Ibupedia

Menghadapi Anak yang Sedang Marah atau Tantrum

Menghadapi Anak yang Sedang Marah atau Tantrum
Menghadapi Anak yang Sedang Marah atau Tantrum

Ada beberapa kondisi yang membuat anak marah atau tantrum, yaitu :

  • Anak frustrasi dengan kemampuannya yang terbatas untuk mengungkapkan perasaan dan komunikasi dengan kata.

  • Merasa kurang memiliki kontrol.

  • Anak ingin mandiri.

  • Lapar, lelah, bosan, atau terlalu terstimulasi.

  • Memiliki terlalu sedikit atau terlalu banyak batasan.

Berikut beberapa tips yang bisa Anda coba untuk mengatasi batita yang marah:

  1. Jangan kehilangan kesabaran

    Selain menendang, berteriak, dan berguling di lantai, batita juga akan melempar benda, memukul, dan menahan nafas hingga tubuhnya berwarna kebiruan. Meski sulit diatasi, Anda bisa pastikan menahan nafas adalah perilaku normal pada anak yang sedang tantrum.

    Ketika anak sedang marah, ia tidak mau mendengar penjelasan Anda. Anak akan merespon secara negatif pada teriakan atau ancaman Anda. Semakin Anda berteriak untuk memintanya berhenti, anak menjadi semakin liar. Cara yang berhasil justru dengan duduk dan tetap bersamanya ketika ia marah.

    Sebaiknya orang tua tetap bersama anak ketika ia mengalami tantrum. Meninggalkannya dan pergi ke ruangan lain membuat ia merasa ditelantarkan. Luapan emosi yang ia alami bisa menakutkan bagi dirinya, dan ia akan merasa lebih baik bila Anda bersamanya.

    Jika Anda merasa tidak tahan, beberapa ahli menyarankan orang tua dengan tenang meninggalkan ruangan selama beberapa menit dan kembali setelah anak berhenti menangis. Dengan tetap tenang, Anda bisa membuatnya tenang juga.

    Ada juga anjuran untuk menggendong anak, pelukan Anda akan terasa nyaman baginya. Tapi sebagian ahli merasa taktik ini seolah memberi penghargaan pada perilaku negatif dan lebih baik mengabaikan anak yang tantrum hingga ia tenang.

    Penggunaan time-out juga bisa jadi solusi yang baik. Dengan trial and error, Anda akan tahu pendekatan mana yang tepat untuk anak. Bagaimanapun pilihan Anda mengatasi tantrum, konsistensi jadi kunci keberhasilannya.

  2. Ingat, Anda yang jadi orang dewasa

    Berapapun lamanya tantrum, jangan menyerah pada tuntutan tidak masuk akal atau bernegosiasi dengan balita yang berteriak-teriak. Ketika terjadi di tengah keramaian, kadang Anda ingin bersembunyi dari pandangan orang banyak. Tapi coba untuk tidak cemas dengan pendapat orang lain ya Bun, yang pernah jadi orang tua pasti pernah mengalaminya.

    Dengan menyerah Anda hanya mengajarkan anak kalau menendang adalah cara untuk mendapat apa yang ia inginkan. Bila anak sudah mulai memukul orang atau hewan peliharaan, melempar benda atau berteriak tanpa henti, gendong dan bawa ia ke tempat aman, seperti di kamar tidur. Beri tahu kenapa ia dibawa ke sana dan ia tetap di sana hingga bisa tenang. Jika terjadi di tempat umum, bersiaplah pergi bersama anak hingga ia tenang.

  3. Gunakan time-out seperlunya

    Meski bergantung pada anak, penggunaan time-out yang tepat, mulai pada sekitar usia 18 bulan, bisa membuat anak mengatur perasaan dengan lebih baik ketika ia tantrum. Time-out bisa membantu ketika anak tantrum dan teknik lain tidak berhasil. Menempatkan anak di area yang tenang tapi membosankan untuk waktu yang tidak lama, yakni sekitar satu menit per usia anak, bisa jadi pelajaran untuk membuatnya tenang dengan sendirinya.

    Jelaskan apa yang Anda lakukan, “Kakak kena time-out supaya bisa tenang.” Beri pengertian kalau time-out bukan hukuman. Bila menolak, dengan tegas kembalikan ia ke area time-out. Selain memastikan ia aman, jangan berinteraksi dengannya atau memberi  perhatian selama time-out.

  4. Bicara setelah tantrum

    Ketika tantrum reda, dekati anak dan bicaralah tentang apa yang telah terjadi. Diskusikan tantrum dengan istilah yang sangat sederhana. Bantu ia mengungkapkan perasaan misalnya dengan mengatakan, “Kakak marah ya karena tidak suka makanan yang dipesan.” Biarkan anak tahu ketika ia mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata, ia akan mendapat hasil lebih baik. Katakan dengan tersenyum, “Maaf ya, tadi Bunda ga ngerti. Sekarang karena Kakak tidak teriak-teriak, Bunda tahu apa yang Kakak mau.”

  5. Beritahu Anda mencintainya

    Setelah anak tenang dan ada kesempatan bicara padanya tentang tantrum, beri pelukan dan beri tahu kalau Anda mencintainya. Bunda perlu mengapresiasi perilaku yang baik, termasuk anak yang bisa tenang dan bicara pada Anda.

  6. Hindari situasi pemicu tantrum

    Perhatikan situasi yang membuat anak marah. Bila ia tantrum saat lapar, bawa cemilan ketika bepergian. Bila ia rewel di sore hari, segera pulang lebih awal. Bila ia kesulitan dengan transisi dari satu aktivitas ke yang lain, beri jeda sebelum berganti aktivitas. Beri tahu pada anak aktivitas apa yang akan dilakukan selanjutnya, dengan begitu ia punya kesempatan untuk menyesuaikan diri, bukan bereaksi.

    Bila merasa tentrum segera terjadi, coba alihkan anak dengan mengganti lokasi, memberi mainan, atau melakukan yang hal yang tidak ia duga. Batita belajar untuk mandiri, jadi beri pilihan selagi memungkinkan. Tak ada yang suka diberi tahu apa yang harus dilakukan sepanjang waktu. Katakan, “Ade mau jagung atau wortel?” Bukan “Makan jagungmu!”

Kenali tanda stres pada anak

Meski tantrum yang terjadi setiap hari dianggap normal pada anak usia balita, ada baiknya mengawasi masalah yang mungkin terjadi. Cari bantuan bila tantrum anak sangat sering atau ia menyakiti diri sendiri atau orang lain. Dokter akan mendiskusikan perkembangan anak dan perilaku tumbuh-kembangnya.

Bunda, konsultasikan pada dokter bila tantrum anak:

  • Sering terjadi (lebih dari 2 kali dalam sehari).

  • Disertai kemarahan atau sedih.

  • Diikuti perilaku yang mengkhawatirkan seperti agresi, masalah tidur, menolak makan, dan kecemasan perpisahan yang ekstrim.

  • Terjadi pada anak diatas usia 4 tahun.

Kunjungan rutin ke dokter jadi waktu yang tepat untuk berbicara tentang kecemasan Anda tentang perilaku anak dan dokter bisa membantu mengetahui masalah fisik atau psikologis yang mungkin terjadi. Dokter juga bisa menyarankan cara untuk mengatasinya.

Juga bicara pada dokter bila anak mengalami yang disebut breath-holding spells ketika marah. Breath-holding spells terjadi ketika anak berhenti bernafas hingga 1 menit yang menyebabkan ia tidak sadarkan diri. Biasanya breath-holding spells terjadi ketika anak marah, frustrasi, takut, atau kesakitan. Breath-holding spells merupakan kondisi refleks. Ada beberapa teori yang menyebut perilaku ini terkait dengan kekurangan zat besi.

Kebanyakan anak tidak butuh penanganan khusus untuk breath-holding spell. Kondisi ini akan hilang ketika anak bertambah besar. Bila dokter mengira kondisi medis menyebabkan breath-holding spells, anak akan butuh pengobatan.

Untuk menurunkan kemungkinan breath-holding spells, pastikan anak banyak istirahat dan coba bantu anak merasa aman. Beritahu dokter bila anak mulai mengalami breath-holding spells lebih sering atau lebih parah dari sebelumnya. Breath-holding spells memang membuat orangtua khawatir, jadi bicara pada dokter atau konselor bila Anda kesulitan mengatasinya. Juga bicara pada dokter bila Anda kesulitan mengontrol kemarahan sendiri.

(Ismawati)