Toilet Training Ala Metode Montessori, Lebih Menyenangkan, Lho!
Toilet training merupakan salah satu momen tumbuh kembang si kecil yang dinantikan, sekaligus menantang bagi para Ibu. Pasalnya, toilet training anak membutuhkan konsistensi dan kesabaran yang ekstra bagi orang dewasa yang mendampinginya.
Saat toilet training, biasanya Ibu sangat bersemangat membeli perlengkapan yang akan membantu si kecil menjalani momen ini dengan mudah dan juga menyenangkan, salah satunya membeli dudukan toilet yang lucu dan imut atau sesuai dengan karakter yang disukai oleh anak. Apakah Ibu salah satunya?
Walaupun tampaknya menyenangkan, namun siapa sangka toilet training ini akan menjadi hal yang sangat baru dan cukup sulit bagi beberapa anak. Lalu bagaimana menyiasati supaya toilet training anak lancar sesuai targetnya?
Toilet training menggunakan metode Montessori
Melansir dari laman National Health Service (NHS), kesiapan anak menghadapi toilet training cukup berbeda, dan tidak bisa dipaksakan apalagi menjadi bahan perbandingan. Usia ideal untuk memulainya adalah saat anak berusia 3-5 tahun.
Prosesnya tidak mudah dan mungkin akan membuat Ibu frustrasi, karena beberapa anak justru masih mengompol meski usianya sudah lima tahun. Jangan bersedih ya, Bu. Proses yang tak mudah ini akan membuahkan hasil yang sepadan bila dilakukan dengan sabar.
Melansir dari laman Motherly, toilet training anak rupanya bisa cukup menyenangkan bila dilakukan menggunakan metode Montessori nih Bu. Yes! Ternyata metode ini nggak hanya bisa diterapkan oleh anak dalam hal belajar di sekolah, lho!
Metode Montessori dari toilet training ini, mengedepankan istilah “belajar menggunakan toilet” daripada “belajar buang air". Dalam metode ini, biasanya anak akan diminta untuk terlibat aktif dan tidak melulu memberitahu soal teori saja pada anak yang kesannya lebih pasif.
Penasaran bagaimana memulainya? Berikut ini ada beberapa metode toilet training Montessori yang bisa Ibu coba:
1. “Popok adik basah nih. Diganti segera yuk!”
Masih melansir dari laman Motherly, penggunaan kata-kata seperti di atas harus mulai ditanamkan sejak dini. Tujuannya supaya si kecil dapat mempelajari kesadaran tubuhnya terhadap sesuatu, misalnya saat pipis ia akan merasa basah atau saat ia pup Ibu harus segera mengganti popoknya, agar tubuhnya tetap bersih dan nyaman.
Metode Montessori ini mengedepankan penggunaan bahasa atau ekspresi wajah yang positif, meski kejadian yang dialami sebaliknya. Jika kita mengatakan, “popok Adik kotor dan bau, jadi harus diganti” akan mempengaruhi perasaan anak di kemudian hari.
Penggantian popok metode Montessori akan melibatkan anak secara penuh. Pada bayi, Ibu hanya perlu terus mengatakan hal positif dan ekspresi wajah menyenangkan saat mengganti popok.
Sementara itu balita, Ibu bisa mengajaknya untuk mengambil popok atau celana yang masih bersih. Ibu juga bisa memintanya untuk mengangkat kedua kakinya secara bergantian.
2. “Adik sudah jago nih berdirinya, yuk ganti popok bareng Ibu”
Saat si kecil sudah mampu berdiri secara kokoh, baik dengan bantuan maupun mandiri, maka toilet training metode Montessori ini bisa mulai dilakukan, yaitu mengganti popok dengan berdiri.
Jika fase ini sudah tertangani dengan baik, Ibu mulai bisa membawa si kecil ke kamar mandi saat akan mengganti popoknya. Ibu bisa mulai dengan mengenalkan fungsi tubuh dengan toilet atau kamar mandi.
3. “Bantu Ibu yuk, dorong celanamu ke bawah ya Kak!”
Fase toilet training Montessori ini dilakukan saat anak sudah mampu berdiri sendiri. Mintalah ia untuk membantu Ibu mendorong atau melepas celananya, tentunya dengan memberinya pengarahan yang tepat.
Supaya kegiatan ini lebih mudah, Ibu bisa juga pilihkan celana yang lebih mudah dilepas dengan bahan yang melar atau longgar. Proses yang satu ini butuh kesabaran luar biasa, namun akan membantu si kecil lebih mandiri dalam melepas dan memakai pakaian nantinya.
4. “Kak, mau nggak duduk di toilet (atau pispot)?”
Melakukan toilet training anak dengan metode Montessori memang cukup unik, karena Ibu akan lebih banyak bertanya dan berinteraksi dengan si kecil. Metode ini ternyata cukup mampu membuat si kecil merasa berharga, karena terlibat dengan berbagai kegiatan yang ia jalani bersama Ibu atau orang dewasa yang mendampinginya.
Jika ini kali pertama Ibu menerapkan metode toilet training bagi si kecil, maka kemungkinan ia akan menolak karena baginya toilet adalah benda asing. Ibu bisa coba menanyakan hal tersebut secara berkala sampai ia mau melakukannya.
Hindari memaksa si kecil untuk duduk di toilet, karena akan membuatnya merasa tidak nyaman bahkan mungkin ketakutan.
5. “Wah, saatnya pergi ke toilet nih! Yuk Ibu antar ya”
Jika si kecil sudah mengenal buang air di toilet, maka proses selanjutnya bisa lebih mudah dijalani. Ketika ia ingin buang air, Ibu bisa mengajaknya ke toilet menggunakan frasa di atas dengan ekspresi wajah yang menyenangkan.
Ibu bisa mulai rutin menerapkan kebiasaan ini, supaya si kecil lebih terbiasa menggunakan toilet untuk kegiatan buang airnya. Saat si kecil menolak atau berkata tidak, jangan lekas marah, namun sebaiknya katakan: “Oke, kakak bilang tidak. Mungkin belum mau ke toilet ya. Ibu tunggu tiga menit deh sampai kakak siap.”
6. “Kakak pipis (atau pup) di toilet sama kayak Ibu dan Ayah lho”
Pendekatan toilet training anak metode Montessori tidak memberlakukan sistem hukuman, penghargaan, maupun pujian setinggi langit. Namun metode ini mengedepankan fakta yang ada di lapangan sehingga si kecil bisa tahu yang sebenarnya.
Saat memakai kalimat seperti, “Kakak pipis (atau pup) di toilet sama kayak Ibu dan Ayah, lho” maka kalimat ini sedikit banyak akan membuat si kecil merasa setara dengan Ayah dan Ibu. Terutama dalam kegiatan tersebut, sehingga kemungkinan ia lebih antusias melakukannya.
7. “Yeay, kakak udah siap nih pakai celana dalam tanpa popok”
Mengikuti kesiapan anak melakukan toilet training, sepertinya akan jauh lebih baik daripada mematok usia ideal anak lepas dari popok. Kegiatan ini harusnya menyenangkan dan tidak terpaksa bagi anak.
Ibu harus melihat secara jelas kapan anak siap menjalani toilet training. Setelah itu, belikan celana dalam yang nyaman untuknya. Kemudian mulailah secara rutin untuk mengajak anak ke toilet jika mereka ingin pipis atau buang air besar.
Bagi anak yang belum lancar berbicara, Ibu bisa menerapkan jadwal pipis atau pup untuknya. Misalnya untuk pipis, Ibu bisa mengajak si kecil ke toilet setiap 30-45 menit atau jika terlihat ia menunjukkan tanda-tanda ingin pipis atau buang air besar.
8. “Celana adik basah, yuk kita ganti di kamar mandi dan bersih-bersih”
Kalimat di atas akan menunjukkan pada anak, meskipun ia ngompol, ia tetap harus bersih-bersih di kamar mandi, karena hal ini adalah keharusan yang akan ia lakukan selamanya hingga dewasa. Hindari merasa kesal atau jijik jika ia tak sengaja mengompol atau buang air besar di celana.
Proses ini tidak mudah, baik bagi Ibu maupun si kecil. Keduanya akan sama-sama belajar bahwa toilet training anak bisa jadi lebih seru dan terasa menyenangkan.
Tanda kesiapan anak melakukan toilet training
Lalu kapan ya anak-anak dinyatakan siap melakukan toilet training? Melansir dari laman Parents, setidaknya ada sepuluh tanda si kecil dirasa sudah siap untuk melakukan toilet training, diantaranya sebagai berikut:
- Si kecil tampak tertarik dengan pispot, toilet, hingga celana dalam
- Si kecil memperhatikan setiap orang yang keluar masuk ke toilet
- Si kecil tetap kering selama dua jam bahkan lebih
- Si kecil punya jadwal buang air besar yang bisa diprediksi
- Si kecil terlihat risih saat popoknya basah atau kotor dan ingin cepat diganti
- Si kecil mampu diarahkan dengan baik
- Si kecil mengerti istilah pipis atau buang air besar
- Si kecil memberitahu baik dengan lisan atau bahasa tubuh jika ia ingin ke toilet
- Si kecil sudah bisa menarik celananya ke bawah dan ke atas
- Si kecil dengan mudah duduk dan bangun dari toilet atau pispotnya.
Editor: Aprilia