Sugar Rush Adalah Penyebab Anak Hiperaktif? Ini 3 Faktanya!
Sugar rush adalah kondisi di mana energi tiba-tiba menjadi berlebih setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung gula tinggi. Atau dengan kata lain, sugar rush adalah keadaan aktif berlebihan (hiperaktif) akibat terlalu banyak makan dan minum yang manis-manis. Sugar rush konon biasa dialami anak-anak.
Meski sugar rush adalah hal yang kerap didengar, dan seolah menjadi momok bagi banyak orangtua, ternyata belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa sugar rush adalah pemicu terjadinya hiperaktivitas pada anak, lho! Itu berarti, istilah sugar rush yang selama ini kita dengar hanyalah mitos.
Jika memang sugar rush adalah mitos belaka, mengapa banyak pengalaman anak menjadi terlalu aktif setelah mengonsumsi makanan atau minuman tinggi gula dalam jumlah banyak? Lantas bagaimana sih fakta sugar rush sebenarnya?
Sugar rush adalah pemicu hiperaktivitas pada anak, mitos atau fakta?
Mitos. Sugar rush adalah bukan penyebab anak menjadi hiperaktif. Yang benar, terlalu banyak mengonsumsi gula dapat memicu terjadinya obesitas dan masalah-masalah kesehatan lainnya. Berikut ini adalah fakta-fakta seputar sugar rush.
Sugar rush adalah pemicu obesitas dan masalah kesehatan lain, tidak ada kaitan dengan hiperaktivitas pada anak.
Kita kerap menyalahkan gula sebagai penyebab kondisi hiperaktif pada anak. Padahal kenyataannya, tidak ada bukti ilmiah mengenai hal ini.
Banyak orang, secara turun-temurun, meyakini sugar rush adalah penyebab terjadinya hiperaktivitas pada anak. Terutama dari kalangan orangtua. Wajar, sih, karena banyak dari kita telah menyaksikan betapa kuatnya pengaruh gula terhadap perilaku anak.
Usai mengonsumsi makanan tinggi gula seperti jelly atau es krim, tidak sedikit anak yang seolah memiliki energi tak ada habisnya. Apalagi ketika anak-anak menggelar pesta, sugar rush adalah hal yang paling dikhawatirkan orang tua.
Mitos sugar rush adalah penyebab anak menjadi hiperaktif seolah nyata saat party. Beberapa film, termasuk film Hollywood Daddy Day Care yang dirilis 2003 lalu, menampilkan adegan anak-anak mendadak berenergi berlebihan setelah mengonsumsi banyak makanan dan minuman manis. Dan dalam kenyataannya, tidak sedikit orang tua yang menyaksikan sendiri sugar rush adalah dalang di balik terlalu aktifnya anak-anak mereka.
Tak aneh jika kemudian keyakinan sugar rush adalah pemicu hiperaktivitas pada anak ini seolah sudah mengakar dan mendarah daging pada diri kebanyakan orang tua. Dan tidak mengherankan pula jika pada akhirnya banyak orang tua yang membatasi konsumsi gula pada anak karena sugar rush adalah hal yang mengkhawatirkan.
Memang benar Ibu, terlalu banyak gula tidak baik bagi anak, namun bukan karena dampak hiperaktivitas yang ditimbulkannya. Sama sekali tidak. Gula maupun bahan tambahan pangan (food additive) memang memiliki dampak kurang baik bagi anak.
Tapi sekali lagi bukan berarti sugar rush adalah pemicu hiperaktivitas pada anak. Bukan itu. Yang benar, terlalu banyak gula dapat memicu terjadinya kondisi serius, salah satunya obesitas. Selain itu, sugar rush adalah pemicu terjadinya masalah kesehatan lain seperti gigi berlubang dan diabetes.
Anggapan sugar rush adalah pemicu anak berperilaku hiperaktif berawal dari imbauan ahli alergi pada 1970-an, namun dipatahkan oleh sejumlah penelitian.
Ibu penasaran bagaimana ihwal terciptanya anggapan sugar rush adalah pemicu terjadinya hiperaktivitas pada anak? Jadi begini ceritanya, Bu. Bermula pada era 1970an, ketika seorang ahli alergi Amerika Serikat, Benjamin Feingold, mengimbau peniadaan food additive untuk mengatasi masalah hiperaktivitas pada anak-anak.
Pada 1973, Feingold menciptakan diet eponymous, di mana ia menyimpulkan makanan dapat mempengaruhi masalah perilaku. Dari sinilah orang tua mulai meyakini bahwa sugar rush adalah pemicu perubahan perilaku pada anak (yang tentu saja negatif).
Namun kemudian anggapan sugar rush adalah pemicu perilaku hiperaktif pada anak ini dipatahkan oleh banyak penelitian. Pada 1995, misalnya, sebuah meta analysis dari 23 penelitian yang dapat dipercaya menunjukkan tidak ada keterkaitan bahwa sugar rush adalah pemicu hiperaktivitas pada anak. Penelitian-penelitian ini dipublikasikan dalam Journal of the American Medical Association.
Bahkan penelitian sebelumnya yang dilakukan National Institute of Health pada 1982 silam menyatakan sugar rush tidak ada. Jadi, apakah Ibu masih percaya sugar rush adalah pemicu perilaku hiperaktif pada anak?
Anggapan tentang sugar rush adalah sekadar mitos parenting. Sugar rush adalah ekspektasi orang tua yang menyebabkan bias kognitif.
Jika memang sugar rush adalah bukan pencetus terjadinya hiperaktivitas pada anak, lalu mengapa banyak orang tua yang melihat anak mereka menjadi terlalu bersemangat usai mengonsumsi banyak makanan dan atau minuman manis?
Mengapa seolah sugar rush adalah benar dalang di balik meningkatnya energi anak-anak secara berlebihan? Jawabannya, bisa jadi karena mindset turun-temurun dan ekspektasi yang menyebabkan bias kognitif yang cenderung menghakimi.
Kita coba kilas balik ke tahun 1994 silam, yuk, Bu. Ada sebuah penelitian yang dilakukan Journal for Abnormal Child Psychology kepada sekelompok anak laki-laki berjumlah 35 orang rentang usia5-7 tahun, di mana ibu mereka menyebut mereka sensitif terhadap gula yang berdampak pada perilaku mereka. Sebagian orang tua anak-anak ini diberitahu bahwa anak-anak mereka telah diberikan gula dalam jumlah yang banyak, sementara sisanya masuk ke dalam kelompok plasebo. Padahal, nih Bu, dalam kenyatannya, semua anak diberikan plasebo!
Nah, berikutnya para ibu tersebut direkam saat tengah asyik berinteraksi dengan anak-anak mereka. Dan tahu tidak Bu, hasil penelitian menunjukkan, para ibu di "kelompok gula" cenderung menilai anak-anak mereka secara signifikan menjadi lebih hiperaktif. Padahal, tidak ada anak yang diberi gula pada penelitian tersebut, lho!
Tidak hanya itu, para ibu di "kelompok gula" ini cenderung memperlakukan anak-anak mereka seolah-olah mereka tidak behave, tidak tahu sopan santun alias menjadi aktif berlebihan. Para ibu itu cenderung mengkritik, menatap tajam, dan bicara kepada anak-anak mereka lebih dari para ibu di kelompok satunya.
Pada tahun yang sama, peneliti yang juga dokter anak Mark Wolraich melakukan penelitian serupa. Ia dan timnya melakukan penelitian terhadap 48 anak yang mengonsumsi gula atau pemanis buatan, dan meminta orang tua untuk memantau perilaku anak-anak mereka.
Pada akhir penelitian, Wolraich dkk menyimpulkan --berdasarkan jurnal orang tua, laporan guru, tes kognitif dan perilaku, serta observasi tersendiri-- tidak ada pengaruh gula maupun pemanis buatan terhadap perilaku anak. Artinya, tidak ada perubahan perilaku pada anak-anak tersebut, baik lebih aktif atau lebih pasif daripada biasanya. Malah para peneliti ini menemukan sedikit efek menenangkan gula. Jadi, tidak benar bahwa sugar rush adalah pemicu hipraktivitas pada anak.
Seorang pengajar pediatri di Harvard juga mematahkan anggapan sugar rush adalah penyebab anak menjadi hiperaktif. Menurut dr David Ludwig, sugar rush terjadi manakala si kecil menyantap makanan yang berindeks glisemik tinggi, di mana makanan tersebut mampu membuat peningkatan kadar gula darah secara cepat tetapi tidak terlalu lama bertahan. Nah, kenaikan gula dari itulah yang akhirnya membangkitkan energi anak dan membuat mereka sulit untuk bisa fokus.
Bijak dalam memberikan gula kepada anak
Meski sugar rush adalah bukan penyebab hiperaktivitas pada anak, setidaknya begitulah hasil berbagai penelitian, namun banyak orang tua masih dihantui ketakutan akan dampak buruk gula bagi kesehatan anak mereka. Tidak sedikit kemudian yang memangkas asupan gula si kecil sama sekali. Sugar detox pun dilakukan banyak orang tua terhadap anak-anak mereka.
Eits, jangan tidak memberi si kecil gula sama sekali ya, Bu. Sebab sugar detox justru dapat membahayakan anak Ibu. Dan karena masih dalam tahap pertumbuhan, anak-anak masih membutuhkan asupan gula.
Ya, gula juga penting bagi kita. Sebagai struktur paling sederhana dari karbohidrat, gula juga diperlukan untuk tubuh kita, terlebih anak-anak. Jika diberikan dalam takaran yang wajar, gula sebenarnya baik untuk kesehatan anak, lho, terutama dalam membantu perkembangan otaknya.
Tapi terlalu banyak mengonsumsi gula memang tidak baik bukan? Benar, Ibu. Terlalu banyak dan terlalu sering mengonsumsi gula dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, dan yang lebih buruk lagi, makanan kaya gula cenderung penuh dengan kalori kosong dan sering menggantikan makanan bergizi anak-anak.
Pada dasarnya, anak kecil memang suka yang manis-manis. Permen, lolipop, es krim, kue tart, semua memang kesukaan mayoritas anak-anak. Nah, peran orang tua amat diperlukan agar anak tidak mengonsumsi gula secara berlebihan dan pada akhirnya menguatkan kembali anggapan sugar rush adalah penyebab hiperaktivitas pada anak.
Gail Frank, ahli epidemiologi gizi di California State Univeristy, Long Beach, mengatakan, orang tua bisa "mengupayakan untuk melatih indera pengecap anak sehingga ia tidak melulu menginginkan yang manis-manis."
Pertanyaannya, berapa takaran yang tepat konsumsi gula anak setiap harinya? Sebenarnya tidak ada patokan khusus, berapa sendok anak sebaiknya mengonsumsi gula dalam makanannya. Hal ini dikarenakan setiap anak berbeda, baik dalam bentuk tubuh, level aktivitas, maupun tingkat temperamennya.
Berbagai penelitian telah menyatakan sugar rush adalah bukan penyebab hiperaktivitas pada anak. Malah, sebenarnya, sedikit tetes air gula (setengah sendok teh dalam satu ounce air) dapat menenangkan bayi yang rewel. Ketika gula memasuki aliran darah dan mencapai otak, gula secara temporer meningkatkan neurokimia yang menenangkan, semisal serotonin.
Masalah kesehatan yang ditimbulkan ketika anak terlalu banyak mengonsumsi gula
Gigi berlubang
Gula sendiri sebenarnya tidak menyebabkan gigi berlubang, namun gula memang memperkuat pertumbuhan bakteri dalam gigi yang akhirnya mengakibatkan gigi berlubang. Jadi, selain dengan rajin gosok gigi, tidak terlalu berlebihan mengonsumsi gula dapat mencegah terjadinya gigi berlubang. Itu sebabnya dokter gigi kerap menyarankan agar bayi tidak tidur sambil minum susu dalam botol (karena mengandung gula susu) atau jus buah bagi anak yang lebih besar, atau membiarkan mereka minum manis-manis sepanjang hari.
Obesitas
Pada dasarnya gula tidak membuat anak-anak overweight. Anak-anak baru akan mengalami banyak kenaikan berat badan ketika mereka menghasilkan kalori lebih banyak daripada yang dibakar. Sayangnya, makanan minuman manis-manis pada umumnya mengandung kalori tinggi.
Karena itu, jika anak rutin minum satu jenis minuman tinggi gula saja setiap hari (entah soda, fruit punch, atau es teh manis) maka risiko obesitas akan meningkat. Itu sebabnya, American Academy of Pediatrics (AAP) mengeluarkan imbauan agar sekolah-sekolah di Amerika berhenti menawarkan minuman dengan pemanis di kafetaria atau vending machine sekolah.
Jus buah sekalipun bisa memicu terjadinya obesitas jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih dan mengandung gula buah, lho! Karena itu, seperti diungkapkan dokter anak Barbara Frankowksi, M.D, AAP memberikan rambu-rambu konsumsi jus bagi anak berdasarkan usia.
- Bayi di bawah usia 6 bulan tidak boleh mengonsumsi jus buah
- Bayi usia 6 bulan-1 tahun boleh mengonsumsi jus buah tidak lebih dari 6 ounce per hari
- Anak usia 1-6 tahun boleh mengonsumsi jus buah tidak lebih dari 6 ounce per hari
- Anak usia di atas 6 tahun boleh mengonsumsi jus buah tidak lebih dari 12 ounce per hari
Diabetes
Gula sendiri sebenarnya tidak mengakibatkan diabetes pada anak. Tapi, makanan tinggi gulalah yang dapat meningkatkan risiko anak terkena diabetes tipe 2 atau kondisi prediabetes yang juga dikenal sebagai sindrom resistensi insulin. Keduanya dapat terjadi ketika tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin dan selanjutnya dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang lebih serius di kemudian hari, seperti penyakit jantung dan bahkan infertilitas.
Menurut para ahli endokrinologi, makanan tinggi gula dapat meningkatkan risiko diabetes dan sindrom resistensi insulin secara tidak langsung, dengan berkontribusi terhadap obesitas (faktor risiko yang kuat) dan secara langsung membuat pankreas (organ yang memproduksi insulin) bekerja berlebihan.
Nah, jadi itulah pengaruh gula bagi kesehatan anak. Sekali lagi, anggapan sugar rush adalah pemicu hiperaktivitas pada anak hanyalah mitos.
Jenis-jenis gula yang perlu diketahui
Sugar rush adalah penyebab anak menjadi hiperaktif memang cuma mitos. Tapi, Ibu tetap harus bijak dalam memberikan gula untuk anak Ibu tercinta. Bicara tentang gula, yang keluar di benak kita pada umumnya adalah gula pasir biasa.
Tapi sebenarnya gula itu nggak cuma gula pasir, lho. Ada corn syrup sebagai pemanis pada minuman buah atau gula alami pada jus buah, ada madu, ada pula maple syrup. Apa bedanya? Simak sama-sama, yuk!
Sukrosa
Mau berwarna putih, berbentuk bubuk, berwarna cokelat, atau mentah, itu semua adalah sukrosa. Pada ingredients produk, sukrosa biasanya hanya ditulis sebagai gula. Hampir sama dengan sukrosa adalah dekstrosa, glukosa, dan maltosa.
Dalam jumlah besar (lebih dari dua sendok teh, atau sekitar 5 gram), semuanya mampu menghasilkan peningkatan cepat kadar gula darah.
Kalori: 16 per sendok teh, 4 per gram
Fruktosa
Disebut juga fruit sugar (gula buah), fruktosa banyak terdapat pada buah dan jus buah. Kita juga kerap mengonsumsi banyak fruktosa lewat corn syrup, terutama pada soda. Berbeda dengan sukrosa, fruktosa sedikit lebih lambat meningkatan kadar gula darah. Jadi, fruktosa dapat membantu mereka yang mengalami sugar rebound. Namun perlu digarisbawahi, fruktosa memudahkan tubuh untuk mengubahnya menjadi lemak.
Kalori: 16 per sendok teh, 4 per gram
Gula alkohol
Banyak ditemukan pada permen karet bebas gula (sugar-free) dan pastry tanpa tambahan gula. Sorbitol, mannitol, maltitol, dan xylitol adalah beberapa jenis gula alkohol. Gula jenis ini tidak menyebabkan peningkatan signifikan pada gula darah, juga rendah kalori dan tidak menyebabkan gigi berlubang.
Kalori: 9-12 per sendok teh, 1.5-3 per gram
Pemanis buatan
Ada lima pemanis buatan yang aman dikonsumsi sehari-hari, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa: aspartame, acesufame potassium, sucralose, neotame, dan saccharin.
Gula jenis ini bebas kalori dan tidak menyebabkan peningkatan gula darah dan tkdak mengakibatkan gigi berlubang. Namun saccharin, aspartame, dan acesulfame potassium rasanya tidak seenak gula biasa. Dan aspartame tidak bisa digunakan untuk baking atau memasak.
Kalori: 0
Madu dan maple syrup
Madu dan maple syrup mengandung sukrosa, fruktosa, dan air dan menyebabkan peningkatan cepat kadar gula darah. Madu juga tidak direkomendasikan dikonsumsi anak di bawah usia 1 tahun.
Kalori: sekitar 22 per sendok teh.
(Dini / Dok: Pixabay)