Ibupedia

Gangguan Bicara pada Batita dan Balita, Wajarkah?

Gangguan Bicara pada Batita dan Balita, Wajarkah?
Gangguan Bicara pada Batita dan Balita, Wajarkah?

Batita atau balita Anda belum sempurna bicara? Anda khawatir buah hati Anda masih belum bisa mengucap sejumlah kata dengan benar sementara teman-temannya sudah sangat lancar? Tak perlu kalang kabut, Bunda. Perhatikan dulu di mana letak ketidaksempurnaannya. Apakah dia cadel, terbata-bata ketika bicara, atau bagaimana?

Bunda, setiap anak itu unik. Begitu pula perkembangannya, antara satu anak dengan anak lainnya tentu tidak sama. Karena itu, Anda tidak perlu terlalu cemas saat melihat perkembangan buah hati Anda berbeda dengan anak lain sebayanya. Beberapa keterlambatan dalam berbicara itu wajar, kok, Bunda. Meski begitu, ada panduan-panduan tahapan perkembangan anak yang bisa menjadi tolok ukur apakah buah hati Anda berkembang sesuai masanya atau tidak, termasuk dalam hal berbicara.

Bunda, idealnya pada usia 3 tahun anak seharusnya sudah menguasai sekitar 300-500 kata. Dan pada usia 4 tahun, sekitar 1.500 sudah bisa diucapkan. Mereka juga mampu berbicara dalam kalimat (berisi sekitar empat hingga delapan kata) dengan pengucapan yang hampir mirip dengan kebanyakan orang dewasa.

Idealnya juga, balita sudah mampu menceritakan kisah-kisah sederhana dalam satu topik dan sudah piawai berkomunikasi dengan teman sebayanya atau orang dewasa. Intinya, anak usia playgroup dan TK biasanya sudah cukup paham apa yang diucapkan orang dan bisa menjawab aneka pertanyaan dari orang dewasa. Namun tentu saja terkadang ada beberapa kata yang masih keliru pengucapannya.

Apa saja hal-hal yang belum sempurna diucapkan oleh anak-anak balita dan batita? Wajarkah? Apakah kesulitan berbicara anak kita sudah termasuk dalam gangguan berbicara yang cukup fatal sehingga membutuhkan bantuan profesional? Berikut panduannya, Bunda.

  1. Salah Mengucap 

    Pada usia 3 tahun, si kecil mungkin masih berjuang mengucapkan bunyi-bunyi konsonan, seperti “w” untuk “r”  (misal, menyebut rusak dengan “wusak”), atau jika Anda mengajarinya bahasa Inggris kemungkinan dia masih kesulitan menyebut kata berawalan “th”  (dis, dat, den, untuk menyebut this, that, dan then).

    Namun jangan khawatir, Bunda, kata-kata dengan konsonan seperti itu memang masih sulit diucapkan oleh anak-anak batita. Anak-anak biasanya baru bisa lancar mengucapkan bunyi konsonan seperti seharusnya setelah usia lima tahun. Beberapa konsonan memang dihasilkan dari bagian belakang mulut sehingga si kecil tidak bisa melihat dengan jelas ketika Anda melatihnya mengucapkan konsonan-konsonan tersebut.

    Tidak hanya itu, terkadang anak-anak usia batita masih sering terbolak-balik mengucapkan sejumlah kata, misalnya “spaghetti” menjadi “pasghetti.” Hal ini masih wajar, kok, Bunda. Seiring pertambahan usia, dia akan mengerti bahwa yang dikatakannya tidak benar. Nantinya, pada usia 7 tahun, dia sudah bisa mengucapkan kata-kata dengan benar, sebagaimana mestinya.

    Yang harus Anda lakukan: Karena anak mempelajari bahasa dari mendengarkan, jadilah role model yang baik baginya. Jangan terbuai dengan kelucuan mereka saat melafalkan. Tetaplah mengucapkan kata-kata sesuai pengucapannya. Meski lucu, jangan ikut-ikutan berbicara layaknya bayi. Anda bisa koreksi si kecil ketika salah mengucap dengan menyebutkan kembali kata-kata yang dia ucapkan, dengan pelafalan yang benar.

  2. Pelat/Cadel

    Kondisi ini biasanya paling sering terjadi pada batita maupun balita. Bahkan, beberapa anak setelah usia 7 tahun pun masih banyak yang mengalaminya. Adalah wajar jika anak batita atau balita masih kesulitan melafalkan huruf “r” atau “t”.  Anda tentu sering mendengar anak kecil merengek meminta susu dengan mengatakan “tutu,” “cucu,” “tsutsu,” atau “syusyu.”

    Atau mungkin buah hati Anda sendiri kerap melafalkan kata-kata berawalan “r” dengan “l,” seperti “lumah” untuk “rumah,” “lusak” untuk “rusak.”  Sekali lagi, hal ini tidak apa-apa, Bunda. Anak akan belajar menyebut dengan benar seiring tumbuh kembangnya. Pada usia 7 tahun, mayoritas anak-anak sudah dapat mengucap semua kata dengan benar, tanpa cadel.

    Yang harus Anda lakukan: Coba perhatikan apakah si kecil bernapas dengan nyaman. Apakah ternyata ia memiliki alergi, flu, atau masalah sinus sehingga mengganggu ia berbicara? Coba pula mencegah si kecil ketika akan memasukkan jari ke mulutnya, karena menghisap jari dapat menjadi pemicu cadel pada anak.

    Anda dapat juga melepas empeng atau botol susu batita atau balita Anda untuk alasan yang sama, dan gantilah dengan cangkir. Bagaimana dengan sippy cup? Ada baiknya Anda tidak memberikan pada si kecil karena kurang bagus untuk memperkuat motor oralnya –yang sangat penting untuk perkembangan bicaranya. Sedangkan minum dengan sedotan boleh dilakukan karena sangat bagus untuk melatih kekuatan motor oralnya, di mana saat menyedot dengan sedotan, si kecil menggunakan bibir dan tidak membuat tekanan pada gigi.

  3. Berpikir Keras

    Bunda, amat sangat normal bagi anak batita untuk berpikir keras sebelum berbicara. Atau ketika berbicara tampak agak kesulitan dan penuh perjuangan. Karena itu Anda tidak perlu khawatir ketika melihat batita Anda masih terbata-bata atau sedikit ada jeda saat ingin menyampaikan sesuatu. Hal ini akan berkurang saat ia berusia 4 tahun, kok. Pada usia ini, si kecil sudah mulai lancar berbicara, bahkan sudah piawai merangkai kalimat demi kalimat, tanpa jeda.

  4. Gagap

    Gagap saat berbicara termasuk dalam fase perkembangan normal anak. Hal ini banyak dilalui oleh anak-anak kecil, khususnya batita. Gagap yang dimaksud di sini adalah kebiasaan mengulang-ulang seluruh kata atau suku kata pertama sebuah kata. Bisa juga ragu-ragu saat akan mengucapkan sebuah kata.

    Wajarkah batita gagap saat berbicara? Tentu saja, Bunda. Anak prasekolah Anda sedang dalam fase di tengah-tengah perkembangan kemampuan berbahasanya yang sangat dahsyat. Karena itu, secara alamiah si kecil mengalami beberapa kesulitan menggabungkan semua pemikirannya bersama-sama dengan lancar.

    Batita Anda biasanya gagap ketika otaknya melampaui ketangkasan verbalnya. Kadang-kadang si kecil sangat bersemangat menceritakan kepada Anda apa yang ada dalam pikirannya, namun terkadang dia sangat lelah, marah, atau sedih, sehingga tidak bisa mengekspresikan kata-katanya dengan mudah.
     

    Yang harus Anda lakukan: Tetap tenang, karena itu dapat menyamankan si kecil. Tetaplah lembut saat meresponnya dan jangan minta dia untuk pelan-pelan dan tidak terburu-buru saat bicara. Cukup dengan memberi contoh cara berbicara yang pelan dan tenang, si kecil akan berlatih bagaimana seharusnya ia berbicara. Jangan lupa selalu melakukan kontak mata, diiringi senyum, dan tentu saja dengan penuh kesabaran dan kelemahlembutan.

    Jika Anda tampak sebal atau bahkan memalingkan wajah Anda karena tidak sabar, Anda justru menambah bebannya. Ia justru semakin menderita dan gagapnya akan semakin menjadi. Jika Anda tampak frustrasi, si kecil akan menirunya dan makin tidak percaya diri saat berbicara.

    Bunda patut waspada jika melihat kondisi ini saat si kecil hendak mengucapkan sesuatu: ada tekanan pada rahang atau pipinya, mata menerawang jauh, berkedip berulang-ulang, mengepalkan tangan dan meninju-ninjunya seperti mencoba melepaskan tegangan, meringis, atau menghentak-hentakkan kaki. Sebaiknya Anda segera konsultasikan kondisi ini kepada dokter.

  5. Apraxia

    Apraxia adalah gangguan sistem saraf yang mengakibatkan gangguan kemampuan anak mengucapkan bunyi, suku kata, maupun kata-kata. Menurut Dorothy Dougherty, ahli patologi bicara-bahasa di Linwood, N.J, apraxia bukan diakibatkan oleh lemahnya otot atau kelumpuhan, namun sebaliknya, otak tidak mengirim apa yang dibutuhkan bagian tubuh untuk berbicara sesuai instruksi yang benar sehingga tidak bisa membuat dan menyusun kata-kata bersama-sama.

    Penulis buku How to Talk to Your Baby Children ini menambahkan, kondisi ini (apraxia) mungkin mengakibatkan si kecil membuat kesalahan pengucapan (tidak konsisten), kesulitan menirukan orang berbicara, dan terbata-bata saat mencoba mengkoordinasikan bibir, lidah, atau rahang untuk memproduksi suara.

    Anak dengan apraxia juga kerap mengganti atau menghapus bunyi-bunyi yang dirasa sulit, dan membuat cukup banyak kesalahan pengucapan vokal dan konsonan. Nada, kualitas vokal, dan volume suara juga tidak jelas (pelan). Dengan begitu, orang sulit memahami apa yang dia katakan.

    Selain itu, si kecil kesulitan mengucapkan frase-frase yang lebih panjang, padahal kemampuannya memahami bahasa cukup baik. Jadi intinya, pemahaman berbahasanya jauh lebih baik daripada ketika mereka memproduksinya.

    Yang harus Anda lakukan: Jika buah hati Anda menunjukkan tanda-tanda seperti ini, segera minta bantuan medis. Anak-anak biasanya membutuhkan terapi intensif untuk membantunya mengatasi gangguan ini. Dengan bantuan profesional sejak dini, ke depannya buah hati Anda dapat berbicara dengan lebih jelas dan mudah dipahami orang lain.

    Sementara untuk penanganan di rumah, Anda dapat membantu si kecil berkomunikasi dengan Anda, dengan merangsangnya berbicara pelan dan menggunakan bahasa tubuh sehingga Anda dapat memahami apa yang dia sampaikan.

(Dini)

Follow Ibupedia Instagram