Supaya Batita Cerdas, Ini Caranya
Yang namanya anak balita, pasti susah sekali untuk dia bisa duduk tenang meski untuk beberapa menit saja. Mereka memang senang bereksplorasi dan belajar. Bunda, gunakan cara efektif berikut ini agar anak lebih cerdas!
1. Ajarkan Berbagai Bentuk Emosi
Ross Flom, seorang professor psikologi pada Brigham Young University di Utah, mengatakan bahwa mengembangkan kecerdasan emosi berperan penting untuk perkembangan kognitif dan sosial anak Anda. Mengenal bentuk emosi merupakan sebuah keterampilan hidup yang terlibat dalam segala hal yang kita lakukan.
Anda dapat membantu anak belajar membaca petunjuk emosi. Misalnya pada saat si kecil bermain di kotak pasir, seorang anak di dekatnya tampak kehilangan keseimbangan lalu menabraknya. Bantu anak Anda memahami bahwa kejadian itu adalah sebuah kecelakaan yang tidak sengaja. Sehingga ia tak perlu merasa marah dan mengira peristiwa itu adalah kesengajaan. Dengan mengatakan apa yang terjadi merupakan sebuah ketidaksengajaan, si kecil akan terbantu untuk mengidentifikasi apa yang baru saja terjadi dan memahaminya. Respon yang diberikan anak Anda sangatlah penting. Anak yang mengira insiden seperti ini dilakukan dengan sengaja cenderung memiliki kekurangan dalam kemampuan akademik, sosial, dan kognitifnya.
Begitu juga halnya dengan emosi positif. Misalnya pada saat anak Anda bersedia berbagi sesuatu dengan anak lain. Sempatkan untuk menyampaikan padanya konsekuensi dari perilaku sederhana itu. Anda bisa mengatakan, “Coba lihat, waktu kakak mau berbagi, teman-teman jadi senang kan?” Dengan membantu anak Anda menghubungkan perasaan dan tindakan, berarti Anda membangun kecerdasan emosi yang akan ia butuhkan untuk menjalani kehidupannya.
2. Mari Bicara
Pada usia 18 bulan hingga 2 tahun kebanyakan anak belajar satu kata baru setiap minggu. Mereka pada umumnya dapat mengucapkan sekitar 50 hingga 100 kata pada usia dua tahun. Tracy Cutchlow, editor pada Brain Rules for Baby, mengungkapkan bahwa akan semakin banyak kata yang akan dipelajari si kecil bila ia semakin sering mendengar Anda berbicara dengannya.
Para ahli menyarankan untuk menceritakan kegiatan harian Anda padanya. Itu artinya Anda memberitahu si kecil apa yang Anda lakukan saat sedang melakukannya. Ini adalah cara yang bagus untuk memperkenalkan anak pada berbagai macam kosa-kata baru sepanjang hari. Di usia ini juga waktunya untuk membacakan lebih banyak buku cerita untuk si kecil. Anda berdua dapat bersenang-senang saat melakukannya. Coba gunakan suara berbeda untuk tiap karakter yang ada dalam cerita di buku.
Pastikan anak Anda mendengar alur bahasa yang baku, tapi jangan gunakan televisi sebagai panduan untuknya. Bahasa pada televisi terlalu cepat bagi anak untuk dipelajari dalam proses belajar. Televisi juga tidak bersifat interaktif. Selain si kecil perlu mendengar orang lain berbicara, ia juga memerlukan interaksi manusia untuk mendapat pengalaman lebih banyak. Dengan menjaga alur percakapan yang konstan dan menggunakan kosa-kata yang berbeda berarti Anda mempersiapkan anak untuk memiliki keterampilan membaca, menulis, dan mengeja yang lebih baik.
3. Bermain Cerdas
Tracy Cutchlow menyarankan dua jenis permainan untuk dicoba bersama anak Anda agar membantunya belajar dan menerapkan kontrol impulsif. Permainan yang pertama berkaitan dengan lawan kata. Siapkan satu set gambar sederhana dan tunjukkan satu per satu pada anak Anda. Misalnya jika gambar pertama yang Anda tunjukkan adalah matahari, minta ia mengatakan malam hari, bukan siang hari. Bisa juga Anda memintanya untuk mengatakan bulan, bukan matahari. Jika si kecil belum siap untuk permainan verbal jenis ini. Coba lakukan permainan bunyi. Lakukan permainan ini dengan memukul drum sebanyak satu kali dan anak Anda harus memukulnya sebanyak dua kali.
Inti dari kedua permainan ini adalah untuk membuat anak Anda berhenti, berpikir sebentar, dan mengesampingkan respon yang datang pertama. Anda masih bisa mengembangkan permainan jenis ini. Aktifitas semacam ini cocok untuk anak usia 3 dan 4 tahun. Kontrol impulsif yang ada pada dua permainan ini berkaitan erat dengan keterampilan matematika dan menjadi kunci untuk membangun fungsi eksekutif. Fungsi eksekutif merupakan kemampuan otak untuk merencanakan, menetapkan tujuan, dan menjalankan tugas. Fungsi eksekutif menjadi penentu kesuksesan akademik yang lebih tinggi dari IQ.
4. Ciptakan Ruang Kreatif
Ciptakan lingkungan yang ramah imajinasi untuk membangun kreatifitas alami anak Anda. Tapi Bunda, ini bukan berarti Anda harus membelikan mainan seri terbaru untuknya. Anda bisa melakukannya dengan cara yang sederhana. Sediakan saja kotak kosong dan beberapa warna krayon agar si kecil mendapat waktu dan ruang untuk mencoba hal-hal baru.
Anda juga bisa membagi area bermainnya menjadi beberapa bagian. Setiap bagian memberikan pilihan kreatif untuk buah hati Anda. Misalnya Anda membagi ruang keluarga menjadi empat bagian. Sudut pertama untuk kegiatan bermusik, gunakan sudut kedua untuk kegiatan menggambar dan melukis. Sudut ketiga untuk balok dan mainan konstruksi dan sudut terakhir untuk kostum atau apa saja yang bisa membangun kreatifitasnya.
5. Tunjuk dengan Jari Anda
Pada usia sekitar 9 bulan, anak mulai mengikuti jari Anda untuk mengetahui apa yang Anda tunjuk. Penelitian membuktikan anak akan belajar lebih cepat jika Anda menunjuk pada objek yang dimaksud saat mengucapkan sebuah kata. Saat ini batita Anda kemungkinan memiliki kemampuan sangat baik dalam permainan tersebut. Interaksi seperti ini disebut “joint attention,” artinya si kecil memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan Anda dan juga orang lain di luar Anda berdua.
Saat anak sudah memiliki kemampuan ini, Anda dapat berkomunikasi dengannya dalam tingkat yang lebih tinggi. Misalnya ketika Anda mengajaknya berkunjung ke kebun binatang, lalu memperhatikan salah satu binatang seperti beruang kutub. Tunjuk, bicarakan, dan jelaskan semua tentang beruang kutub. Apa yang Anda lakukan ini dapat mendorong perkembangan sosial, kognitif, dan bahasa anak.
6. Hargai Usahanya
Penelitian menunjukkan anak akan bekerja lebih keras dan lebih baik di sekolah apabila orangtua memuji usaha mereka, bukan kecerdasan yang mereka miliki. Jadi Anda tak perlu lagi berkata, “Wah, anakku pintar sekali,” tapi yang perlu Anda katakan adalah, “Wah, pasti kamu sudah bekerja keras sekali ya untuk mendapat hasil sebaik ini.” Yang menjadi fokus adalah pada proses yang dilalui anak untuk menghasilkan sesuatu, bukan pada hasil yang diperoleh. Hal ini akan membantu anak mengasosiasikan kerja keras dengan keberhasilan.
Pada saat anak menjadi lebih besar nanti, mereka akan memiliki apa yang dinamakan sebagai mindset dinamis, yaitu keyakinan bahwa mereka bisa melakukan lebih jika mau mencoba. Kondisi ini tidak akan sama pada mindset statis yang merupakan keyakinan bahwa apa yang bisa mereka lakukan telah ditentukan sebelumnya oleh kemampuan bawaan atau IQ.
Lebih dari 30 tahun penelitian menunjukkan anak dengan mindset dinamis cenderung memiliki perilaku yang menyenangkan terhadap kegagalan. Mereka tidak tenggelam dalam kesalahan yang dibuat. Anak-anak ini hanya menerima kesalahan sebagai masalah yang perlu dipecahkan, lalu kemudian mereka kembali melanjutkan aktifitas seperti biasa.
(Ismawati)