Ibupedia

Intoleransi Laktosa dan Alergi Susu

Intoleransi Laktosa dan Alergi Susu
Intoleransi Laktosa dan Alergi Susu

Bunda, di artikel kali ini kita akan membahas tentang intoleransi laktosa dan alergi susu.

Intoleransi laktosa

Ketika anak Anda mengalami intoleransi laktosa, itu artinya tubuhnya tidak dapat memproduksi laktase dalam jumlah yang cukup. Laktase merupakan enzim yang dibutuhkan untuk proses pencernaan laktosa. Laktosa sendiri adalah kandungan gula utama pada susu sapi dan semua produk turunan dari susu. Sebagai akibatnya, laktosa yang tidak bisa dicerna tetap berada di dalam usus dan menyebabkan masalah sistem pencernaan, terutama pada lambung dan usus.

Kondisi ini bisa menimbulkan rasa tidak nyaman, namun tidak memiliki dampak  yang serius. Intoleransi laktosa biasanya terjadi pada anak usia sekolah atau remaja. Tapi gejala yang ditimbulkan bisa muncul lebih dini, jadi ada kemungkinan bagi batita Anda untuk mengalami intoleransi laktosa.

 

Penyebab intoleransi laktosa

Para ahli belum bisa mengetahui penyebab kenapa sebagian orang mengalami intoleransi laktosa, sedangkan orang lainnya tidak bermasalah, tapi kondisi ini tidak jarang terjadi. Ternyata faktor genetika juga memiliki peran dalam kasus intoleransi laktosa pada bayi. Sekitar 90 persen orang keturunan Asia Amerika, dan sebanyak 75 persen orang dewasa keturunan Afrika Amerika, Hispanik Amerika, Yahudi, dan asli Amerika mengalami intoleransi laktosa. Sekitar 15 persen orang keturunan Eropa Utara juga mengalami kondisi ini.

Jika anak Anda menderita sakit diare berat, untuk sementara tubuhnya juga akan mengalami kesulitan memproduksi laktase. Ini artinya ia kemungkinan akan mengalami gejala intoleransi laktosa selama satu atau dua minggu selama diarenya belum sembuh. Anda bisa memberikan susu bebas laktosa pada si kecil selama periode ini.

Beberapa jenis pengobatan juga bisa menyebabkan tubuh memproduksi laktosa dalam jumlah yang lebih rendah dan menyebabkan terjadinya intoleransi laktosa untuk sementara waktu. Orang dengan kondisi jangka panjang yang mempengaruhi usus seperti penyakit seliak (usus kecil) atau Crohn kadang juga menderita intoleransi laktosa.

 

Ciri ciri intoleransi laktosa

Bila batita Anda mengalami intoleransi laktosa, kemungkinan besar ia mengalami gejala umum seperti diare, kram perut, kembung, atau buang angin sekitar 30 menit hingga 2 jam setelah makan atau minum produk turunan susu atau setelah menerima ASI.

Beberapa orang penderita intoleransi laktosa ada yang masih bisa mengonsumsi sebagian kecil produk susu tanpa mengalami gejala. Sedangkan sebagian yang lain langsung merasa tidak nyaman setiap kali mereka mengonsumsi makanan yang mengandung laktosa meski dalam jumlah yang sangat sedikit.

 

Penanganan intoleransi laktosa

Intoleransi laktosa tidak bisa diobati atau dicegah. Tapi ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk membantu buah hati Anda saat ia mengalami intoleransi laktosa, antara lain:

  1. Perhatikan reaksi yang ditimbulkan pada batita Anda

    Beberapa orang yang mengalami intoleransi laktosa bisa menerima jumlah laktosa dalam jumlah yang sedikit, sedang yang lain sangat sensitif meski pada kuantitas laktosa sekecil apapun. Anda mungkin bisa mempelajari kondisi si kecil dengan melakukan percobaan seberapa banyak produk turunan susu tertentu yang bisa ia terima. Misalnya, ada beberapa jenis keju yang memiliki jumlah laktosa yang lebih sedikit dibanding yang lain, sehingga lebih mudah untuk dicerna.

    Anak Anda akan lebih mudah menerima produk turunan susu jika ia memakannya bersama dengan jenis makanan lain. Misalnya, Anda bisa memberikan susu bersama dengan makan malamnya, ini akan memperlambat proses pencernaan dan kemungkinan bisa mengurangi gejalanya. Bila si kecil ternyata sangat sensitif, berarti Anda harus menghindari semua jenis laktosa. Jika tidak memungkinkan, Anda bisa memberinya makanan turunan susu yang terpilih dalam jumlah yang sedikit.

  2. Membaca label makanan

    Anda perlu menghindari susu sapi dan produk turunan susu lainnya. Beberapa jenis makanan yang sepertinya tidak berbahaya tapi mengandung produk susu antara lain sereal, kentang instan, margarin, serta roti. Jadi selalu periksa label pada makanan untuk mengetahui komposisi bahan seperti dadih, produk sampingan susu, susu kering, dan susu bubuk tanpa lemak.

  3. Pastikan semua kebutuhan nutrisi batita Anda terpenuhi

    Bila Anda perlu menghilangkan produk turunan susu dari menu makanan si kecil, Anda harus pastikan ia masih memiliki sumber kalsium lain yang dapat membantu pertumbuhan tulang dan giginya  menjadi kuat. Batita harus mendapat 500 mg kalsium setiap hari. Sumber kalsium yang bukan berasal dari susu antara lain, sayuran hijau, jus dan susu kedelai fortifikasi, tahu, brokoli, ikan salmon, jeruk, dan roti terfortifikasi.

    Nutrisi lain yang juga perlu diperhatikan adalah vitamin A dan D, riboflavin (vitamin B2), serta fosfor.

    • Vitamin A berperan penting dalam penglihatan dan pertumbuhan tulang. Vitamin ini juga membantu menjaga tubuh dari infeksi serta meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan sel serta jaringan dalam tubuh yang meliputi rambut, kuku, dan kulit.
    • Vitamin D membantu tubuh menyerap mineral seperti kalsium dan membangun tulang dan gigi yang kuat. Vitamin ini juga berfungsi sebagai hormon yang berperan untuk kesehatan sistem kekebalan, produksi insulin, dan pengaturan pertumbuhan sel.
    • Sedangkan riboflavin dapat membantu pembentukan sel darah merah, sifatnya mudah dicerna dan larut dalam air, serta penting dalam menjaga kesehatan anak Anda.
    • Beberapa sumber fosfor bisa ditemukan pada bayam, kacang tanah, daging ayam, dan kepiting.

Mungkin Anda merasa perlu untuk berkonsultasi dengan seorang ahli diet berkaitan dengan hal ini. Susu bebas laktosa dan produk turunan susu lain saat ini sudah banyak tersedia di toko atau supermarket. Produk yang ditawarkan memiliki semua nutrisi dari susu biasa, tapi tanpa kandungan laktosa.

Anda juga bisa bertanya pada dokter tentang pemberian suplemen laktase. Suplemen ini tersedia dalam bentuk obat tetes yang bisa digunakan tanpa resep dokter, digunakan dengan cara dikonsumsi bersama makanan yang mengandung laktosa. Akhirnya, bila Anda tetap mengalami kesulitan untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan batita Anda tanpa produk turunan susu, bicaralah pada dokter apakah si kecil bisa mendapat manfaat dengan mengonsumsi suplemen laktase.

Alergi susu formula

Intoleransi laktosa tidak sama dengan alergi susu, ya Bunda. Alergi merupakan respon kekebalan, sedangkan intoleransi laktosa berkaitan dengan kondisi pencernaan. Tapi keduanya bisa menunjukkan gejala yang sama. Misalnya, sakit perut atau diare setelah mengonsumsi produk susu bisa disebabkan oleh alergi susu atau intoleransi laktosa.

Jika batita Anda mengalami ruam gatal yang kering, atau gatal dan bengkak pada wajah, bibir, serta mulut pada saat ia mengonsumsi produk turunan susu, atau gejala lain, seperti biduran, mata berair, dan hidung meler, ia kemungkinan mengalami alergi pada salah satu protein pada susu sapi.

Sayangnya, cuma ada kemungkinan kecil balita menunjukkan gejala intoleransi laktosa pada usia dini, jadi Anda perlu membicarakannya pada dokter. Ia akan bertanya lebih lanjut tentang gejala yang diderita anak Anda untuk membantu menentukan apakah ada kemungkinan ia benar-benar mengalami intoleransi laktosa dan alergi susu atau tidak. Dokter bisa menyarankan Anda membatasi semua sumber laktosa pada menu makan si kecil selama beberapa minggu untuk melihat apakah gejala yang dialami anak berkurang atau hilang.

 

Penyebab alergi susu pada bayi

Beberapa penelitian masih dilakukan untuk mencari tahu penyebab dibalik alergi susu pada bayi. Berikut ini beberapa penyebabnya yang mungkin:

  • Alergi merupakan akibat reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh bayi terhadap benda asing. Kapanpun bayi diberikan susu formula, sistem kekebalannya akan menyerang protein untuk menghancurkan elemen yang menyebabkan alergi.
  •  
  • Tidak mungkin bayi memproses protein. Di proses ini, bayi bisa kekurangan nutrisi penting juga.
  •  
  • Tingkat keparahan alergi bergantung pada seberapa alergi bayi Anda.
  •  
  • Faktor keturunan punya peran penting menyebabkan alergi susu. Bila Anda atau pasangan dulunya alergi susu formula, kemungkinan bayi Anda mengalami hal serupa dengan risiko 50 sampai 80 persen. Bila bayi minum ASI, risiko mengalami alergi ikut menurun.

Tanda dan gejala bayi mengalami alergi susu formula

Bunda, berikut ini tanda dan gejala bayi mengalami alergi susu:

  1. Diare

    Kadang kita sulit membedakan diare dan buang air besar bayi yang normal. Umumnya feses bayi lebih encer dibanding feses orang dewasa. Bayi bisa buang air besar 7 sampai 8 kali sehari, dan ini normal. Ketika bayi mengalami alergi susu formula, ia bisa buang air besar berlebihan, feses encer atau bisa ada lendir di fesesnya. Perhatikan juga apakah ada darah pada feses si kecil.

  2. Muntah

    Muntah setelah makan cukup umum pada bayi dan merupakan proses pertumbuhan yang normal. Bila muntah tidak berlebihan atau tidak terasa sakit, berarti tak ada yang perlu dicemaskan. Tapi muntah juga bisa jadi indikasi alergi susu. Bisa juga ini mengindikasikan masalah kesehatan lainnya.

  3. Kolik

    Bila anak menjadi sangat rewel hampir sepanjang hari atau berjam-jam dalam sehari, Anda perlu merasa khawatir. Anak menangis dan tidak bisa didiamkan, biasanya di sore dan malam hari. Tanda berupa nyeri perut, perut kembung, dan gas jadi hal yang umum dan ini bisa disebabkan oleh alergi susu.

  4. Ruam kulit

    Ruam kulit mungkin jadi tanda yang paling umum yang terkait dengan alergi susu formula. Ruam bisa terasa gatal dan kulit bersisik, dikenal sebagai atopic dermatitis pada istilah medis. Pada bayi, ruam umumnya muncul di wajah, lengan, kulit kepala, dan kaki. Alergi susu formula juga bisa memicu terbentuknya gatal-gatal pada kulit.

  5. Gas berlebihan

    Menyendawakan setelah bayi minum susu jadi keharusan untuk orangtua agar gas yang terbentuk bisa keluar. Karena usus pada bayi belum sepenuhnya berkembang, sangat umum bila terbentuk gas. Rasa sakit karena gas umum terjadi pada 3 bulan pertama dan lalu kembali di usia 6 sampai 12 bulan, ketika bayi mencoba makanan baru. Anda perlu perhatikan makanan yang membuat bayi bergas.

  6. Masalah pernapasan

    Ketika bayi terkena flu, ia bisa mengalami masalah pernapasan. Tapi bila Anda melihat napasnya berbunyi, napas pendek, serta lendir berlebihan pada hidung, ini bisa jadi lebih dari sekedar flu. Ini bisa jadi tanda reaksi alergi dan bisa juga alergi susu formula.

  7. Berat badan tidak naik atau naik hanya sedikit

    Tiap bayi punya ukuran dan bentuk tubuh berbeda. Jumlah berat badan yang dimiliki bayi bergantung pada banyak faktor. Jumlah dan jenis makanan yang diberikan serta faktor genetik adalah beberapa faktor umum yang berkaitan dengan penambahan berat badan pada bayi. Bila berat badan bayi tidak bertambah  atau bertambah sangat lambat, ini bisa jadi indikasi alergi susu formula. Anda perlu segera temui dokter.

  8. Mata bengkak

    Seperti orang dewasa, bayi juga mengalami mata bengkak karena kurang tidur. Meski bayi yang sangat kecil tidur hampir sepanjang hari, beberapa bayi kurang tidur karena beberapa sebab. Dan tidak tidur bisa membuat mata bengkak. Tapi bila bayi tidur dengan baik dan masih mengalami mata bengkak, ini bisa jadi karena alergi susu  atau pemicu alergi lainnya.

  9. Batuk terus-menerus

    Bayi bisa mengalami batuk kering atau batuk basah. Meski jenis yang kedua mengindikasikan beberapa infeksi bakteri dan penyakit pernapasan, batuk kering sering terkait dengan alergi dan tidak hilang begitu saja. Cari tahu penyebab alergi dan pastikan bukan dari susu formula.

  10. Bibir bengkak

    Bibir bengkak bisa terjadi bila bayi terbentur sesuatu. Tapi bila bukan karena terbentur, bisa jadi ini merupakan tanda reaksi alergi terhadap sesuatu yang kontak dengan bibirnya. Susu formula bisa jadi alasan utama yang menyebabkan bayi mengalami alergi.

  11. Bersin terus-menerus

    Bersin wajar bagi bayi. Tapi bila bersinnya melebihi batas normal, tentu ini perlu Anda waspadai. Susu formula bisa menyebabkan reaksi alergi yang memicu bersin pada anak. Berkonsultasi ke dokter anak jadi solusi terbaik.

 

Adakah cara untuk menurunkan risiko alergi susu pada bayi?

Meski alergi susu sangat mungkin dialami bayi, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi kemungkinan anak mengalaminya.

Anda juga bisa bertanya ke orangtua Anda maupun orangtua pasangan tentang alergi makanan yang Anda atau pasangan alami ketika kecil. Meski tidak semua alergi diwariskan dengan cara ini, setidaknya bisa memberi Anda petunjuk apa yang perlu diperhatikan.

Selain itu, saran sebagian dokter yang menganjurkan menunda memperkenalkan anak ke makanan pemicu alergi hingga usia anak lebih besar tidak bisa menurunkan risiko anak mengalami alergi. Tapi para ahli sepakat kalau orangtua perlu menyusui hingga usia anak mencapai 6 bulan atau lebih. Ini sangat baik, khususnya bila di keluarga Anda ada riwayat masalah alergi.

 

Apa yang harus dilakukan bila bayi mengalami alergi susu?

Bila Anda curiga bayi mengalami alergi susu formula, langkah yang paling tepat adalah membawanya ke dokter anak. Dokter bisa menjawab pertanyaan yang Anda punya dan juga mendiagnosa hal tertentu bila anak benar mengalami alergi karena susu formula.

Ada pilihan bagi orangtua yang ingin tetap memberikan susu formula tapi bayi mereka mengalami alergi susu. Bila si kecil alergi terhadap susu sapi, bukan susu kedelai, ada beberapa susu formula berbahan dasar kedelai yang bisa cocok untuk si kecil.

Tapi, banyak anak yang alergi terhadap susu sapi juga alergi pada susu kedelai. Jika demikian, Anda masih punya pilihan. Jenis susu formula tertentu yang disebut elemental formula secara khusus dibuat untuk anak yang alergi pada susu sapi maupun kedelai.

Bila anak kesulitan menemukan susu formula yang tepat. Jangan takut, sekarang ada banyak pilihan dan informasi, tidak ada alasan ini harus jadi masalah yang rumit dan berat.

 

Apakah alergi makanan bisa ditangani?

Sayangnya, hingga saat ini belum diketahui obat untuk mengatasi alergi makanan. Ini berarti yang terbaik yang bisa Anda lakukan adalah menjadi waspada dan pastikan Anda menghindari makanan yang akan menyebabkan reaksi alergi.

(Ismawati)