Kompak Bersama Pasangan Menerapkan Disiplin Pada Anak
Mungkin Anda termasuk orang yang sangat disiplin sementara pasangan adalah pribadi yang senang mengikuti alur. Atau suami Anda suka berteriak-teriak sedangkan Anda sendiri lebih memilih untuk berkoar-koar di dalam hati. Sering kali Anda menjadi merasa asing terhadap pasangan jika Anda dan dirinya memiliki gaya pengasuhan yang berbeda.
Anak-anak mungkin belum menyadari perbedaan cara menerapkan kedisiplinan kedua orangtuanya. Tapi penelitian menunjukkan, anak yang dibesarkan oleh orangtua dengan gaya penerapan disiplin yang benar-benar berbeda kemungkinan akan mengalami masalah dalam berperilaku. Jika satu pihak cenderung toleran sedangkan yang lain sangat tegas, hal ini bisa membuat anak menjadi bingung.
Memang tidaklah realistis bila sebagai orangtua, Anda dan pasangan berpikir dan bertindak dengan cara yang sama persis. Kuncinya adalah menghindari terjadinya unjuk kekuatan antara Anda dan pasangan. Untuk dapat menemukan strategi penerapan disiplin yang bisa dilakukan, Anda berdua perlu berbicara dari hati ke hati tentang hal-hal yang Anda sepakati.
Berikut ini beberapa langkah untuk menerapkan kedisiplinan pada anak bersama pasangan:
- Bicarakan bagaimana gaya disiplin diterapkan saat Anda berdua dibesarkan. Pola pengasuhan orangtua kadang berulang pada diri Anda masing-masing, jadi hal ini bisa memberi Anda pencerahan tentang gaya disiplin masing-masing.
- Jangan menyembunyikan perbedaan. Untuk membesarkan anak yang bahagia dan berperilaku baik, menjadi sangat penting untuk menemukan dasar pemikiran yang umum. Jika tidak, anak akan menerima pesan yang berbeda dan dengan cepat melihat pihak mana yang bisa membebaskan ia dari sebuah aturan kedisiplinan.
Sekali dalam sebulan, lakukan pertemuan pribadi bagi Anda dan pasangan untuk membicarakan perbedaan disiplin Anda berdua. Ini merupakan kesempatan Anda untuk bersikap jujur dengan pendapat Anda. Ungkapkan pendapat tanpa mendapat interupsi dari yang lain.
Aturan dasarnya adalah, Anda berdua harus mendengarkan dan berbicara dengan rasa hormat. Tunjukkan bahwa hal ini bukan untuk saling menjatuhkan, tapi untuk menyepakati aturan yang Anda berdua merasa nyaman untuk diterapkan. - Bila pasangan terlihat berkecil hati, meski Anda tidak sependapat dengan cara ia menangani situasi tertentu, tetaplah memberi semangat dan berempati. Cari momen pribadi untuk mengevaluasi dengan menggunakan pembuka pembicaraan yang lembut dan tidak menghakimi seperti, “Situasi barusan tuh berat ya, pasti Ayah lagi bete sekarang. Mau bicarakan sama Bunda?”
- Tanyakan pada pasangan Anda kenapa ia memilih gaya disiplin yang sekarang ia jalankan, lalu dengarkan tanpa memotong penjelasannya. Bersabar dan hormati pendapatnya. Tanyakan juga pada diri Anda sendiri kenapa Anda bertentangan dengan metode yang dipilih pasangan. Apa yang Anda khawatirkan dengan metode yang ia gunakan? Tanyakan juga kecemasannya tentang gaya disiplin yang Anda inginkan.
- Menerima perbedaan. Tidak mungkin semua orang dewasa memiliki pendapat yang sama bila berkaitan dengan dunia anak kecil. Dengan tetap mempertahankan gaya individual Anda, meski terkait dengan penerapan disiplin, berarti Anda mengajarkan anak tentang kecerdasan emosional. Mereka dapat belajar tentang apa yang bisa diharapkan pada satu orang dewasa dari yang lain, dan itu adalah hal yang baik.
- Secara terbuka, coba terapkan pilihan disiplin yang ada dengan menyeimbangkan pro dan kontra yang mungkin timbul. Kembangkan peraturan dan konsekuensi yang Anda berdua setujui, lalu terapkan. Kemudian bersiaplah untuk melakukan beberapa penyesuaian atau kembali lagi melakukan evaluasi beberapa minggu kemudian jika ternyata tidak berhasil bagi semua pihak.
- Saat mulai menerapkan strategi disiplin bersama, selesaikan perselisihan yang mungkin muncul, satu per satu, dalam situasi yang tenang dan personal serta jauh dari pendengaran anak-anak.
- Jangan beradu pendapat di depan anak-anak. Anak melihat orangtuanya sebagai figur kekuatan cinta dan rasa aman dalam hidup mereka. Melihat orangtua bertengkar, apalagi di depan mereka, bisa mengubah anggapan anak tentang Anda dan pasangan. Anak bisa merasa marah atau takut bahkan merasa merekalah penyebab pertengkaran orangtua. Hal ini bisa membuat mereka memiliki penghargaan diri yang rendah dan tidak percaya diri.
Jadi bila Anda keberatan dengan cara pasangan menangani sebuah situasi, jangan terpancing untuk mengatakannya hingga Anda hanya berdua dengannya. Coba berkompromi dan tetap tampil kompak di depan anak-anak. Jika mereka melihat Anda berdua kompak, mereka tidak akan mengadu Anda berdua. Berjanjilah untuk tidak menjelek-jelekkan teknik disiplin pasangan Anda di depan anak-anak. - Jika si kecil berpihak pada salah satu orangtua, misalnya ia berkata, “Kata ayah aku boleh kok nonton tv dulu, nanti baru aku bantu bersihin meja,” katakan padanya kalau Anda perlu berbicara pada pasangan sebelum memberi jawaban. Atau katakan padanya bahwa ia memerlukan persetujuan dari kedua belah pihak sebelum melakukan sesuatu. Ingat, tidak semua keputusan tentang disiplin memerlukan jawaban dengan segera.
- Jangan libatkan anggota keluarga masing-masing. Hindari kalimat seperti, “Pantas saja kamu suka beteriak-teriak, kamu tuh memang sama persis seperti ayahmu,” selain terdengar tidak sopan, perilaku ini memaksa pasangan Anda untuk bersikap defensif, yang akan membuat Anda berdua semakin sulit untuk menemukan solusi terbaik.
- Jika anak Anda sudah masuk usia sekolah, terapkan aturan keluarga yang jelas dan lakukan evaluasi bersama anak-anak untuk menyampaikan pesan bahwa Anda dan pasangan berada dalam satu tim. Melibatkan anak-anak dalam menerapkan aturan kadang menginspirasi kerja sama yang lebih baik. Rencanakan untuk mengevaluasi kembali aturan dan konsekuensi yang sudah ada agar bisa disesuaikan dengan pertambahan usia anak Anda.
- Temukan cara kreatif untuk berkompromi. Mungkin Anda merasa sangat tidak nyaman ketika pasangan berteriak pada si kecil saat ia menunjukkan perilaku yang memang normal dilakukan oleh anak-anak, seperti mengaduk-aduk mangkok berisi makanannya atau melepaskan diri dari pegangan Anda. Suami Anda juga mungkin bisa menjadi emosi saat Anda tidak bersikap tegas pada situasi yang bisa membuat anak dalam kondisi berbahaya. Cobalah untuk membuat keputusan bersama bahwa tidak masalah bila ia meninggikan volume suaranya ketika si kecil tiba-tiba berlari ke jalan raya atau melakukan tindakan berbahaya lainnya, tapi untuk jenis pelanggaran yang memang sesuai dengan usianya, pasangan Anda perlu mengalihkan diri dari teriakan dan umpatan.
Memang berat bila pasangan Anda menolak untuk membicarakan masalah penerapan disiplin ini, tapi jangan menyerah. Minta ia untuk membuat daftar perilaku anak yang membuatnya lekas marah, ditambah ide yang ia punya tentang bagaimana cara untuk mengatasinya.
Yang juga perlu diingat, Bunda, Anda hanya akan berada di posisi siap bertengkar jika selalu beranggapan “hanya ada satu cara yang benar dan itu adalah cara saya.” Sebaliknya, cobalah memahami alasan logis di balik pendekatan yang dilakukan pasangan Anda.
Jika semua yang telah dilakukan gagal mencapai kesepakatan, beri ia buku atau artikel berkaitan dengan topik ini, atau carilah bantuan dari guru, dokter, konselor sekolah, atau ahli terapi.
(Ismawati)