Ibupedia

Pengapuran Plasenta, apakah Janin Masih Bisa Lahir Normal?

Pengapuran Plasenta, apakah Janin Masih Bisa Lahir Normal?
Pengapuran Plasenta, apakah Janin Masih Bisa Lahir Normal?

Pengapuran plasenta adalah salah satu kelainan plasenta yang kerap terjadi di saat kehamilan. Meski begitu, pengapuran plasenta tergolong normal terjadi terutama pada trimester akhir atau kehamilan sudah melewati hari perkiraan lahir. Meski begitu, jangan sampai menganggap remeh pengapuran plasenta.

Apa itu pengapuran plasenta?

pengapuran-plasenta-1

Pengapuran plasenta adalah jenis kelainan plasenta yang merupakan penuaan plasenta akibat penumpukan kalsium. Plasenta adalah organ berbentuk kantung yang berfungsi sebagai rumah untuk janin sebagai tempat ia bertumbuh dan berkembang selama berada di rahim Ibu. 

Selain itu, plasenta memiliki fungsi untuk melindungi bayi agar selalu sehat dan bebas dari serangan virus maupun kuman yang berada di dalam tubuh Ibu.

Kesehatan plasenta vital bagi kesehatan janin. Plasenta yang mengalami gangguan saat kehamilan dapat meningkatkan risiko dan membawa dampak buruk bagi perkembangan dan pertumbuhan janin.

Ada dua masalah kelainan plasenta yang sering terjadi, yakni plasenta previa dan solusio plasenta.

Ciri-ciri pengapuran plasenta

pengapuran-plasenta-2

Ciri-ciri pengapuran plasenta  ditandai dengan adanya bintik-bintik putih yang menyebar dari bagian dasar plasenta hingga ke permukaannya. Biasanya, bintik-bintik putih baru akan terlihat saat pemeriksaan USG pada masa kehamilan. Dokter akan menyampaikan hasil diagnosa ini dan mengabari apakah pengapuran plasenta bisa lahir normal.

Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, plasenta akan mengalami perubahan agar mampu mendukung tumbuh kembang sang bayi dari waktu ke waktu. Plasenta sudah mulai terbentuk saat usia kehamilan menginjak 12 minggu. Itulah sebabnya Ibu harus segera waspada jika ciri-ciri pengapuran plasenta terjadi. Risiko pengapuran plasenta terjadi sepanjang perubahan plasenta pada masa kehamilan.

Seperti yang dilansir dari Babycenter, pengapuran plasenta dibagi menjadi beberapa tahap yang dimulai dari skor 0 (tidak matang) hingga skor 3 (sangat matang). Pengelompokan pengapuran plasenta ini meliputi:

  • Tahap 0: Sebelum usia kehamilan 18 minggu;
  • Tahap 1: Saat usia kehamilan antara 18-29 minggu;
  • Tahap 2: Saat usia kehamilan antara 30-38 minggu; dan
  • Tahap 3: Saat usia kehamilan sekitar 39 minggu.

Pengapuran plasenta yang merupakan komplikasi pada kehamilan dinilai akan lebih berisiko jika kehamilan terjadi di usia muda, kehamilan anak pertama, dan Ibu yang merokok saat hamil

Risiko kesehatan akibat pengapuran plasenta

pengapuran-plasenta-3

Risiko dari pengapuran plasenta tergantung pada waktu mulai terjadinya selama kehamilan dan bagaimana kondisi kesehatan Ibu selama hamil. Semakin cepat pengapuran terjadi, semakin besar bahaya yang mungkin timbul.

Masalah yang akan terjadi akibat pengapuran plasenta berdasarkan usia kehamilan meliputi:

1. Usia kehamilan 28-36 minggu

Pengapuran pada usia kehamilan ini tergolong dalam kehamilan risiko tinggi. Pengapuran plasenta yang terjadi di usia kehamilan 32 minggu disebut juga sebagai pengapuran atau kalsifikasi plasenta prematur dini. Jika terjadi pada usia kehamilan ini, banyak komplikasi kehamilan yang mungkin terjadi.

Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi pendarahan saat persalinan, solusio plasenta hingga kelahiran prematur.Jika APGAR skor bayi rendah, kemungkinan janin meninggal saat masih di dalam kandungan menjadi besar.

Pertolongan medis yang dilakukan untuk menghadapi kondisi ini tergantung dari risiko yang ditimbulkan dan tingkat keparahannya.

Ibu hamil yang memiliki risiko tinggi kehamilan seperti diabetes gestasional, plasenta previa, tekanan darah tinggi, hingga anemia pada Ibu hamil wajib mengonsultasikan kehamilannya secara rutin.

2. Usia kehamilan 36 minggu

Pengapuran plasenta bisakah lahir normal? Bisa, namun Ibu berisiko mengalami hipertensi pada kehamilan dan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

Pada usia kehamilan ini, dokter akan berusaha mengevaluasi kemungkinan adanya risiko tinggi kehamilan melalui pemeriksaan USG.

3. Usia kehamilan 37-42 minggu

20-40 persen kehamilan normal di usia 37 minggu mengalami pengapuran plasenta. Jika Ibu mengalami ini, Ibu tidak perlu khawatir. Meski begitu, menurut penelitian di jurnal Placenta, pengapuran yang terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan kematian janin.

Cara mengatasi pengapuran plasenta

pengapuran-plasenta-4

Pengapuran plasenta bisa saja terjadi karena reaksi terhadap obat-obatan tertentu, radiasi, faktor keturunan, hingga faktor-faktor pemicu lainnya. Oleh karena itu, salah satu cara mengatasi pengapuran plasenta adalah memberhentikan konsumsi obat-obatan tersebut.

Kondisi pengapuran plasenta tidak dapat ditebak kemunculannya. Tapi, ada beberapa hal yang dapat Ibu lakukan agar tidak terjadi pengapuran plasenta. Cara mengatasi pengapuran plasenta meliputi:

  • Mengusahakan untuk beristirahat cukup selama kehamilan;
  • Menghindari stres selama masa kehamilan. Afirmasi positif agar perkembangan dan pertumbuhan janin tetap optimal. Hormon stres (kortisol) yang keluar dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi kecil sehingga terjadi penyempitan sehingga daya tahan tubuh ikut menurun;
  • Memulai gaya hidup yang lebih sehat dan mengikuti program olahraga sesuai dengan usia kehamilan;
  • Menghindari makanan dengan kandungan bahan pengawet atau penyedap rasa. Perbanyaklah konsumsi makanan sehat dan real food seperti sayuran, buah, daging, atau ikan segar yang tidak terlalu banyak diproses;
  • Rutin kontrol kehamilan agar dilakukan pemeriksaan USG guna mengetahui kondisi plasenta; dan
  • Meninggalkan kebiasaan merokok. Kandungan nikotin pada rokok dapat menyebabkan kerusakan dimana pembuluh darah akan menyempit sehingga berakibat terhambatnya perkembangan janin. Ibu juga harus menghindari perokok pasif karena dapat memicu risiko terjadinya pengapuran plasenta.

Itulah komplikasi kehamilan berupa pengapuran plasenta yang harus Ibu ketahui. Pastikan Ibu untuk selalu kontrol kehamilan rutin agar cepat terdeteksi.

Editor: Dwi Ratih