Ibupedia

Waspada Perilaku Anak Pelaku Bully, Cek Langkah Mengatasinya!

Waspada Perilaku Anak Pelaku Bully, Cek Langkah Mengatasinya!
Waspada Perilaku Anak Pelaku Bully, Cek Langkah Mengatasinya!

Tidak ada orang tua yang mengharapkan anaknya menjadi korban bullying atau justru anak pelaku bully. Tentunya semua harapan baik selalu diinginkan orang tua untuk anak-anaknya. Namun, sebagai orang tua kita juga menyadari bahwa anak-anak bersosialisasi dengan beragam jenis lingkungan dan mendapat beragam jenis afirmasi yang bisa mereka tiru dan aplikasikan ke kesehariannya.

Beragam jenis afirmasi inilah yang membuat anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang bisa jadi tidak diharapkan orang tua. Salah satunya kemungkinan anak menjadi pelaku bully.

Mengenal bullying


Bullying adalah perilaku seseorang yang terus-menerus menindas, menakut-nakuti, menyakiti, atau membuat orang lain sedih. Termasuk juga dalam perilaku ini adalah merusak barang milik orang lain, menghancurkan hubungan pertemanan, atau nama baik orang lain.

Bullying bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung, seperti di dunia maya, atau lewat saluran telepon dan berkirim pesan. Semua jenis bullying menyakitkan dan berdampak jangka panjang bagi korban. Tidak hanya orang dewasa, perilaku ini bisa ditemukan pada lingkungan sekitar anak-anak, baik di sekolah, lingkungan belajar lain, atau lingkungan bermain anak.

Tanda yang menunjukkan kecenderungan anak pelaku bully


Siapa saja bisa menjadi pelaku maupun korban bully. Dikutip dari Raising Children, anak pelaku bully akan menunjukkan tanda-tanda berikut dalam kesehariannya:

1. Kerap mengejek nama, fisik, atau keadaan orang lain

Anak pelaku bully terbiasa memandang orang lain hanya dari luar saja. Mereka cepat menyimpulkan hal negatif dari keadaan orang lain yang mudah terlihat, seperti bentuk fisik, latar belakang ekonomi, bahkan nama orang lain. Hal-hal ini mereka jadikan bahan untuk mengejek orang lain dan merasa bangga akan apa yang dilakukan.

2. Mengucilkan teman dalam permainan

Anak pelaku bully juga mudah mengucilkan teman lainnya dalam suatu permainan. Mereka cenderung pilih-pilih dan tidak segan untuk terang-terangan menjauhi teman yang tidak mereka sukai. Pada kasus yang lebih kompleks, tak jarang anak pelaku bully memengaruhi teman lainnya untuk ikut mengucilkan korban agar korban semakin dijauhi.

3. Sering bercerita hal buruk tentang anak lain

Karena sudah menjadi kebiasaan, tak jarang anak pelaku bully mudah menceritakan hal buruk tentang anak lainnya bahkan saat sedang di rumah bersama orang tua. Bila anak menunjukkan perilaku ini, orang tua perlu menyelidiki lebih jauh apakah perilaku ini kerap dilakukan anak di sekolah dan berkembang menjadi perilaku bullying terhadap teman lainnya.

4. Mendorong, memukul, merebut, merusak barang orang lain

Orang tua perlu waspada jika anak telah menunjukkan perilaku seperti mendorong, memukul, merebut, bahkan merusak barang orang lain tanpa merasa bersalah. Jika anak melakukan perilaku-perilaku ini, bisa jadi anak kita termasuk anak pelaku bully.

5. Suka mengusili anak yang lebih kecil

Anak pelaku bully cenderung ingin memiliki kuasa terhadap teman lainnya. Sehingga tak jarang anak yang lebih kecil, atau teman yang lebih lemah menjadi sasarannya. Anak pelaku bully suka mengusili anak yang lebih kecil sebagai bentuk ingin diakui keberadaannya dan karena mereka berpikir anak yang lebih kecil atau lemah tidak akan membalas saat diganggu.

6. Anak punya benda-benda yang bukan miliknya

Bila orang tua menyadari anak mulai memiliki barang-barang atau bahkan uang yang bukan miliknya, orang tua perlu meneliti lebih jauh tentang kemungkinan anak menjadi pelaku bully. Karena biasanya untuk menekan teman lainnya, anak pelaku bully meminta sejumlah uang atau barang-barang tertentu.

Tanda-tanda inilah yang ditunjukkan anak pelaku bully. Meski semisal anak melakukan bullying tanpa diketahui orang tuanya, tanda-tanda ini masih bisa muncul saat anak di rumah.

Selalu ada penyebab yang mengakibatkan anak menjadi pelaku bullying, seperti:

  • Mencontoh kejadian di sekitar atau karakter di TV atau media sosial
  • Tidak tahu cara berkomunikasi dengan teman lainnya
  • Sekadar ikut-ikutan agar tidak dimusuhi teman dalam satu kelompok
  • Untuk merasakan kontrol atau memegang kendali akan suatu hal
  • Impulsif
  • Mencari lebih banyak perhatian dan pengakuan dari orang lain atas keberadaan dirinya
  • Merasa iri akan sesuatu yang tidak ia miliki tapi dimiliki teman lainnya.

Sedih rasanya jika apa yang dilakukan anak pelaku bully sebenarnya adalah untuk tujuan mendapatkan pengakuan dari orang lain atau ingin disadari keberadaannya. Tapi semakin cepat perilaku ini diketahui orang tua, semakin baik pula agar orang tua bisa membantu anak untuk menyudahi perilaku tidak baik ini. Bagaimana sebaiknya orang tua bersikap jika mengetahui anak menjadi pelaku bully?

Apa yang bisa orang tua lakukan?


1. Hindari langsung menghukum atau memarahinya di depan publik

Observasi kembali perilaku anak, ajak ke tempat tenang untuk membicarakan perilakunya. Bila perlu, sebelum mulai bicara dengan anak, pastikan orang tua telah memiliki bukti yang mendukung fakta bahwa anak adalah anak pelaku bully. Bukti ini bukan untuk menyudutkan anak saat berdiskusi nantinya, tapi sebagai penguat bagi orang tua bahwa benar anak telah melakukan bullying dan perlu dibimbing untuk memperbaiki sikapnya.

2. Lakukan ‘induction’, yaitu menuntun anak memahami bagaimana sikapnya ini akan berdampak pada orang lain

Caranya dengan mengajak anak melihat dari sudut pandang orang lain, seperti:

“Kalau mainanmu yang diambil, gimana perasaanmu?”

“Kalau kamu dipukul, dibilang jelek, rasanya sakit dan nggak enak juga di hati.”

Jelaskan bahwa tindakannya itu membawa konsekuensi emosi bagi orang lain mulai dari rasa tidak nyaman, sedih, atau bahkan ketakutan.

3. Jelaskan bahwa bully itu salah dan yang ia lakukan tidak baik

Bila anak mengelak telah menjadi anak pelaku bully, orang tua bisa katakan, “Ibu tahu susah buat kamu mengakui ini, tapi Ibu mau bantu kamu untuk stop melakukan ini.”

4. Fokus pada solusi ketimbang berlarut dalam masalah

Selesai menjelaskan tentang masalahnya, lanjut fokus pada solusi untuk menyudahi perilaku ini. Ajak anak move on ke arah yang lebih baik. Minta pendapatnya atau beri pilihan tindakan seperti, “Gimana ya biar temenmu nggak sedih lagi?” atau “kamu mau minta maaf sendiri sama temanmu, atau perlu Ibu temani?”

Menanyakan pendapat dan memberi anak pilihan, membuat anak merasa dihargai dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Cara ini akan berdampak baik pada psikisnya dan bisa mengurangi kebiasaannya untuk mencari pengakuan orang lain lewat bullying.

5. Apresiasi sikap baik anak

Tak hanya membahas kesalahannya, tapi beri juga pujian pada anak yang telah berusaha memperbaiki sikapnya. Ini bertujuan agar anak menyadari bahwa apapun perilakunya, orang tuanya akan selalu ada untuk mendampinginya. Apresiasi juga membuat anak menyadari bahwa dirinya berharga dan tidak membutuhkan pengakuan dari pihak lain karena orang tuanya cukup memberikan hal tersebut.

6. Jadikan role model yang positif bagi anak dan beri anak ruang aman untuk bercerita

Dengan cara ini anak akan lebih terbuka dan nyaman mengutarakan isi hati dan pikirannya.

7. Observasi lingkup pergaulan anak dan jauhkan dari teman yang memberi pengaruh buruk

Langkah ini baik untuk memberi batasan pada anak agar perilaku bullying yang ia lakukan tidak terulang.

8. Batasi penggunaan screen time dan awasi tontonan anak

Dengan mengawasi dan bijak dalam memberi screen time pada anak dapat mengurangi risiko anak terpapar afirmasi negatif yang mengarahkan anak untuk melakukan bullying.

9. Jika semua cara telah dilakukan tapi anak masih masih menjadi anak pelaku bully, konsultasikan dengan psikolog anak

Pada kasus-kasus tertentu jika pendekatan orang tua sudah tidak bisa mengatasi perilaku bullying anak, berkonsultasi dengan ahli sangat disarankan untuk membuat perubahan.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa seluas-luasnya anak bersosialisasi, serta sebanyak-banyaknya ragam afirmasi yang diterima, peran orang tua di rumah sebagai filter utama anak penting keberadaannya.

Dekat dengan anak-anak untuk sekedar menanyakan bagaimana hari yang mereka jalani dapat mendorong mereka menjadi lebih terbuka pada orang tua dan membantu orang tua memfilter apa yang baik dan buruk bagi anak-anaknya.

Tugas menjadi orang tua memang bukan hal yang mudah, tapi bukan tidak mungkin untuk bisa dilakukan dengan baik. Memposisikan diri sebagai sahabat terbaik dan pembimbing yang mereka idolakan, dapat mencegah kemungkinan anak kita menjadi anak pelaku bully.

Editor: Aprilia

Follow Ibupedia Instagram