rasa itu.

Proses ini bisa berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terutama jika ia kehilangan orangtua atau salah satu saudara kandungnya. Anak Anda mungkin akan berperilaku janggal, misalnya ia berpura-pura mati. Meski cara ini sangat mengejutkan, tapi hal ini juga normal. Lalu bagaimana caranya menjelaskan tentang kematian pada anak kecil? Berikut carannya:

1. Berikan Jawaban Singkat dan Sederhana

Anak kecil tak dapat menerima terlalu banyak informasi dalam satu kesempatan. Pada usia ini, lebih baik menjelaskan kematian dari segi fungsi fisik, bukan sebagai diskusi rumit yang berkaitan dengan suatu penyakit penyebab kematian. Anda bisa jelaskan, “Sekarang om sudah meninggal. Tubuhnya tidak lagi berfungsi. Ia tak dapat berjalan atau berlari. Om juga tidak lagi makan, minum, atau melihat. Ia juga tidak merasakan sakit.” Juga penting untuk membantu anak mengerti hal-hal lain, seperti siapa yang akan merawatnya jika misalnya orangtuanya meninggal.

2. Jangan Hindari Pertanyaannya

Sangat normal bagi anak Anda penasaran dengan hal-hal yang berkaitan tentang kematian, meski ia belum pernah kehilangan orang yang ia cintai. Kondisi ini bisa menjadi kesempatan yang baik untuk menempatkan dasar yang akan membantu anak Anda mengatasinya saat ia kehilangan seseorang. Jawablah pertanyaannya tentang kematian dan jangan takut membacakan cerita tentang anak yang kehilangan hewan peliharaan atau orangtua.

3. Hati-Hati Saat Menjelaskan Tuhan dan Surga

Penjelasan kematian dan kehidupan setelah kematian akan bergantung kepada keyakinan yang Anda anut. Bila penjelasan Anda akan terkait dengan Tuhan dan surga, hati-hati dengan apa yang Anda ucapkan, karena kata-kata yang ditujukan untuk menenangkan anak kecil bisa malah menjadi membingungkannya.

Jika Anda berkata, “Nenek sekarang sudah senang karena ia berada di surga,” misalnya, ia mungkin akan khawatir dan berpikir, “Bagaimana Nenek bisa merasa senang kalau semua orang di sini merasa sedih.” Jika Anda berkata, “Nenek sangat baik jadi Tuhan ingin ia bersamanya.” Ia mungkin akan berpikir, “Jika Tuhan membuat Nenek berpisah dari kita, apakah Tuhan akan memsiahkan aku juga dari mama dan papa?” Atau, “Apa aku harus menjadi anak yang tidak baik agar bisa tetap tinggal di sini bersama Ayah dan Bunda?”

4. Hindari Eufimisme

Orang dewasa biasanya menggunakan frase “beristirahat dengan tenang” atau “tidur yang abadi” untuk menggambarkan kematian. Ini membingungkan bagi anak kecil. Jadi jangan katakan kakek sedang tidur atau pergi. Anak Anda bisa khawatir saat ia tidur di malam hari ia akan mati juga. Atau saat Anda meninggalkannya untuk bekerja Anda akan pergi dan tak kembali.

Nyatakan sebab kematian sesederhana mungkin, misalnya dengan mengatakan, “Kakek sudah sangat tua dan tubuhnya tidak berfungsi lagi.” Jika kakek mengalami sakit sebelum meninggal, yakinkan bahwa jika ia sakit hanya karena batuk atau pilek, ia tidak akan mati karenanya. Jelaskan bahwa tiap orang kadang mengalami sakit yang berbeda dan kita akan sembuh dari penyakit ringan seperti yang biasa ia derita.

5. Mengenang Orang yang Meninggal

Anak perlu cara konkret untuk mengenang kematian orang yang dicintai. Ia mungkin tidak siap untuk menghadiri pemakaman, tapi ia dapat berpartisipasi dalam kegiatan lain dengan cara apapun yang nyaman menurutnya. Ia bisa menyalakan lilin di rumah, bernyanyi, menggambar, atau ambil bagian dalam ritual ibadah. Jika ia bersedia menghadairi pemakaman atau kegiatan lainnya, jelaskan dengan hati-hati sebelumnya bagaimana jenazah nanti akan terlihat. Beritahukan padanya tentang adanya peti mati, bagaimana perilaku orang saat jenazah dikuburkan, dan penjelasan rinci lainnya berkaitan dengan pemakaman.

6. Bersiap untuk Reaksi yang Bermacam-Macam

Anak-anak tidak hanya merasa berduka tentang kematian orang yang disayangi, mereka juga mungkin akan merasa bersalah dan marah. Tenangkan dirinya dengan mengatakan tak ada perbuatan atau perkataannya yang mengakibatkan kematian. Jangan terkejut bila ia mengekspresikan kemarahannya pada Anda, dokter dan perawat, atau bahkan pada orang yang meninggal. Ia mungkin akan mengalami tantrum lebih sering. Ini ia lakukan untuk mengekspresikan kesedihannya.

7. Pertanyaan yang Sama Lagi dan Lagi

Bersiaplah menjawab pertanyaan anak Anda lagi dan lagi, karena memahami kematian bukanlah hal mudah baginya. Ia mungkin memiliki pertanyaan baru seiring kesadarannya tentang kematian dan pertumbuhan kemampuan kognitifnya. Jangan khawatir bila Anda tidak menjelaskan kematian dengan penjelasaan yang cukup terinci. Pertanyaan anak yang terus-menerus adalah normal. Tetap jawab pertanyaan-pertanyaannya dengan sabar.

8. Kembali ke Aktifitas Normal

Jangan menambah rasa kehilangan yang anak Anda alami dengan menelantarkan jadwal dan kegiatannya. Pasti ada kesedihan saat kehilangan seeorang tapi semakin cepat kegiatan harian anak Anda kembali normal, akan semakin mudah baginya. Ia perlu pergi tidur, bangun tidur, dan makan tepat waktu. Jika ia sudah bersekolah, segera kembalikan ia ke teman-temannya untuk bersenang- senang di sana.

9. Bahas Tentang Keguguran

Jika Anda dan pasangan pernah mengalami keguguran, tentu Anda merasa berduka. Tapi Anda akan terkejut mendapati anak Anda juga merasa kecewa, meski ia hanya memiliki pemahaman minim tentang kehamilan. Ia mungkin merasa bersalah atau berduka karena kehilangan “saudara kandung” yang diharapkan kedatangannya. Ia perlu dikuatkan untuk meyakini kematian seperti ini adalah wajar. Jelaskan padanya bahwa bayi yang mengalami keguguran biasanya tidak cukup sehat untuk bertahan hidup di luar rahim ibu. Biarkan ia mengucapkan selamat tinggal dengan menggambar atau membuat sesuatu untuk janin yang meninggal.

10. Tunjukkan Emosi Anda

Berduka adalah bagian penting dalam penyembuhan bagi orang dewasa dan anak-anak. Jangan membuatnya takut dengan ekspresi duka yang berlebihan, tapi jangan juga membuat kondisi menjadi di luar batas. Jelaskan bahwa orang dewasa juga kadang perlu menangis. Anak Anda akan menyadari perubahan dalam suasana hati Anda, dan ia akan lebih khawatir bila ia merasa ada yang salah dan Anda berusaha menyembunyikannnya.

11. Mencari Bantuan

Jika anak Anda terlihat mengalami kesulitan untuk menerima sebuah kematian, misalnya ia mengalami ketakutan saat akan tidur atau tampak mengalami depresi, segera bicarakan dengan dokter Anda untuk mendapatkan penanganan dari seorang ahli.

(Ismawati)

Follow Ibupedia Instagram