Kehamilan Risiko Tinggi, USG Fetomaternal Bisa Jadi Solusi Deteksi Dini
Kehamilan merupakan sebuah rezeki dan anugerah bagi tiap wanita. Semua Ibu hamil tentu menginginkan kehamilannya berjalan lancar dan sehat hingga waktunya melahirkan nanti.
Nyatanya, terkadang hal yang kita inginkan tidak bisa terjadi semulus itu. Apalagi jika dokter telah menyatakan bahwa kondisi Ibu tergolong merupakan kehamilan risiko tinggi.
Memang, pada dasarnya semua kehamilan yang dialami tiap wanita jelas memiliki risiko tersendiri. Tapi, ada beberapa kondisi yang bikin Ibu memiliki kehamilan risiko lebih tinggi, bahkan dampaknya bisa membahayakan kesehatan Ibu dan janin.
Terlebih bahaya kehamilan risiko tinggi ini nggak melulu terjadi saat bayi masih di dalam kandungan. Ketika bayi sudah lahir, dan Ibu sedang dalam masa nifas bisa jadi risiko tersebut mungkin saja terjadi.
Kenali lebih jauh mengenai kehamilan risiko tinggi dalam bersama dr. Lilia Mufida, SpOG (K), yang merupakan Dokter Spesialis Obstetric & Ginekologi Konsultan Fetomaternal dari Kemang Medical Care, dalam Instagram Live Ibupedia berikut ini.
Faktor yang menyebabkan kehamilan risiko tinggi
Dijelaskan oleh dokter Lilia, kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang berpotensi menimbulkan masalah pada Ibu dan janin, baik saat hamil dan saat lahir. Kehamilan risiko tinggi ini perlu penanganan yang baik sebagai salah satu pencegahnya. Ada banyak sekali faktor yang menyebabkan kehamilan risiko tinggi, diantaranya adalah:
- Riwayat kehamilan yang lalu: Pernah melahirkan melalui operasi caesar, adanya riwayat keguguran, Ibu pernah mengalami preeklamsia
- Penyakit penyerta: Hipertensi, diabetes, autoimun dan jantung bawaan
- Kondisi fisik: Memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm, hamil pada usia di atas 35 tahun atau kurang dari 17 tahun, obesitas, atau under weight
- Kondisi sekarang: Kehamilan risiko tinggi dengan diagnosa plasenta previa, air ketuban sedikit, air ketuban terlalu banyak, lilitan tali pusar, tali pusar terlalu pendek.
Pemeriksaan untuk kehamilan risiko tinggi
Risiko kehamilan risiko tinggi sejatinya bisa dicegah dan ditekan dengan berbagai cara. Sebagai bagian pencegahan untuk kehamilan risiko tinggi, dokter Lilia mengimbau agar sebelum merencanakan kehamilan, Ibu harus melakukan konseling terlebih dahulu.
Supaya dokter bisa melakukan pemeriksaan dan mendeteksi adanya penyakit bawaan dan kemungkinan lainnya. Apalagi jika usia saat hamil sudah lebih dari 35 tahun.
“Konsuling ini penting agar Ibu bisa mendapatkan edukasi yang tepat. Nanti dokter akan menyarankan untuk melakukan cek lab lengkap dan USG rahim,” jelas dokter Lilia.
Hal ini berlaku apabila Ibu sedang merencanakan kehamilan pertama. Tujuan lainnya adalah agar Ibu bisa mempersiapkan terlebih dahulu dari segi kesehatan dan kesiapan Ibu.
Misalnya saja, memperbaiki asupan gizi, menurunkan atau menaikkan berat badan atau apabila ada penyakit penyerta bisa dikontrol supaya ketika hamil bisa lebih optimal. Hal ini penting dilakukan sedini mungkin dan jangan sampai terlambat ya, Bu!
Kehamilan risiko tinggi, tentu ada dampaknya
Menurut dokter Lilia, segala hal yang berisiko tinggi jelas memiliki dampak. Dalam hal ini dapat ditimbulkan pada Ibu dan janin.
“Jadi, katakanlah jika Ibu hamil dengan obesitas. Kondisi ini bisa menyebabkan Ibu mengalami diabetes gestasional yang akan meningkatkan kecacatan pada janin,” tambahnya.
Begitupun ketika Ibu punya kehamilan risiko tinggi dengan bawaan penyakit hipertensi. Hal ini akan memicu preeklamsia yang jelas sangat berbahaya bagi Ibu dan janin.
Di mana Ibu bisa kejang saat melahirkan dan menyebabkan kerusakan organ. Kehamilan risiko tinggi di atas 35 tahun juga bisa menyumbang risiko kecacatan pada janin, kalau Ibunya bertubuh terlalu kurus sekali juga bisa membuat janin jadi kurang gizi.
Akibatnya, kehamilan jadi tidak optimal. Untuk itu, salah satu hal yang bisa dilakukan demi menekan kehamilan risiko tinggi adalah dengan melakukan USG Fetomaternal.
USG Fetomaternal, apa bedanya dengan USG biasa?
Dijelaskan oleh dokter Lilia, pemeriksaan melalui USG Fetomaternal pada Ibu dengan kehamilan risiko tinggi jelas berbeda dengan screening melalui USG biasa. USG Fetomaternal pemeriksaannya akan lebih detail.
Proses screening ini juga nggak bisa dilakukan oleh sembarang dokter. USG Fetomaternal harus dilakukan oleh konsultan subspesialis Fetomaternal khusus.
Berbeda dari proses screening melalui USG biasa, USG Fetomaternal biasanya akan dilakukan secara lebih detail. Waktu pemeriksaannya juga lebih lama yakni sekitar 30-45 menit per pasien.
Dokter nantinya akan memeriksakan seluruh organ dalam pada janin di kandungan secara detail, mulai dari:
- Organ kepala: Lingkar kepala, otak kecil, aliran darah ke otak
- Leher: Adakah lilitan tali pusar, atau kemungkinan tumor pada leher
- Thorax: Jantung, paru-paru, rongga dada dan rongga perut
- Ukuran kaki dan tangan
- Ukuran aliran darah ke rahim dan tali pusar
- Normal atau tidaknya letak plasenta.
Berapa kali USG Fetomaternal dilakukan?
Ketika dokter mencurigai adanya kemungkinan kehamilan risiko tinggi pada Ibu, biasanya mereka akan langsung memberikan rujukan ke dokter subspesialis yang bersangkutan. Menurut dokter Lilia, USG Fetomaternal biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses screening.
Tujuannya untuk mendapatkan hasil luaran yang baik dan akurat. Nah, USG Fetomaternal sendiri bisa dilakukan sebanyak 2 kali, yang pertama di trimester 1 (12-14 minggu).
USG Fetomaternal yang pertama ini dilakukan untuk melihat adanya risiko Down Syndrome pada bayi. Karena kondisi ini bisa meningkat apabila Ibu dengan kehamilan risiko tinggi berusia di atas 35 tahun.
Untuk USG Fetomaternal yang kedua bisa dilakukan pada trimester 2 (22-28 minggu). Pada waktu ini, biasanya organ tubuh bayi bisa lebih terlihat dengan jelas, mulai dari organ kepala, kaki, aliran darah ke otak dan lain sebagainya.
“Nah, setelah selesai pemeriksaan, dokter akan menjelaskan hasil pada pasien langsung dan memberikan catatan pada dokter yang merujuk. Biasanya akurasi USG Fetomaternal adalah sebesar 60%. Tergantung usia Ibu, kondisi janin, dan posisi bayi bayi saat USG,” katanya.
Ketika posisi bayi tidak tepat atau sedang tengkurap atau dengan posisi lain, jelas hal ini bisa membuat pemeriksaan USG Fetomaternal jadi lebih sulit dan kurang akurat. Hal inilah yang kemudian membuat Ibu diminta untuk kembali melakukan USG Fetomaternal ulang pada hari-hari berikutnya.
Amankah Ibu dengan kehamilan risiko tinggi melakukan USG Fetomaternal?
Nggak perlu khawatir ya, Bu. Meski Ibu tergolong sedang menjalankan kehamilan risiko tinggi, dan disarankan melakukan USG Fetomaternal berulang, nyatanya pemeriksaan ini aman bagi kesehatan Ibu dan janin.
“USG Fetomaternal itu merupakan pemeriksaan melalui suara, dipantulkan, dan dengan bantuan gel bisa lihat gambar janin. Pemeriksaan ini nggak ada risikonya, sangat aman asalkan dilakukan secepat mungkin,” jelas dokter Lilia.
Apalagi dengan alat yang dimiliki banyak rumah sakit di Indonesia ini sudah ada perlindungan indeks mekanik dan sangat aman bagi Ibu dna janin. Terlebih, selama proses screening biasanya bayi akan selalu bergerak dan terlindung melalui dinding perut Ibu.
Hal ini membuat risiko dari USG Fetomaternal untuk mendeteksi kehamilan risiko tinggi, hampir tidak ada. Dokter Lilia juga menjelaskan, siapapun bisa melakukan USG Fetomaternal.
Ibu bisa datang ke konsultan Fetomaternal secara mandiri, dengan atau tanpa rujukan dari dokter kandungan sekalipun. Tapi, yang perlu diketahui adalah jumlah konsultan Fetomaternal di Indonesia masih sedikit.
Sehingga pemeriksaan ini nggak bisa dilakukan di semua rumah sakit. Artinya, nggak semua rumah sakit punya konsultan terkait. Untuk itulah, mengapa kebanyakan dokter cenderung memberikan rujukan ke rumah sakit tertentu ketika mencurigai adanya kelainan bagi Ibu dengan kehamilan risiko tinggi.