Ibupedia

5 Jenis Imunisasi Ibu Hamil

5 Jenis Imunisasi Ibu Hamil
5 Jenis Imunisasi Ibu Hamil

Kehamilan wajib dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Nah Bu, apakah Ibu tahu imunisasi apa saja yang sebaiknya diterima sebelum, selama, dan setelah kehamilan? Imunisasi yang diterima sebelum dan selama hamil tidak hanya berperan penting dalam melindungi kesehatan Ibu, tetapi juga janin dalam kandungan. Kekebalan Ibu menjadi garis pertahanan bayi terhadap berbagai penyakit serius. Jadi, bila Ibu sedang hamil atau merencanakan kehamilan, sebaiknya segera dapatkan imunisasi ibu hamil yang diperlukan.

Pemberian vaksin dalam imunisasi ibu hamil terdiri dari 3 bentuk, yakni virus hidup, virus mati, dan toksoid (tidak berbahaya, protein yang diubah secara kimia, diambil dari bakteri). Khusus ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan menerima virus hidup karena ada kemungkinan akan membahayakan janin. Contohnya gabungan vaksin campak, gondok, dan rubella (MMR). 

Sedangkan imunisasi ibu hamil yang dibuat dari virus mati seperti vaksin flu dan vaksin toksoid, aman untuk diterima. Beberapa vaksin lainnya bisa diberikan ke ibu hamil pada trimester kedua atau ketiga. Sementara jenis vaksin lainnya harus diberikan setidaknya 3 bulan sebelum atau segera setelah bayi lahir.

 

5 Jenis Imunisasi Ibu Hamil 

Pemberian imunisasi ibu hamil bertujuan mencegah sejumlah penyakit seperti flu, hepatitis, dan cacar air. Ketika hamil, vaksin yang diberikan akan melindungi Ibu dan janin. Berikut ini imunisasi ibu hamil yang aman diterima saat hamil.  

 

  1. Imunisasi flu

    Imunisasi flu aman dilakukan selama masa kehamilan. Para ahli meyakini bahwa vaksin flu ini menjadi bagian penting bagi kehamilan. Vaksin flu dibuat dari virus mati sehingga aman untuk ibu dan janin. Namun sebaiknya hindari jenis FluMist yakni jenis vaksin semprot hidung yang dibuat dari virus hidup.

    Perlu Ibu ketahui bahwa calon ibu yang terkena flu pada pertengahan kehamilan, lebih berisiko mengalami gejala yang parah atau komplikasi seperti pneumonia. Meski hanya terjangkit flu menengah, namun serangan flu tersebut bisa menyebabkan rasa sakit, demam, sakit kepala, nyeri otot, sakit tenggorokan, dan juga batuk. Gejala-gejala ini berlangsung sekitar 4 hari. Sedangkan  batuk dan rasa lelah bisa berlangsung hingga lebih dari 2 minggu. Sangat menyiksa, ‘kan Bu?

    Bagi ibu hamil yang terkena flu, sebaiknya segera hubungi dokter, perbanyak istirahat, dan minum banyak cairan. Jangan ragu-ragu untuk memberitahu dokter jika merasa tidak enak badan setelah beberapa hari atau bila mengalami kesulitan bernafas. Sebab gejala-gejala tersebut bisa jadi tanda komplikasi yang lebih serius seperti pneumonia. Tak perlu kuatir, serangan flu tidak membahayakan janin.

  2. Imunisasi tetanus/diphtheria/pertussis (Tdap) 

    Imunisasi Tdap bisa diberikan setiap saat selama kehamilan. Tetapi waktu yang dianjurkan antara usia kehamilan 27 sampai 36 minggu. Vaksin Tdap terbuat dari toksoid sehingga imunisasi ibu hamil ini aman digunakan.

    Imunisasi Tdap melindungi ibu hamil dari penyakit tetanus. Tetanus merupakan penyakit yang menyerang saraf pusat dan menyebabkan nyeri otot. Bakteri penyebab tetanus terdapat di tanah dan kotoran hewan. Bakteri tersebut masuk ke aliran darah melalui goresan pada kulit. Jadi sebaiknya periksakan diri ke dokter jika ibu hamil mengalami luka yang dalam. Bila tertular selama hamil, tetanus bisa berujung pada kematian. 

    Imunisasi Tdap juga melindungi ibu hamil dari difteri. Difteri merupakan infeksi pernafasan yang menyebabkan masalah pernafasan, kelumpuhan, koma, hingga kematian. Selain melindungi dari difteri, imunisasi ibu hamil Tdap juga melindungi dari Pertussis. Pertussis, adalah penyakit bakteri yang sangat menular dan berakibat fatal bagi bayi. Pertussis ditandai gejala batuk kering dengan suara melengking.

  3. Imunisasi Hepatitis B

    Imunisasi Hepatitis B aman diterima selama hamil. Imunisasi ini sebaiknya Ibu dapatkan terutama jika Ibu bekerja sebagai tenaga medis atau tinggal bersama orang yang mengidap penyakit hepatitis B.

    Hepatitis B adalah infeksi virus yang menjadi penyebab peradangan liver, mual, lelah, dan penyakit kuning. Pada beberapa kasus, infeksi virus ini juga bisa menyebabkan penyakit liver kronis, kanker hati, dan kematian. Ibu hamil yang terjangkit Hepatitis B bisa menularkan infeksi ke janin. Tanpa penanganan yang tepat, bayi berisiko tinggi terkena penyakit liver serius ketika dewasa.

    Karena itulah semua wanita disarankan melakukan pemeriksaan hepatitis B. Data menunjukkan bahwa janin dalam kandungan tidak berdampak negatif ketika vaksin Hepatitis B diberikan kepada ibu hamil. Vaksin Hepatitis B mengandung noninfectious HbsAg dan tidak membahayakan janin.

  4. Imunisasi Hepatitis A

    Imunisasi ibu hamil ini melindungi dari penyakit liver yang menular melalui makanan dan air yang tercemar. Gejala infeksi Hepatitis A berupa demam, lelah, dan mual. Infeksi Hepatitis A tak seberat infeksi Hepatitis B. Penyakit ini juga tidak mempengaruhi janin. Namun pada beberapa kasus yang jarang terjadi, infeksi Hepatitis A bisa menyebabkan persalinan prematur dan infeksi pada bayi yang baru lahir.

    Imunisasi Hepatitis A dibuat dari virus mati sehingga memiliki risiko yang rendah. Bila Ibu bepergian ke daerah wabah Hepatitis A atau bekerja di laboratorium, sebaiknya usahakan untuk mendapatkan imunisasi Hepatitis A.

  5. Imunisasi PCV

    Bu, jika Ibu berada dalam kondisi kronis, seperti sedang menderita diabetes atau penyakit ginjal, maka sebaiknya lakukan imunisasi pneumonia. Imunisasi ini dapat melindungi Ibu dari beberapa bentuk pneumonia. Pemberian imunisasi pneumonia ini berisiko rendah terhadap janin.

 

Jenis Imunisasi Sebelum Kehamilan

Bu, sebenarnya sebelum kehamilan pun ada beberapa jenis imunisasi yang bisa Ibu dapatkan. Berbeda dengan imunisasi ibu hamil, imunisasi sebelum hamil ini berfungsi mencegah infeksi virus yang bisa membahayakan kehamilan. Pastikan untuk menunda kehamilan selama satu bulan setelah menerima imunisasi. Sebab suntikan imunisasi ini dibuat dari virus hidup yang bisa membahayakan janin.

 

  1. Imunisasi MMR (Measles, Mumps, and Rubella)

    Imunisasi MMR melindungi calon ibu hamil dari penyakit campak. Measles atau campak adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Gejala campak dimulai dari demam, batuk, dan hidung berair lalu diikuti bercak merah beberapa hari kemudian.

    Imunisasi MMR juga melindungi calon ibu hamil dari penyakit gondongan. Mumps atau gondongan adalah penyakit menular yang menyebabkan kelenjar liur bengkak. Bila Ibu terinfeksi selama masa kehamilan, maka risiko keguguran akan meningkat. Campak juga meningkatkan kemungkinan terjadinya persalinan prematur.

    Selain melindungi dari penyakit campak dan gondongan, imunisasi MMR juga melindungi calon ibu hamil dari virus rubella atau campak Jerman. Infeksi virus rubella ditandai dengan munculnya gejala flu, sering kali diikuti ruam, dan bisa berbahaya selama hamil. 85 persen bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi rubella selama hamil trimester pertama, mengalami cacat lahir serius seperti hilang pendengaran dan ketidakmampuan intelektual.

    Lalu apa yang akan terjadi jika seorang ibu tidak menyadari kalau sedang hamil saat menerima imunisasi MMR? Atau bagaimana bila ada ibu yang sedang hamil kurang dari 1 bulan saat menerima vaksin MMR?

    Sebuah penelitian tentang vaksin MMR mengungkap bahwa vaksin rubella tidak berisiko di awal kehamilan. Tapi untuk langkah pencegahan, disarankan agar ibu penerima vaksin MMR menunda kehamilan dulu paling tidak selama satu bulan setelah menerima vaksin MMR. Sedangkan untuk ibu yang mengetahui bahwa dirinya sedang hamil disarankan untuk tidak menerima vaksin ini.

    Nah Bu, bila Ibu terlanjur menerima vaksin MMR selama hamil, jangan langsung panik dulu ya. Kemungkinan  besar Ibu akan baik-baik saja. Tapi sebaiknya beritahukan dokter kandungan agar Ibu bisa diawasi dengan baik.

    Jika Ibu berencana untuk segera hamil dan belum menerima vaksin MMR atau bila Ibu tak yakin pernah menerima imunisasi MMR ini, maka Ibu bisa menjalani tes untuk mengetahui kekebalan tubuh. Tes diperlukan untuk memastikan apakah tubuh Ibu kebal karena pernah menerima vaksin MMR atau pernah terinfeksi rubella. Bila Ibu ditanyakan tidak kebal, maka imunisasi MMR bisa dilakukan. Lalu tunggulah sebulan sebelum merencanakan kehamilan. Sebaliknya jika Ibu dinyatakan kebal, maka Ibu bisa segera memulai program hamil.

    Bila Ibu belum pernah menerima imunisasi MMR sebelum dan selama kehamilan, maka segera lakukan imunisasi MMR setelah melahirkan. Beberapa dokter menyarankan menerima imunisasi MMR sebelum pulang dari rumah sakit. Ada pula dokter yang merekomendasikan imunisasi MMR diberikan saat pemeriksaan pasca melahirkan. Imunisasi ini bertujuan mencegah penularan infeksi ke bayi dan sekaligus melindungi kehamilan di masa mendatang.

     

  2. Imunisasi cacar air

    Cacar air adalah penyakit menular yang menyebabkan demam dan ruam gatal. Bila Ibu terkena cacar air selama hamil, maka Ibu berisiko mengalami komplikasi seperti pneumonia. Jika cacar air terjadi selama 20 minggu pertama kehamilan khususnya antara minggu 8 sampai 20, maka bayi sedikit memiliki risiko cacat lahir serius atau congenital varicella syndrome.  Bayi dengan sindrom tersebut bisa mengalami peradangan mata dan perkembangan otak yang tidak sempurna. Sementara itu jika Ibu terjangkit cacar air selama beberapa hari sebelum melahirkan hingga 28 jam setelah melahirkan, maka bayi bisa lahir dengan infeksi yang mengancam nyawa atau neonatal varicella.

    Bila Ibu terinfeksi cacar air selama hamil dan tidak kebal, sebaiknya segera hubungi dokter. Dokter biasanya akan merekomendasikan suntikan kekebalan globulin yang mengandung antibodi terhadap virus cacar air. Jika diberikan dalam 10 hari setelah terpapar, maka kekebalan globulin bisa mencegah cacar air atau menurunkan tingkat keparahannya. Sayangnya, karena kasus congenital varicella syndrome jarang terjadi sehingga tidak jelas apakah penanganan tersebut bisa membantu melindungi bayi.

    Sementara itu jika Ibu terkena cacar air ketika melahirkan, maka bayi bisa diberi globulin segera setelah lahir untuk mencegah atau menurunkan tingkat keparahan infeksi. Bayi yang lahir dan terinfeksi cacar air juga bisa diberi obat antivius tersebut.

    Nah Bu, jika Ibu berencana untuk hamil dan belum menerima imunisasi cacar air, maka sebaiknya segera lakukan imunisasi. Imunisasi cacar air aman kok untuk orang dewasa, namun sebaiknya tunggu 3 bulan setelah dosis kedua sebelum mencoba untuk hamil ya Bu.

 

Jenis Imunisasi Setelah Kehamilan

Jika masa kehamilan sudah terlewati, maka tibalah waktunya bagi Ibu untuk melakukan imunisasi yang tidak bisa diperoleh selama hamil atau sebelum hamil. Salah satunya adalah imunisasi HPV atau human papillomavirus untuk wanita yang berusia kurang dari 26 tahun. Imunisasi ini berfungsi untuk melindungi wanita dari kanker serviks.

Selain imunisasi HPV, Ibu juga bisa melakukan imunisasi flu. Imunisasi flu akan melindungi Ibu dari infeksi flu sehingga bayi pun tidak akan tertular flu dari Ibu. Perlu diketahui, bahwa anak di bawah usia 2 tahun berisiko tinggi mengalami komplikasi saat terinfeksi flu. Imunisasi flu juga dianjurkan untuk anak tiap tahun setelah anak mencapai usia 6 bulan. 

Alergi Vaksin dan Efek Samping Vaksin

Bu, tak perlu kuatir melakukan imunisasi ya. Sebab reaksi serius akibat imunisasi ibu hamil jarang terjadi. Namun dokter bisa saja meminta Ibu untuk melewatkan beberapa vaksin jika diketahui terjadi alergi terhadap kandungan-kandungan tertentu pada vaksin.

Misalnya saja seorang ibu yang alergi terhadap ragi roti tidak boleh melakukan imunisasi Hepatitis B. Sedangkan seorang ibu yang alergi telur parah wajib menghindari imunisasi flu. Sementara seorang ibu yang alergi parah terhadap gelatin atau antibiotic neomycin tidak boleh menjalani imunisasi MMR atau vaksin varicella. Bila Ibu melewatkan imunisasi tertentu, jangan lupa untuk berdiskusi dengan dokter mengenai cara pencegahan penyakit.

Setelah menjalani imunisasi ibu hamil, sebagian ibu ada yang merasakan efek samping. Efek samping bisa terjadi sampai dengan 3 minggu setelah imunisasi dilakukan. Jika Ibu mengalami efek samping yang parah sesudah imunisasi ibu hamil, sebaiknya segera menghubungi dokter. Berikut ini beberapa efek samping yang mungkin terjadi setelah imunisasi.

 

  • Imunisasi Hepatitis A

    Efek samping berupa rasa sakit, kulit kemeraha pada area injeksi, sakit kepala dan rasa lelah.  

  • Imunisasi Hepatitis B 

    Efek samping berupa rasa sakit di area injeksi dan demam. 

  • Imunisasi Influenza 

    Efek samping berupa kulit kemerahan dan bengkak di area injeksi yang bisa berlangsung hingga dua hari dan juga demam. 

  • Imunisasi Tetanus/difteri

    Efek samping berupa demam rendah, rasa sakit, dan bengkak pada area injeksi. 

  • Imunisasi MMR

    Efek samping berupa ruam tidak menular, bengkak pada kelenjar leher dan pipi, sakit dan kaku pada persendian selama 1-2 minggu setelah imunisasi. 

  • Imunisasi Varisela

    Efek samping berupa demam, rasa sakit atau kemerahan pada area injeksi, ruam atau bintik kemerahan hingga 3 minggu setelah imunisasi. 

  • Imunisasi Pneumonia 

    Efek samping berupa demam, dan rasa sakit pada area injeksi. 

  • Imunisasi polio non aktif 

    Efek samping berupa kulit kemerahan dan rasa tidak nyaman pada area injeksi.

(Isma/Puji/Dok:Freepik)