Ibupedia

Sleep Apnea, Bukan Dengkuran Biasa

Sleep Apnea, Bukan Dengkuran Biasa
Sleep Apnea, Bukan Dengkuran Biasa

Salah satu masalah yang paling sering dialami bayi dan balita adalah masalah tidur. Mulai persoalan sulit tidur sehingga dibutuhkan sleep training, anak tidak mau tidur siang, mimpi buruk, tidur dengan gigi gemeretak, hingga gangguan pernapasan ketika tidur.

Menyoal gangguan pernapasan saat si kecil tidur, Anda harus mewaspadainya, ya Bunda. Sebab gangguan pernapasan ini dapat berdampak pada perkembangan belajar dan perilaku anak kelak. Hmm... kok bisa, ya?

Begini penjelasannya, Bunda. Gangguan pernapasan ketika tidur, yang juga dikenal sebagai sleep apnea, adalah gangguan yang berpotensi serius, di mana pernapasan terhenti berulang kali sepanjang tidur.

Kebanyakan anak yang mengalami sleep apnea dapat mengatasi masalah ini dengan mudah, namun tak sedikit yang bermasalah dengan perkembangan belajar dan perilakunya. Ada pula yang kemudian terkena masalah jantung dan paru-paru serta tekanan darah tinggi.

Jenis Sleep Apnea

Sleep apnea dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yakni obstructive sleep apnea (OSA), central sleep apnea, dan mixed apnea. Apa perbedaan dari tiga kelompok gangguan tidur tersebut?

OSA adalah gangguan tidur yang diakibatkan oleh penyumbatan saluran pernapasan. OSA adalah tipe sleep apnea yang paling sering terjadi. Sedangkan pada central sleep apnea tidak terjadi penyumbatan, namun otak gagal memberi sinyal pada otot untuk bernapas. Sementara mixed apnea adalah kombinasi keduanya (OSA dan central sleep apnea).

Penyebab Sleep Apnea

Tentang OSA, tipe sleep apnea ini dapat disebabkan oleh apa saja yang dapat secara fisik menyumbat saluran udara dan membuat balita Anda kesulitan mendapatkan cukup udara ke paru-parunya. Pada anak-anak, pembesaran tonsil dan adenoid (kelenjar di tenggorokan tepat di belakang hidung) adalah yang paling sering berperan. Ketika otot-otot anak rileks pada malam hari, kelenjar yang membesar ini dapat menyumbat sementara udara menuju ke paru-paru.

Penyebab lain tersumbatnya aliran udara adalah anak terlalu gemuk (overweight) dan karakteristik wajah tertentu, seperti dagu membundar ke belakang atau anak dengan bibir sumbing. Anak dengan down syndrome dan kondisi bawaan lain yang dapat mempengaruhi pernapasan atas lebih berpeluang mengalami sleep apnea. Lebih dari separuh anak dengan down syndrome mengalami OSA.

Tanda-Tanda Sleep Apnea

Bagaimana mengetahui sleep apnea pada balita? Tanda-tandanya cukup banyak, antara lain:

  1. Yang paling sering adalah mendengkur dan sulit bernapas ketika tidur. Sering juga ditandai dengan berhenti bernapas sekitar 10 detik atau lebih saat si kecil tidur. Tapi tunggu dulu Bunda, jangan terlalu gegabah mengklaim balita mengalami sleep apnea hanya karena dia mendengkur karena dengkuran pada sleep apnea bukan dengkuran biasa, melainkan dengkuran disertai kesulitan bernapas atau terhentinya napas selama beberapa detik.

  2. Anda patut mencurigai si kecil mengalami sleep apnea jika anak bernapas melalui mulut hampir setiap saat (ketika tidur di malam hari maupun siang hari), sering terbatuk-batuk atau tercekat saat tidur malam, tidur selalu gelisah, atau berkeringat hebat saat tidur. Jika Anda mendapati anak dengan 1 tanda atau gabungan tanda-tanda tersebut, dan selalu bangun berulang kali saat tidur, bisa jadi itu adalah tanda-tanda sleep apnea. Karena anak dengan sleep apnea kesulitan bernapas, mereka gampang terbangun untuk mendapatkan udara yang dibutuhkan.

  3. Bagi Bunda yang anaknya memiliki tanda-tanda sleep apnea, coba perhatikan perilakunya di siang hari untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut. Anak dengan sleep apnea biasanya kurang tidur sehingga mereka rentan marah, tersinggung, dan frustrasi. Anak Anda mungkin mengantuk dan tidur di waktu yang kurang tepat karena terlalu lelah terbangun tiada henti di malam hari.

  4. Anak dengan sleep apnea juga lebih mungkin memiliki masalah kesehatan yang berhubungan dengan tonsil atau adenoid atau amandel. Anak juga lebih lambat perkembangannya jika tidak mendapatkan tidur yang cukup sehingga tidak mendapat manfaat dari hormon pertumbuhan yang dikeluarkan pada malam hari. Dia juga tidak akan berkembang dengan tepat jika dia berjuang keras bernapas di malam hari. Intinya, si kecil seperti lari marathon setiap malam. Menyedihkan sekali, ya Bunda?

Cara Mengatasi Sleep Apnea

Lalu apa yang harus dilakukan? Langkah paling tepat jika anak mengalami sleep apnea adalah berkonsultasi dengan dokter. Nantinya dokter akan mencari tahu kebiasaan tidur anak Anda dan memeriksa saluran pernapasan atasnya. Jika dokter menganggap berat badan atau alergi penyebabnya, Anda mungkin akan dirujuk ke dokter THT, dokter spesialis paru, sleep expert atau apnea expert.

Tes yang biasanya digunakan untuk mendiagnosa sleep apnea disebut polysomnogram. Tes ini memonitor gelombang otak, gerakan mata, pernapasan, kadar oksigen dalam darah, juga dengkuran dan suara terengah-engah saat tidur.

Bagaimana perawatan penderita sleep apnea? Dalam 90% kasus, mengangkat tonsil dan/atau adenoid dilakukan pada anak. Beberapa anak yang mengalami OSA bahkan membutuhkan bantuan mesin CPAP (continuous positive airway pressure) agar dapat bernapas dengan mudah. Namun CPAP tidak dapat digunakan untuk anak dengan gejala central apnea.

Tak hanya pada balita, sleep apnea bisa juga dialami oleh bayi, meski jarang. Kebanyakan bayi dengan sleep apnea adalah bayi prematur. Semakin prematur sang bayi, semakin mudah dia menderita sleep apnea. Penyebabnya adalah ketidakmatangan sistem saraf pusat, di samping kemungkinan lain seperti pendarahan pada otak, terpapar obat-obatan atau racun, infeksi, cacat lahir, penyakit pernapasan, masalah gastrointestinal (seperti refluks), ketidakseimbangan kimiawi tubuh (seperti jumlah kalsium atau glukosa yang tidak tepat), dan masalah jantung atau pembuluh darah.

Tanda-tanda sleep apnea pada bayi kurang lebih sama dengan balita, di antaranya berhenti bernapas saat tidur. Namun pada bayi, berhentinya napas bisa hingga 20 detik atau lebih, sedangkan anak yang lebih besar (balita) “hanya” 10 detik. Namun perlu diingat, bayi berusia di bawah 6 bulan kerap bernapas cepat kemudian sangat lambat dan itu normal. Disebut periodic breathing, bayi di bawah 6 bulan biasanya bernapas lebih cepat dalam suatu waktu, kemudian berubah lebih lambat, dilanjutkan berhenti bernapas hingga 15 detik sebelum bernapas normal kembali.

Bahaya Sleep Apnea Pada Bayi

Apa bahaya sleep apnea pada bayi? Cukup fatal, Bunda. Ketika bayi berhenti bernapas, kadar oksigen dalam darahnya menurun dan kadar karbondioksida bertambah. Akibatnya bayi mungkin mengalami penurunan drastis detak jantung, yang disebut bradycardia.

Bukan hanya buah hati Anda saja, lho yang bisa mengalami sleep apnea. Anda juga patut waspada, terutama ketika hamil. Sleep apnea pada bumil bisa disebabkan karena berbagai hal, dan obesitas adalah faktor risiko utamanya. Semakin berat tubuh Anda selama hamil, semakin rentan Anda mengalami masalah pernapasan ketika tidur malam hari karena adanya jaringan ekstra di leher dan tenggorokan Anda. Biasanya bumil mengalami sleep apnea pada trimester ketiga kehamilan.

Faktor lain yang juga membuat ibu hamil mendengkur, seperti saluran hidung yang bengkak saat hamil, juga meningkatkan risiko sleep apnea. Kadar estrogen yang lebih tinggi selama kehamilan turut berperan dalam pembengkakan di membran mukosa yang melapisi hidung dan bahkan dapat menyebabkan lebih banyak lendir di hidung Anda. Selain itu, jumlah darah dalam tubuh meningkat dan pembuluh darah berkembang selama kehamilan. Hal ini juga dapat memicu pembengkakan membran nasal.

(Dini)

Follow Ibupedia Instagram