Ibupedia

Terapkan 8 Langkah Ini Untuk Mengatasi Kakak-Adik Bertengkar

Terapkan 8 Langkah Ini Untuk Mengatasi Kakak-Adik Bertengkar
Terapkan 8 Langkah Ini Untuk Mengatasi Kakak-Adik Bertengkar

Kondisi di mana kakak-adik bertengkar, lumrah terjadi dalam keluarga dengan anak dalam rentang usia 3-9 tahun. Kemungkinan timbulnya pertengkaran ini semakin meningkat jika kedua anak masih sama-sama berusia di bawah 5 tahun. Sejatinya, kondisi ini sangat wajar. Tetapi jika tidak disikapi dengan benar, akan terus terbawa hingga dewasa.

Hubungan yang tidak sehat ini tidak boleh dibiarkan menjadi kebiasaan. Artinya, kondisi kakak-adik bertengkar ini bisa berlanjut menjadi sibling rivalry yang berakibat pada psikis anak sampai dewasa.

Pemicu kakak-adik bertengkar salah satunya didasari karena kecemburuan kakak terhadap datangnya anggota keluarga baru yang menyita waktu dan perhatian kedua orangtuanya. Waktu yang biasa dihabiskan untuk dirinya justru makin berkurang dengan datangnya anggota baru. Seiring berjalannya waktu, adik akan tumbuh lebih besar dan memiliki kebutuhan sendiri yang sesuai dengan zamannya.

Saat orangtua memberi adik benda yang tidak pernah diberikan pada kakak saat seusianya, tidak bisa dielakkan jika muncul rasa iri kakak pada adik. Begitu pun sebaliknya. Kakak yang lebih banyak memiliki barang pribadi atas namanya sendiri, membuat adik iri karena terkadang harus mendapatkan barang lungsuran kakak. Ditambah lagi soal berebut mainan. Kakak tidak mau mengalah, sementara adik suka semaunya sendiri.

Menurut Parents, sebuah studi oleh Universitas Illinois menyebutkan bahwa anak usia 3-9 tahun bertengkar beberapa kali dalam waktu satu jam. Sehingga kakak adik bertengkar adalah hal yang wajar.

Nah, karena wajar, berarti orangtua perlu terbiasa dengan adanya kondisi ini. Yang perlu Ibu ketahui adalah anak bisa dengan sengaja membuat pertengkaran untuk mendapatkan perhatian orangtuanya. 

Faktanya, kondisi kakak-adik bertengkar menjadi semakin kompleks seiring bertambahnya usia anak. Di rentang usia 8-12 tahun, baik kakak maupun adik memiliki kesamaan yang bisa dibanding-bandingkan.

Misalnya seperti kecakapan dalam menguasai mata pelajaran di sekolah, perilaku dengan teman, atau pencapaian dalam ajang perlombaan. Tak jarang kecemburuan melihat kakaknya memiliki banyak teman atau adiknya punya lebih banyak piala, dapat memicu kakak-adik bertengkar untuk hal sepele atau bahkan tanpa alasan.

Dalam situasi adik lebih menonjol daripada kakak, kemungkinan kakak-adik bertengkar akan semakin besar. Mengapa? Karena kakak akan merasa dirinya kalah, padahal dia adalah anak tertua.

Selain itu, kakak juga merasa tertekan dengan asumsi “kenapa adik yang lebih muda dari aku bisa sepintar itu?”. Diikuti pula dengan rasa malu dan asumsi, “aku kan kakaknya, kalau aku tak sehebat adik, ini sungguh memalukan.”

Asumsi-asumsi inilah yang membuat kakak-adik bertengkar lebih sering. Tahukah Ibu bahwa kondisi seperti ini justru memerlukan dukungan penuh dari orangtua? Orangtua perlu menyeimbangkan diri dan berusaha senetral mungkin tanpa memihak kakak atau adik.

Mengobati batin anak-anak juga penting dilakukan di momen ini agar tidak berbekas dan terbawa hingga dewasa.

Alasan kakak-adik bertengkar

Untuk mengetahui lebih spesifik apa saja alasan kakak-adik bertengkar akibat sibling rivalry, coba cek daftar di bawah ini:

  • Ingin mendapat perhatian;

  • khawatir posisinya di mata orangtua tergantikan oleh saudaranya;

  • ingin menunjukkan kemampuan lebih dari saudaranya;

  • lapar, bosan, lelah, memicu emosi untuk bertengkar;

  • anak tidak tahu cara positif menarik perhatian orangtua atau saudaranya;

  • kurangnya kualitas waktu bersama keluarga, sehingga kakak-adik bertengkar terus;

  • orangtua stress, sehingga berkurang waktunya untuk rileks dengan anak;

  • anak stress karena tidak mampu mengutarakan maksudnya; dan

  • sikap orangtua pada kakak dan adik berbeda.

Alasan-alasan tersebut perlu dipahami, sehigga bila kakak-adik bertengkar, Ibu bisa mengidentifikasi apa penyebab perkelahian mereka. Setelah itu, barulah Ibu bisa memutuskan cara apa yang tepat untuk mengatasinya.

Tips untuk mengatasi dan mencegah kakak-adik bertengkar

Berikut langkah-langkah yang bisa Ibu lakukan untuk mengatasi kakak-adik bertengkar dan mencegahnya terulang kembali semakin parah:

  1. Menyiapkan Waktu Pribadi Bagi Masing-Masing Anak

    Siapkan waktu intens antara setiap orangtua dengan masing-masing anak. Misalkan, luangkan waktu untuk kakak dengan curhat atau bermain bersama seharian. Jika kakak diplot untuk memiliki waktu bersama Ayah dan Ibu di sore hari sebelum tidur, maka adik pun juga hendaknya punya waktu khusus bersama Ayah dan Ibu.

    Hal ini baik untuk memberi mereka kasih sayang yang cukup dan sama. Ini juga membantu anak agar percaya bahwa Ayah dan Ibu tetap mencintainya meski ia memiliki saudara. Anak akan merasa tetap spesial bagi kedua orangtuanya, sehingga ia tidak akan menganggap saudaranya saingan dan kemungkinan kakak-adik bertengkar pun bisa diminimalisasi.

  2. Biarkan Anak Menyelesaikan Masalahnya Sendiri

    Saat kakak-adik bertengkar, sebisa mungkin orangtua tidak ikut dalam perdebatan dan perkelahian. Kepada anak yang lebih besar, orangtua perlu menekankan bahwa pertengkaran yang dibuat bersama perlu diselesaikan bersama juga.

    Orangtua juga perlu menyampaikan bahwa mereka akan selalu ada saat anak membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan masalah mereka. Nah, selebihnya, arahkan agar anak bisa bertanggung jawab terhadap masalah bersama.

    Untuk pertengkaran yang ekstrim, orangtua memang perlu ikut campur. Tapi perlu diingat untuk tidak langsung menyudutkan salah satu anak. Pisahkan dahulu keduanya, coba untuk tenangkan masing-masing anak. Ayah dan Ibu bisa ngobrol dengan masing-masing dan menjadi mediator saat anak menyelesaikan masalahnya.

    Mengutip dari @keluargakitaid, berikut tips untuk orangtua saat menjadi mediator kakak-adik bertengkar:

    • Kakak dan adik menceritakan permasalahan dari sudut pandangnya, tanpa interupsi.

    • Setelah itu, orangtua fokus pada permasalahan, bukan pada siapa yang menyalahkan dan disalahkan.

    • Beri kesempatan pada kakak untuk menceritakan apa yang terjadi menurut versi kakak.

    • Beri kesempatan pada adik untuk menceritakan apa yang terjadi menurut versi adik.

    • Minta kakak untuk bercerita ulang apa yang terjadi sesuai versi adik.

    • Minta adik untuk bercerita ulang apa yang terjadi sesuai versi kakak. (Langkah 5 dan 6 penting dilakukan agar baik kakak maupun adik bisa melihat situasi dari sudut pandang orang lain)

    • Orangtua menyimpulkan dari fakta dan mengonfirmasi perasaan adik maupun kakak.

    • Diskusikan dengan kakak dan adik tentang pilihan solusi dan konsekuensinya.

    • Buat kesepakatan dari solusi yang dipilih dengan mencatat/foto/video agar mudah dicari saat lupa.

    • Lakukan refleksi dan evaluasi atas solusi yang sudah disepakati setelah diterapkan dalam rentang waktu tertentu.

  3. Hindari Membanding-bandingkan

    Dibanding-bandingkan tidak disukai oleh siapa pun, baik orang dewasa maupun anak-anak. Maka hindari membanding-bandingkan kakak dan adik. Dengan membandingkan anak, maka si kecil akan berasumsi bahwa orangtuanya lebih menyukai saudaranya daripada dirinya.

    Ini justru akan menggiring anak untuk semakin tidak menyukai saudaranya dan membuat kemungkinan kakak-adik bertengkar lebih sering.

  4. Ajari Anak Tentang Kerjasama, Bukan Persaingan

    Mengajari anak bahwa segala sesuatu bisa dilakukan dengan kerjasama akan baik bagi kakak-adik yang suka bertengkar. Karena bertengkar lebih mengedepankan persaingan, mana yang lebih unggul.

    Oleh karena itu, ajari konsep bahwa kakak dan adik bisa kok rukun dengan saling bekerja sama baik saat bermain atau saat membantu orangtuanya. Kakak bisa membantu adik menyelesaikan PR sekolah yang tidak adik kuasai, dan adik bisa menolong kakak untuk hal yang tidak kakak kuasai.

  5. Kenalkan Konsep Berbagi dan Kepemilikan

    Kakak-adik bertengkar biasanya dipicu hal sepele seperti berebut mainan. Dengan mendidik anak tentang konsep berbagi tanpa memaksa, anak akan tahu bahwa ia bisa saling meminjamkan mainannya dan bermain bersama dengan saudaranya. Sementara itu, di sisi lain, orangtua juga perlu mengenalkan konsep kepemilikan.

    Konsep kepemilikan berarti bahwa anak bisa memiliki benda kesukaannya sendiri dan berhak untuk tidak membaginya dengan orang lain. Ini akan mengenalkan anak bahwa setiap orang punya benda berharga dan orang lain perlu menghormati keputusan itu.

  6. Ajarkan Cara Positif untuk Mendapatkan Perhatian

    Karena kakak-adik bertengkar biasanya juga dipicu oleh keinginan untuk mendapatkan perhatian, maka orangtua bisa mengajarkan anak untuk mendapatkan perhatian dengan cara yang positif.

    Misalnya, jika adik ingin kakak bermain dengannya, adik bisa meminta pada kakak dengan baik, bicara sopan, dan menawarkan kegiatan. Kakak yang diajak, juga perlu dilatih untuk merespons dengan baik juga. Jika sedang sibuk, kakak bisa minta jeda waktu pada adik, dan jika tidak sibuk, kakak bisa menemani adik bermain. Anak juga perlu dijelaskan bahwa kekerasan bukan hal yang baik untuk dilakukan.

  7. Hindari Menghukum Anak di Depan Saudaranya

    Memiliki lebih dari 1 anak berarti harus bisa saling menjaga perasaan di antara keduanya. Bila anak perlu dinasihati karena sebuah kesalahan, maka lakukan hukuman di ruang terpisah dari saudaranya.

    Biarkan anak menjaga harga dirinya dan tidak merasa dipermalukan di hadapan saudaranya. Karena jika anak merasa dipermalukan, egonya akan bicara. Ia akan lebih sensitif pada saudaranya dan akan timbul kebencian atau rasa tidak suka yang semakin besar.

  8. Beri Ruang Bagi Setiap Anak

    Anak juga bisa stress. Setiap anak bisa stress karena tidak memiliki “me time”-nya sendiri. Maka orangtua juga bisa melatih anak untuk saling menghargai saat saudaranya ingin sendiri. Setiap anak juga diberi keleluasaan untuk menikmati waktunya sendiri, seperti saat free play atau solo play.

Langkah-langkah tersebut perlu dilakukan dengan kelapangan hati dan menyesuaikan ekspektasi Ibu dengan kondisi anak-anak. Jika kakak-adik bertengkar ini sudah mulai dirasa tidak wajar hingga menyebabkan kekerasan fisik dan mental yang parah, sebaiknya orangtua segera berkonsultasi dengan tenaga profesional untuk mendapatkan bantuan dalam menyelesaikannya.

(Dwi Ratih)