Ibupedia

Gempar! Waspada Konten Kartun LGBT Di Tayangan Youtube Untuk Anak

Gempar! Waspada Konten Kartun LGBT Di Tayangan Youtube Untuk Anak
Gempar! Waspada Konten Kartun LGBT Di Tayangan Youtube Untuk Anak

Ibu pasti sudah mendengar tentang adanya konten-konten kartun LGBT viral di beberapa saluran tontonan anak, dan bahkan di buku-buku cerita anak beberapa waktu ke belakang. Ibumin juga sampai merinding karena ‘sehalus’ itu pesan LGBTQ disampaikan pada anak-anak usia dini.

Kanal yang menayangkan pesan ini pun, terhitung adalah kartun yang banyak digemari anak, terkenal, dan sudah memiliki kanal resmi berbahasa Indonesia. Meski cemas, kita sebagai orang tua masih bisa berupaya untuk menyampaikan pesan moral yang sesuai agar anak tidak kebingungan.

Kartun LGBT apa saja yang perlu diwaspadai, dan bagaimana cara kita sebagai orang tua menetralisir keadaan jika anak tidak sengaja menonton kartun LGBT tersebut?

Tentang LGBT


LGBT merupakan singkatan untuk Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Istilah ini digunakan sejak tahun 90-an.

Beberapa tahun belakangan, singkatan ini berkembang menjadi LGBTQ+ atau LGBTQIA+. Melansir dari Very Well Familysisa huruf di belakang merujuk pada:

  • Q: queer atau questioning. Queer merupakan payung istilah untuk semua jenis seksualitas non heteroseksual. Sedangkan questioning merupakan istilah untuk mereka yang masih mempertanyakan apa gender mereka sesungguhnya.
  • I: intersex, istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang lahir dengan karakteristik yang tidak sesuai dengan tubuhnya. Seperti tubuh perempuan tapi karekteristik seksualnya laki-laki.
  • A: asexual, menuju pada orang-orang tanpa ketertarikan seksual.
  • +: ditujukan untuk mewakili semua orientasi seksual yang tidak termasuk dalam 5 jenis lainnya. Dalam hal ini seperti adanya two-spirit, atau dalam 1 tubuh seolah memiliki 2 jiwa yang berbeda jenis kelamin.

Paham LGBT sendiri semakin disuarakan dengan alasan tuntutan kesetaraan dan hak asasi. Namun tentu ini tidak sejalan dengan pemahaman yang kita anut di Indonesia.

Selain bertolak belakang dengan norma agama, hal ini juga bertolak belakang dengan norma sosial. Sayangnya karena semakin disuarakan, paham ini kemudian sudah mulai disisipkan pada hal-hal sehari-hari, seperti iklan, tokoh idola yang dijadikan panutan, sampai pada ranah anak-anak.

Kartun LGBT dan buku-buku anak mulai disisipkan pesan halus tentang bagaimana LGBT, adalah hal yang wajar dan lumrah terjadi di sekitar kita. Biasanya tayangan seperti ini, berasal dari kartun luar negeri yang memberikan lampu hijau pada komunitas LGBT menyuarakan keberadaannya. 

Kartun-Kartun LGBT yang perlu diwaspadai

1. The Loud House

Photo source: Nickelodeon

Kartun ini mengisahkan tentang kehidupan di keluarga Loud sehari-harinya. Sayangnya, karakter pendukung dalam film ini menampilkan pasangan gay yang sudah menikah secara legal.

2. Doc McStuffins


Photo source: What's On Disney Plus 

Menceritakan tentang anak perempuan yang bisa memperbaiki mainan. Di salah satu penayangan tahun 2017, terlihat karakter pasanan lesbi dengan 2 anak yang selamat dari gempa bumi.

Melansir dari Tempo, pengisi suara kedua karakter lesbian tersebut memanglah seorang wanita yang memiliki pasangan sesama jenis dan 2 anak, lalu direkrut untuk berperan dalam kartun ini. 

3. Steven Universe

Photo source: Youtube Steven Universe

Dalam episode yang tayang perdana di 2018, Steven Universe merupakan kartun LGBT yang menampilkan karakter Ruby sedang melamar Sapphire sampai proses pernikahannya. Tak ketinggalan juga adegan ciuman setelah pengucapan ikrar nikah.

4. The Owl House


Photo source: Disney Plus 

Kartun LGBT ini memiliki karakter non-biner pertama dari semua garapan film Disney. Adalah Raine Whisper, karakter pendukung yang merupakan salah satu kepala penyihir dalam kartun ini.

5. Onward


Photo source: Disney Movies 

Tahun 2020, film Disney Onward menampilkan karakter queer yang adalah seorang perwira polisi perempuan dengan kekasih sesama jenisnya. 

6. Elemental Forces of Nature


Photo source: CNN Indonesia

Setelah Disney, kartun LGBT berikutnya dibuat Pixar. Menampilkan karakter non-biner pertama mereka, Lake, film ini nyatanya sempat mengalami kegagalan karena hasil penjualan yang buruk.

Film atau serial tv kartun LGBT di atas masih mungkin saja terekspose meski sudah beberapa tahun lalu penayangannya. Apalagi, penggiat LGBT sudah mulai berani menancapkan kuku-kukunya lewat kartun LGBT di kanal Youtube sekelas MoonBug Kids, yang menaungi Cocomelon, Blippi & Little Angel.

Tips untuk orang tua

Melansir dari Healthy Children, anak memiliki beberapa tahapan mengenal identitas gendernya:

  • Di usia 2 tahun, mereka akan belajar menyadari perbedaan tubuh perempuan dan laki-laki
  • Di usia 3 tahun, anak mulai bisa melabeli dirinya sebagai perempuan atau laki-laki
  • Dan di usia 4 tahun pemahaman anak akan semakin terbentuk.

Dari timeline ini, kita bisa menyadari bahwa paham LGBT menyasar anak usia dini untuk memberikan dasar bahwa hal ini lazim terjadi dan sah-sah saja. Sehingga, menyisipkan kartun LGBT ini menjadi langkah awal ‘mencuci otak’ anak untuk menerima paham LGBT.

Sebagai orang tua yang tinggal di Indonesia yang menentang paham ini, ini yang bisa orang tua lakukan:

1. Selektif terhadap tontonan dan bacaan


Kartun LGBT biasanya terdapat pada tontonan dan bacaan impor. Tugas orang tua adalah, wajib untuk lebih selektiflah dalam memilih tontonan dan buku bacaan untuk anak, agar anak tidak menyaksikan contoh nyata LGBT.

Eliminasi sejak awal lebih baik dibandingkan mencoba meluruskan. Namun, bila tanpa sengaja anak menonton kartun LGBT, Ibu dan Ayah bisa menjelaskan bahwa ada kemungkinan karakter dalam kartun atau buku tersebut adalah Ibu dan Bibi atau Ayah dan Paman.

Hal ini tentu akan sedikit membingungkan pada kasus karakter non-biner. 

2. Bekali anak dengan pendidikan moral dan agama yang kuat

Bekal sejak dini terhadap pendidikan moral dan agama, akan bermanfaat sebagai filter bagi anak hingga dewasa nanti. Penguatan ini termasuk juga diskusi tentang karakter diri sesuai dengan jenis kelamin, serta tugas dan peranan sebagai manusia.

3. Perbanyak ngobrol dan mendampingi anak


Hal ini sangatlah penting, karena anak punya banyak pertanyaan tentang hal di sekitarnya. Jangan sampai anak mendapat jawaban dari selain orang tua, namun menyimpang dari yang seharusnya.

Memposisikan diri ngobrol dengan anak, bisa bantu anak merasa aman dan percaya untuk selalu terbuka pada orang tuanya. Gunakan bahasa yang sederhana untuk anak-anak di bawah 7 tahun.

Lalu jelaskan lebih dalam pada anak-anak berusia 7 tahu,n bila ada kemungkinan mereka terpapar konten kartun LGBT, bacaan atau media lain yang serupa.

Peran orang tua sangat besar dalam menjaga identitas dan orientasi seksual anak. Apa yang anak lihat, dengar dan contoh di sekitarnya ikut membentuk persepsinya kelak tentang gender dan orientasi seksual.

Termasuk juga dalam berperilaku di sekitar anak. Tak jarang, kasus anak yang ketika dewasa menjadi lesbian, gay atau non-biner, dipicu dari trauma masa lalu dengan orang tuanya.

Entah itu karena mendapatkan kekerasan seksual, menyaksikan KDRT orang tuanya, atau trauma dikecawakan. Yuk, kembali saring tontonan anak agar kartun LGBT tak lagi menjangkau anak kita.

Editor: Aprilia 

Follow Ibupedia Instagram