Ibupedia

Anemia Defisiensi Zat Besi pada Bayi, Berbahayakah?

Anemia Defisiensi Zat Besi pada Bayi, Berbahayakah?
Anemia Defisiensi Zat Besi pada Bayi, Berbahayakah?

Bayi Anda tiba-tiba pucat dan lemas tak bergairah? Hati-hati, Bunda, bisa jadi itu tanda-tanda anemia defisiensi zat besi. Sama seperti  anemia biasa, anemia akibat kekurangan zat besi ini juga ditandai dengan kulit pucat dan rasa lelah luar biasa. Banyak dialami oleh ibu hamil, anemia defisiensi zat besi juga bisa terjadi pada bayi, lho, Bunda.

Selain dua tanda tadi, anemia ini juga memiliki gejala lain, seperti detak jantung makin kencang, mudah marah, nafsu makan menghilang, kuku rapuh, serta lidah sakit atau bengkak. Meski begitu, anemia defisiensi zat besi pada bayi kerap tidak memunculkan tanda-tanda apa pun sehingga Anda sedikit kesulitan mencermatinya.

Apa itu anemia dan mengapa hal itu bisa terjadi? Begini, Bunda, seseorang dapat mengalami kondisi anemia jika sel darah merah tidak membawa cukup oksigen ke dalam jaringan-jaringan di dalam tubuh. Beragam kondisi dapat mengakibatkan anemia, termasuk penyakit turunan yang dikenal sebagai anemia sel sabit, namun defisiensi zat besi adalah salah satu penyebab yang paling umum.

Bunda, tubuh manusia membutuhkan zat besi untuk membuat hemoglobin. Seperti Anda ketahui, hemoglobin adalah protein yang mengandung zat besi di dalam sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen dari paru-paru ke dalam tubuh. Nah, jika bayi Anda tidak memiliki cukup asupan zat besi, maka sel darah merah yang dimilikinya lebih sedikit. Itu berarti jaringan-jaringan tubuhnya akan lebih sedikit menerima oksigen dari yang seharusnya.

Anak-anak mudah terkena anemia selama periode perkembangan pesatnya, di mana pada masa itu dibutuhkan zat besi ekstra yang tidak selalu mereka dapatkan. Namun tentu saja anemia defisiensi zat besi tidak terjadi dalam semalam. Anemia ini merupakan defisiensi akut yang sudah terjadi sebelumnya dalam beberapa kurun waktu.

Defisiensi zat besi dapat terjadi karena berbagai alasan, salah satunya tentu saja kekurangan zat besi dalam pola makannya. Selain itu bisa juga karena pendarahan (di saluran usus, misalnya) dan sulitnya tubuh menyerap zat besi.

Berbahayakah anemia defisiensi zat besi pada bayi? Bisa saja, Bunda. Bayi yang mengalami kondisi ini dapat menderita masalah mental maupun fisik secara permanen. Defisiensi zat besi juga dapat membuat anak lebih rentan terhadap keracunan atau infeksi. Meski begitu, kekurangan zat besi dapat diperbaiki.

Penyebab anemia pada bayi

Anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah lebih rendah dari normal. Banyak bayi mengalami anemia sekitar 6 sampai 10 minggu setelah lahir. Ketika bayi mengalami jumlah sel darah merah yang rendah di beberapa bulan setelah lahir, ini bisa mempengaruhi physiologic anemia.

Physiologic anemia terjadi hampir pada semua bayi, dan kebanyakan bayi tidak membutuhkan penanganan karena tubuh mulai memproduksi sel darah merah pada usia sekitar 4 minggu.

Tapi, ada alasan lain yang jadi penyebab anemia pada bayi. Misalnya, bayi prematur sering mengalami anemia karena mereka tidak memiliki sel darah merah yang cukup seperti bayi cukup umur ketika lahir. Bayi yang lebih besar bisa juga kekurangan zat besi. Penyebab anemia lain pada bayi antara lain:

  • Kehilangan darah saat lahir seperti kehilangan darah di plasenta atau aliran darah ibu.
  • Kehilangan darah bisa jadi penyebab anemia. Ini karena tes yang membutuhkan pengambilan darah yang sering.
  • Ibu dan bayi tidak memiliki golongan darah yang sama yang bisa menyebabkan destruksi sel darah merah.

Kebanyakan bayi tidak membutuhkan penanganan untuk anemia kecuali ada gejala yang mengkhawatirkan. Karena sel darah merah bertanggung jawab mengangkut oksigen, banyak gejala anemia terkait dengan asupan oksigen yang rendah. Bayi yang anemia bisa:

  • Terlihat pucat atau kulit kekuningan
  • Lesu atau terlihat tidak punya energi untuk bergerak
  • Bernafas cepat
  • Detak jantung lebih cepat dibanding biasanya
  • Kesulitan menyusu dan menjadi lelah ketika menyusu

Bila dokter mencurigai bayi Anda mengalami anemia, ia bisa melakukan tes darah seperti complete blood count (CBC). Tes CBC menguji jumlah sel darah merah di darah sedangkan tes zat besi bisa memastikan bila kekurangan zat besi menjadi penyebab anemia.

Anak yang menunjukkan gejala, terutama kesulitan menyusu karena anemia, harus ditangani. Ketika anemia tidak diobati, anak bisa mengalami penundaan pertumbuhan dan perkembangan, kemampuan motorik yang buruk, dan masalah perilaku. Penanganan bisa berupa peningkatan asupan zat besi untuk ibu menyusui atau memastikan bayi mengonsumsi susu formula yang diperkaya zat besi. Bila bayi diberikan susu sapi sebelum usia 1 tahun, ia bisa kehilangan asupan zat besi yang penting dan memicu anemia.

Beberapa bayi membutuhkan intervensi obat seperti transfusi darah atau suplemen zat besi. Bayi prematur bisa menerima erythropoietin, yakni hormon yang mempengaruhi produksi sel darah merah. Bila terdeteksi dan dimonitor, anemia pada bayi jadi kondisi yang bisa diatasi.

Bayi yang rentan mengalami anemia

Seberapa besar risiko seorang bayi mengalami anemia defisiensi zat besi? Sebagai panduan untuk Anda, semua bayi berusia 9-24 bulan memiliki risiko tinggi anemia, lho, Bunda. Namun tentu saja ada anak pada rentang usia tersebut yang berisiko sangat tinggi terhadap kondisi ini. Siapa saja?

  1. Bayi usia di atas 2 bulan yang lahir prematur dan dengan berat badan rendah

    Bayi yang terlahir cukup bulan memiliki persediaan zat besi yang diakumulasi selama dua bulan terakhir dalam rahim. Nah, persediaan ini dapat mencukupi kebutuhan zat besi selama empat hingga enam bulan. Sedangkan persediaan zat besi pada bayi yang lahir kurang bulan mungkin hanya bertahan hingga dua bulan.

  2. Bayi yang mengonsumsi susu sapi sebelum usia 1 tahun.

    Bunda, susu sapi memiliki kandungan zat besi cukup rendah. Selain itu, susu sapi juga mengganggu penyerapan tubuh terhadap zat besar dan kemungkinan dapat menggantikan sejumlah makanan kaya zat besi yang dikonsumsi bayi Anda.

    Susu sapi juga dapat mengiritasi lapisan usus bayi sehingga terjadi pendarahan. Pendarahan yang dapat dilihat lewat pup bayi Anda ini –juga kurangnya asupan zat besi-- dapat mengakibatkan anemia.

  3. Bayi ASI yang tidak mendapat cukup asupan makanan kaya zat besi setelah usia 6 bulan

    Bunda, zat besi dalam ASI diserap tiga kali lebih baik daripada zat besi pada susu formula. Namun saat bayi sudah waktunya mengonsumsi makanan padat pendamping ASI (MPASI), si kecil membutuhkan tambahan zat besi. Makanan tambahan itu dapat berupa sereal atau makanan padat kaya zat besi lainnya.

  4. Bayi yang sejak lahir mengonsumsi susu formula yang kurang dilengkapi zat besi

    Kebanyakan susu formula mengandung cukup banyak zat besi, namun ada beberapa yang tidak terlalu banyak kandungan zat besinya. ASI tetaplah sumber zat besi terbaik bagi buah hati Anda. Karena itu, jangan pantang menyerah dalam memberikan ASI pada si kecil, ya, Bunda?

Pertanyaan selanjutnya, jika bayi kita mengalami anemia defisiensi zat besi, apa yang perlu dilakukan? Haruskah kita segera membawanya ke dokter? Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP), bayi akan mendapatkan screening terhadap anemia pada usia 12 bulan, atau lebih awal jika mereka terlahir prematur.  Namun jika Anda melihat tanda-tanda anemia, segera bawa ke dokter.

Untuk menentukan apakah bayi Anda terkena anemia atau tidak, nantinya dokter akan melakukan tes darah untuk mengukur kadar hemoglobin dan hematoktrit (persentase sel darah merah dalam darah).

Kekurangan zat besi pada bayi yang menyusu ASI

Zat besi memiliki fungsi penting untuk menjaga kesehatan, seperti membawa oksigen ke tubuh melalui aliran darah. Terlebih lagi, kekurangan zat besi tidak bisa dianggap remeh ya, Bun. Bila tidak ditangani, kekurangan zat besi jadi penyebab anemia.

Anemia karena kekurangan zat besi merupakan kondisi di mana tidak ada sel darah merah sehat yang cukup untuk menyediakan oksigen untuk jaringan tubuh.  Kondisi ini bisa memicu kelelahan, lemah, selera makan buruk, dan detak jantung cepat. Kekurangan zat besi pada bayi terbukti memiliki efek negatif pada emosi, kemampuan belajar, mengingat, dan sebagainya.

Seperti kita ketahui, susu formula diperkaya zat besi, lantas bagaimana dengan bayi yang eksklusif ASI, apakah mereka berisiko kekurangan zat besi?

ASI menjadi makanan normal untuk bayi, terlebih ASI tidak rendah zat besi. Tapi susu formula tinggi zat besi. Apakah bayi yang menerima ASI eksklusif berisiko kekurangan zat besi?

Sekitar 70 persen zat besi pada ASI diserap oleh bayi, sedangkan hanya sekitar 30 persen zat besi di susu sapi dan sekitar 10 persen zat besi dari susu formula terserap tubuh bayi. Ini karena beberapa faktor yang ditemukan pada ASI, seperti zat besi yang mengikat protein di ASI yang disbut lactoferrin.

Penelitian menunjukkan bila bayi yang eksklusif ASI mengalami kekurangan zat besi, mereka bisa mengatur penyerapan zat besi dari ASI dan meningkatkan simpanan zat besi. Karena bayi yang menerima ASI bisa mengatur sendiri simpanan zat besi, pemberian suplemen zat besi pada bayi usia 6 bulan atau kurang yang menerima ASI bisa mengakibatkan kelebihan zat besi dan ini bisa berbahaya.

Terlalu banyak zat besi pada bayi usia 6 bulan bisa meningkatkan pertumbuhan bakteri patogen di usus. Ini bisa mengganggu mikroflora usus bayi. Terlalu banyak zat besi juga mengganggu penyerapan zinc dan kadang menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare.

Apakah bayi membutuhkan suplemen zat besi?

Bayi Anda kemungkinan tidak membutuhkan suplemen zat besi. Tapi ini bergantung apakah ia minum susu formula, atau minum ASI, atau sudah makan makanan padat.

Bayi perlu mendapat zat besi yang cukup karena kekurangan zat besi bisa menyebabkan penundaan pertumbuhan dan perkembangan dan memiliki efek jangka panjang. Pada umumnya janin menerima zat besi dalam jumlah cukup dari ibu di trimester terakhir kehamilan untuk bertahan di 4 bulan pertama usianya.

Akan berbeda kondisinya bila bayi lahir prematur. Bayi prematur memiliki lebih sedikit zat besi dan membutuhkan suplemen, karena ia tidak mendapat cukup simpanan zat besi dari ibu di trimester terakhir.

Ketika bayi mulai makan makanan padat, Anda bisa bantu memenuhi kebutuhan zat besi dengan memberikan makanan yang kaya zat besi. Bila bayi Anda menyusu ASI dan tidak makan makanan padat di usia 4 bulan, dianjurkan pemberian suplemen zat besi sebanyak 11 mg per hari. Ini karena ASI tidak seperti susu formula, ASI mengandung sedikit zat besi, dan simpanan zat besi bayi tidak mencukupi. Setelah mulai makan makanan padat, ia tidak lagi membutuhkan suplemen.

Sebaiknya jangan berikan susu sapi ke bayi hingga usianya 1 tahun karena ini bisa mengganggu penyerapan zat besi tubuh. Susu sapi tidak tinggi zat besi dan bisa menggantikan makanan dengan kandungan tinggi zat besi. Susu sapi juga bisa mengiritasi usus bayi, menyebabkan kehilangan darah dan zat besi.

Dokter akan memeriksa tingkat zat besi bayi dengan tes darah saat pemeriksaan rutin di usia bayi 12 bulan. Bayi prematur perlu diperiksa lebih awal, biasanya di usia 6 bulan. Bila hasilnya menunjukkan kekurangan zat besi, dokter bisa merekomendasikan peningkatan zat besi bayi dengan makanan atau dengan suplemen. Tes darah lain akan dilakukan satu atau dua bulan kemudian untuk memastikan tingkat zat besi yang seharusnya.

Jangan berikan suplemen zat besi ke bayi hanya karena Anda merasa perlu. Penelitian menunjukkan terlalu tinggi tingkat zat besi berpotensi bahaya. Bila Anda khawatir dengan tingkat zat besi bayi, bicaralah ke dokter. Ia bisa dengan mudah memeriksa hemoglobin dan menganjurkan jumlah suplemen yang sesuai bila dibutuhkan.

Bunda, suplemen zat besi bisa menyebabkan kerusakan liver yang serius bila anak berlebihan menerimanya. Jadi bila anak atau siapapun di keluarga membutuhkan suplemen zat besi, pastikan Anda menyimpannya jauh dari jangkauan anak dan ikuti instruksinya dengan hati-hati. 

Pencegahan anemia pada bayi

Dapatkah kita mencegah bayi kita dari anemia? Tentu bisa, Bunda. Berikut langkah-langkah yang bisa Anda coba.

  1. Jika bayi Anda lahir prematur atau lahir dengan berat badan rendah, mintalah kepada dokter suplemen zat besi.
  2. Berikan ASI eksklusif pada bayi Anda, atau jika karena sesuatu hal Anda tidak bisa menyusui, berikan susu formula kaya zat besi, bukan susu sapi.
  3. Jika bayi Anda berusia 6 bulan dan belum bisa makan makanan padat pendamping ASI, AAP merekomendasikan pemberian suplemen zat besi 11 mg per hari hingga dia bisa mengonsumsi makanan kaya zat besi.
  4. Begitu bayi Anda siap mengonsumsi makanan padat, berikan sereal dengan kandungan zat besi tinggi. Boleh juga makanan kaya zat besi seperti daging, ikan, unggas, pasta, beras, roti, sayur-sayur hijau daun, kuning telur, dan polong-polongan.
  5. Berikan si kecil buah dan sayuran kaya vitamin C, seperti kiwi, alpukat, atau blewah. Mengapa vitamin C? Sebab vitamin C sangat baik untuk membantu tubuh menyerap zat besi.

Bagaimana merawat bayi yang mengalami anemia? 

Yang paling penting adalah meningkatkan asupan zat besi bayi Anda begitu ia sudah dapat mengonsumsi makanan padat. Namun perubahan pola makan tidak selalu dapat memperbaiki anemia. Si kecil juga membutuhkan suplemen zat besi, yang biasanya diberikan dalam bentuk tetes.

Zat besi diserap paling baik saat perut kosong. Namun karena zat besi dapat menyebabkan masalah perut (seperti mual, karena rasanya yang kurang enak), dokter mungkin menyarankan pemberian suplemen zat besi digabung bersama makanan, ASI, atau susu formula. Dokter kemungkinan akan memeriksa kembali kadar hemoglobin/hematokrit si kecil setelah si kecil melakukan rutin mengonsumsi suplemen zat besi selama 1-2 bulan.

Normalnya, dibutuhkan waktu dua bulan agar jumlah darah kembali seperti semula, sementara untuk memperbarui persediaan zat besi bayi Anda dibutuhkan waktu lagi, sekitar enam hingga 12 bulan. Selanjutnya, si kecil mungkin diharuskan rajin mengonsumsi makanan kaya zat besi.

(Ismawati)

Follow Ibupedia Instagram