Ibupedia

Pre-Eklampsia Pada Ibu Hamil

Pre-Eklampsia Pada Ibu Hamil
Pre-Eklampsia Pada Ibu Hamil

Bunda, pernahkah mendengar istilah “preeklampsia”? Atau mungkin sebagian dari Bunda pernah mengalami sendiri kondisi ini? Mungkin bagi sebagian ibu hamil preeklampsia terdengar begitu mengerikan.

Preeklampsia merupakan salah satu kelainan pada ibu hamil dengan persentase kasus yang jarang terjadi. Hanya sekitar 5 persen saja ibu hamil yang terjangkit preeklampsia ini. Sebenarnya apa sih preeklampsia itu? Mengapa preeklampsia bisa terjadi dan seberapa jauh kelainan ini bisa mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan? Mari lihat penjelasan di bawah ini.

Apa yang dimaksud preeklampsia?

Bunda, preeklampsia adalah kondisi di mana tekanan darah dan protein pada ibu hamil meningkat melebihi ambang batas normal kala memasuki usia kehamilan 20 minggu. Bila tekanan darah pada ibu hamil menunjukkan 140/90 MmHg atau lebih dan kandungan protein yang terdapat pada urine (proteinuria) berkisar 0,3 gram atau lebih, hal ini mengindikasikan adanya preeklampsia pada ibu hamil tersebut.

Kemunculan preeklampsia ini tidak bisa diprediksi. Preeklampsia bisa muncul kapanpun, bisa muncul ketika kandungan memasuki usia 37 minggu atau ketika kandungan berusia 9 bulan bahkan kondisi ini bisa terjadi menjelang persalinan.

Pada sebagian kasus preeklampsia ini malah terjadi di hari ke-2 pasca ibu hamil melahirkan. Jadi tak ada waktu spesifik yang menunjukkan kapan preeklampsia muncul. Maka dari itu, mengenali bagaimana gejala awal preeklampsia adalah wajib hukumnya, agar Bunda bisa segera melakukan tindakan dan penanganan yang tepat bagi kandungan nantinya.

Tanda dan gejala preeklampsia

Preeklampsia merupakan masalah medis yang paling umum dihadapi saat hamil. Tidak diketahui jumlah pasti wanita yang mengalami preeklampsia, tapi para ahli memperkirakan preeklampsia terjadi pada 5 sampai 10 persen kehamilan.

Sebuah penelitian menyebut obat yang digunakan untuk menangani diabetes bisa digunakan untuk mencegah atau menangani preeklampsia. Tapi masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memastikan obat tersebut efektif menangani kondisi ini.

Sering kali, tanda awal preeklampsia tidak terasa, tapi dokter bisa melihat gejalanya selama pemeriksaan rutin. Gejala awal preeklampsia antara lain tekanan darah tinggi dan protein di urin. Tekanan darah tinggi umum terjadi pada wanita selama hamil dan tak perlu dikhawatirkan. Tapi kehadiran protein di urin biasanya mengindikasikan preeklampsia. Bila kondisi ini terus berlanjut, gejala lainnya bisa berkembang. Gejala selanjutnya antara lain:

  • Adanya pembengkakan di area wajah, sekitar mata, dan pembengkakan yang tak terkendali di area kaki serta tumit. Bengkak terjadi tiba-tiba dalam 1 sampai 2 hari

  • Anda patut curiga bila dalam waktu seminggu berat badan naik lebih dari 1 kg. Bisa jadi ini indikasi adanya preeklampsia. Ibu hamil yang terindikasi preeklampsia tubuhnya membengkak tiba-tiba karena banyaknya air yang tersimpan pada bagian tubuh mereka.

  • Mengalami sakit kepala yang hebat dan tak kunjung sembuh.

  • Adanya gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda, penglihatan kabur, kunang-kunang, sensitif pada cahaya, atau penglihatan hilang secara tiba-tiba.

  • Rasa sakit sering muncul di area perut bagian atas. Tekstur kulit pada area ini lembek seperti membengkak.

  • Pusing

  • Muntah dan mual berlebihan

  • Buang air kecil menurun.

Bunda, terkadang gejala preeklampsia ini tidak terlalu nampak jelas pada sebagian ibu hamil. Kebanyakan ibu hamil malah mengetahui dirinya mengalami preeklampsia ketika sedang melakukan cek kandungan. Maka dari itu, rajinlah dan jangan sampai lupa untuk memeriksakan kandungan ya Bunda.

Penyebab preeklampsia pada ibu hamil

Banyak penelitian mengenai preeklampsia ini, namun belum ada yang menemukan penyebab pasti mengapa preeklampsia bisa terjadi pada masa kehamilan. Para ahli percaya bahwa penyebab utama terjadinya preeklampsia pada ibu hamil karena terganggunya suplai darah menuju plasenta.

Hal ini terjadi karena plasenta tidak berhasil membenamkan dirinya pada dinding rahim dan pembuluh nadi sehingga plasenta tidak mampu melebar dan membuka jalan bagi masuknya darah yang nanti dibutuhkan janin. Kurangnya suplai darah menuju plasenta ini bisa juga disebabkan karena ibu hamil mengalami tekanan darah tinggi dan diabetes bawaan.

Bunda, ada penelitian yang mengatakan bahwa aliran darah yang tidak normal pada plasenta memicu plasenta melepaskan sebagian protein-protein nya pada aliran darah ibu hamil yang terjangkit preeklampsia. Pelepasan sebagian protein dari plasenta ini menimbulkan berbagai reaksi pada tubuh ibu seperti adanya tekanan pada pembuluh darah yang menyebabkan timbulnya tekanan darah tinggi, rusaknya dinding pembuluh darah yang menyebabkan adanya kebocoran pada area tersebut sehingga membuat tubuh ibu bengkak dan kelebihan protein dalam urine, volume darah berkurang, dan terjadi penggumpalan darah pada tubuh ibu. Itulah mengapa ibu hamil yang menderita preeklampsia mengalami pembengkakan yang tak terkendali pada tubuhnya.

Seberapa jauh preeklampsia bisa membahayakan janin dalam kandungan?

Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa preeklampsia ini disebabkan karena plasenta gagal membenamkan dirinya ke dinding rahim, tentu kondisi ini sangat berbahaya. Bunda, plasenta adalah satu-satunya jalan bagi janin dalam kandungan mendapatkan suplai nutrisi, vitamin, dan darah untuk berkembang. Bila terjadi penyumbatan pada plasenta, hal ini tentu akan sangat bermasalah.

Janin dalam kandungan akan sangat terpengaruh oleh kondisi ini. Perkembangan janin akan terhambat karena penyumbatan plasenta menghambat nutrisi dan vitamin yang dibutuhkan oleh si jabang bayi, janin tidak mendapatkan cairan amniotik yang ia perlukan agar janin aman dalam kandungan dan terhindar dari guncangan, bahkan penyumbatan plasenta ini bisa memicu lepasnya plasenta dari dinding rahim (Placental Abruption) yang menyebabkan janin harus segera dilahirkan.

Penanganan preeklampsia

Solusi untuk preeklampsia adalah melahirkan. Tapi bila Anda belum mendekati waktu untuk melahirkan (37 minggu), dokter bisa merekomendasikan penanganan untuk preeklampsia hingga bayi cukup berkembang untuk dilahirkan dengan aman. Penanganannya bisa berupa:

  • Monitoring bayi

  • Obat untuk menurunkan tekanan darah

  • Tes darah dan urin

  • Cortecosteroid untuk meningkatkan perkembangan paru-paru pada bayi serta meningkatkan fungsi pembeku darah dan liver

  • Obat untuk mencegah seizure.

Ketika preeklampsia parah terjadi di awal  kehamilan, yang ideal adalah tetap mempertahankan bayi tapi ini berisiko lebih besar untuk ibu. Bila preeklampsia bertambah parah, Anda akan dirawat agar kondisi Anda dan bayi bisa dimonitor dengan seksama. Meski untuk sementara gejala preeklampsia bisa diatasi dengan pengobatan, kondisi ini akan terus berlanjut dan tidak bisa dihentikan.

Bila kehamilan Anda sudah cukup umur, atau bila kondisi preeklampsia bertambah parah dengan cepat dan pengobatan tidak memungkinkan, ini berarti Anda harus melahirkan, berapapun usia kehamilan Anda. Bergantung seberapa parah kondisi ibu, dokter bisa menginduksi atau melakukan bedah sesar.

Pencegahan preeklampsia

Pada teorinya, ibu bisa mengalami preeklampsia yang tidak bisa dicegah. Tapi meski begitu, cara terbaik untuk menjaga kondisi ini tetap terpantau adalah memastikan diagnosa awal dan terus teratur memeriksakan kesehatan.

Selain pemeriksaan rutin, hal berikut bisa menurunkan risiko preeklampsia:

  • Makan makanan sehat dan seimbang, serta menyertakan buah dan sayur yang tinggi serat dan rendah protein.

  • Olahraga selama hamil bisa mencegah perkembangan preeklampsia.

  • Hindari penambahan berat badan yang berlebihan. Penambahan berat jadi bagian dari kehamilan yang sehat, tapi berat berlebihan bisa menyebabkan komplikasi, termasuk berkembangnya preeklampsia.

Ada sejumlah faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan wanita mengalami preeklampsia, antara lain:

  • Kehamilan pertama

  • Riwayat preeklampsia dalam keluarga

  • Jarak yang jauh antara kehamilan

  • Usia (remaja dan wanita usia lebih dari 40 tahun lebih berisiko)

  • Kondisi medis seperti penyakit ginjal, hipertensi, migrain, dan diabetes

  • Obesitas sebelum kehamilan (indeks massa tubuh lebih dari 30)

  • Kehamilan kembar.

Bila Anda berisiko mengalami preeklampsia, dokter bisa merekomendasikan Anda menjalani pemeriksaan teratur. Bila kondisi memburuk, ini akan membantu mendeteksinya sedini mungkin.

Idealnya calon ibu perlu mengoptimalkan kesehatan sebelum kehamilan, tapi tidak semua kehamilan direncanakan. Pastikan Anda membahas faktor risiko preeklampsia dengan dokter.

Pastikan tekanan darah diperiksa secara teratur, dan lakukan tes urin untuk mendeteksi protein. Normal bila ada protein dalam jumlah sedikit pada urin, tapi bila berlebih perlu diselidiki penyebabnya.

Bunda, preeklampsia tidak selalu menunjukkan tanda awal, jadi pastikan Anda menjalani pemeriksaan teratur. Bila Anda merasa cemas atau muncul gejala selama hamil, segera hubungi dokter. Terdiagnosa preeklampsia dini saat hamil bisa menyebabkan ibu stres dan cemas. Ini membuat ibu berminggu-minggu memikirkan kondisi bayi.

Sedangkan terdiagnosa preeklampsia di akhir kehamilan bisa menyebabkan shock. Anda kemungkinan harus melahirkan lebih dini dan tanpa menunggu persalinan mulai dengan sendirinya. Semua faktor ini memiliki dampak besar pada kondisi emosi. Cari dukungan dari pasangan, keluarga, dan teman untuk mengatasi komplikasi kehamilan. Mendapat informasi sebanyak mungkin tentang preeklampsia bisa membantu Anda bekerja sama dengan dokter dalam memutuskan pilihan penanganan yang paling tepat.

Mitos seputar preeklampsia

Ada mitos hampir untuk semua hal, termasuk preeklampsia. Orang sering kali merasa bingung dengan informasi yang diterima tentang preeklampsia. Berikut ini beberapa bantahan tentang mitos seputar kondisi ini:

  1. Bedrest bisa menunda preeklampsia, atau setidaknya memperlambatnya

    Tidak. Percobaan menunjukkan ini tidak terbukti. Bahkan bedrest dapat meningkatkan risiko depresi dan pembekuan darah. Tapi ikuti saran dokter untuk menurunkan aktivitas bila Anda terdiagnosa preeklampsia.

  2. Hanya wanita yang kelebihan berat badan yang terkena preeklampsia

    Ini berarti wanita kurus aman dari preeklampsia, tapi ternyata tidak demikian. Wanita kurus dan aktif bisa mengalami preeklampsia juga. Tapi, penambahan berat badan berlebih selama hamil meningkatkan risiko Anda.

  3. Preeklampsia hanya terjadi di kehamilan pertama

    Kebanyakan memang demikian, tapi tidak selalu. Bila Anda mengalami preeklampsia, Anda dianggap berisiko tinggi mengalaminya lagi. Kadang preeklampsia muncul pertama kali di akhir kehamilan.

  4. Bila Anda makan dengan benar, Anda tidak akan terkena preeklampsia

    Tidak ada perbedaan pada pola makan wanita yang mengalami preeklampsia dan wanita yang tidak mengalaminya, karena preeklampsia terkait dengan implantasi awal plasenta, dan pola makan di sisa kehamilan tidak akan mengubahnya.

    Sejauh ini, perubahan besar pada pola makan tidak memiliki efek pada tingkat preeklampsia. Makan sehat selama hamil sangat penting untuk kesehatan Anda dan bayi, tapi tidak ada bukti hal ini mempengaruhi kondisi kompleks ini.

  5. Preeklampsia jarang terjadi

    Meski Anda belum pernah mendengar preeklampsia, di seluruh dunia, preeklampsia terjadi pada 1 dari 12 kehamilan (8 persen).

  6. Preeklampsia hanya terjadi tepat sebelum melahirkan

    Preeklampsia bisa muncul kapan saja mulai dari trimester kedua hingga 6 minggu setelah melahirkan. Ya, Anda bisa mengalami preeklampsia setelah melahirkan bayi, jadi hubungi dokter bila muncul keluhan sakit kepala berat setelah melahirkan. Anda bisa mengalami preeklampsia paling awal di usia kehamilan 20 minggu.

  7. Ibu hamil tidak boleh diberi tahu jika ia menderita preeklampsia karena ini akan membuat mereka stres

    Ibu hamil berhak mendapat  pengetahuan dan informasi terkait kondisi ini.

  8. Preeklampsia tidak mempengaruhi bayi

    Bayi yang tidak harus dilahirkan dini, mungkin tidak mengalami masalah akibat preeklampsia. Tapi preeklampsia bisa mempengaruhi pertumbuhan bayi, membuatnya lebih stres selama persalinan, atau bahkan menyebabkan kematian. Ibu bisa mengalami plasenta abrupsi, dimana plasenta terpisah dari dinding rahim sebelum bayi lahir, yang membuat nyawa bayi dalam bahaya. Beberapa bayi harus dilahirkan dini dengan risiko perkembangan paru-paru tidak lengkap dan berpotensi mengalami masalah kesehatan jangka panjang.

  9. Mual dan muntah normal terjadi, meski di akhir kehamilan

    Ini bisa jadi tanda peningkatan enzim liver dan merupakan bentuk preeklampsia yang parah. Beri tahukan dokter bila Anda mengalami mual atau muntah di akhir kehamilan.

Efek jangka panjang preeklampsia 

Pada kebanyakan kasus, preeklampsia sepenuhnya hilang dalam 24 jam setelah melahirkan. Pada kasus ekstrim, ini yang menjadi sebab dilakukan kelahiran prematur melalui bedah sesar.

Tapi bisa dibutuhkan waktu selama 3 minggu setelah melahirkan untuk semua gejala terkait preeklampsia menghilang. Ini berarti wanita hamil yang terdiagnosa preeklampsia bisa terus mengalami tekanan darah tinggi dan bengkak selama beberapa minggu setelah melahirkan.

Pada semua kasus preeklampsia, dokter akan terus memonitor ibu hingga semua gejalanya menghilang. Meski kebanyakan wanita yang mengalami preeklampsia tidak akan mengeluhkan efek jangka panjang, pada beberapa kasus, efek jangka panjang bisa terjadi.

Penelitian terbaru menemukan wanita yang mengalami preeklampsia selama hamil lebih berisiko mengalami tekanan darah tinggi nantinya. Selain itu, wanita yang pernah mengalami preeklampsia berisiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskuler dan stroke.

Tingkat kematian akibat penyakit jantung iskemik juga lebih tinggi pada wanita yang pernah mengalami preeklampsia. Kondisi ini juga bisa memicu masalah kognitif nantinya, termasuk hilang ingatan.

Meski ada kemungkinan efek jangka panjang dari preeklampsia, pada kebanyakan kasus, wanita yang pernah mengalaminya bisa menjalani kehidupan yang sehat.

Risiko preeklampsia pada bayi di masa mendatang

Ada risiko pada bayi yang ibunya mengalami preeklampsia selama hamil. Seperti telah disebutkan, risiko berat lahir rendah, lahir prematur, dan lahir mati jadi risiko preeklampsia pada bayi. Tapi insiden risiko ini rendah dan umumnya terjadi pada wanita dengan kasus preeklampsia parah.

Juga perlu diingat Bun, penelitian menemukan kalau anak yang lahir dari ibu yang pernah mengalami preeklampsia sebanyak dua kali lebih berisiko mengalami gangguan spektrum autisme. Semakin parah kasusnya, semakin besar kemungkinan autisme pada anak.

Penelitian juga menyatakan anak bisa lebih berisiko mengalami tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung koroner, serta penyakit ginjal nantinya. Meski ada risiko, insiden efek jangka panjang pada anak tergolong rendah.

(Ismawati)

Follow Ibupedia Instagram