Rahasia di balik Cinta Bunda terhadap Anaknya
Hubungan antara orang tua dan anak adalah salah satu ikatan terkuat dalam hidup. Berbeda dengan hubungan asmara yang mudah putus sambung, sekali Bunda mengenal si kecil, maka selamanya Anda akan terikat oleh rasa sayang padanya. Cinta pada anak bukanlah cinta yang dapat dijelaskan dengan pendekatan ilmu maupun budaya. Melainkan, cinta adalah hal alamiah yang terjadi pada tiap keluarga. Tidak peduli apakah Anda itu orang tua kandung, orang tua asuh, atau Ibu tiri sekalipun, pasti kelak akan tercipta suatu hubungan dimana orang tua dan anak bisa saling membuka diri satu sama lain.
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan dan pakar perkembangan anak telah menemukan fakta menarik tentang hubungan antara orang tua dan anak. Hasil studi tersebut membantu menjelaskan mengapa bayi sangat menggemaskan (dan membuat para orang tua 'kecanduan' untuk menimangnya) serta mengapa Bunda semakin sayang saat ia tumbuh kian dewasa. Meskipun pertengkaran dan perdebatan kerap kali muncul dan mengganggu hubungan antara anak dan orang tua, tetap saja rasa sayang di antara keduanya tidak akan pernah pudar.
Masa kehamilan: saat jatuh cinta pertama kalinya
Di saat sang buah hati belum lahir ke dunia, para orang tua sudah sibuk memikirkan berbagai hal menyangkut anaknya. Berbagai emosi dan antisipasi menyambut si kecil membuat orang tua secara alami menumbuhkan rasa sayang dan cinta pada anak.
Apabila Bunda masih dalam tahap kehamilan, maka Anda akan merasakan meningkatnya hormon yang menjadi fondasi awal koneksi dengan si kecil. Seiring bertambahnya hari, hormon tersebut akan makin menguat. Apalagi kalau hari persalinan sudah dekat, maka otak akan mulai memproduksi lebih banyak oksitosin yakni hormon yang membantu memunculkan rasa keibuan dalam diri Bunda. Juga dikenal sebagai hormon cinta, oksitosin mampu menimbulkan perilaku 'keibuan' (penyayang, pelindung, suka ngemong) pada diri manusia.
Tak hanya pada anak, perilaku keibuan ini juga nampak saat manusia merawat binatang peliharaan mereka. Mulai dari menyisir bulu, memandikan, serta memberikan makanan terbaik. Nah, bagi Ibu hamil, sembari menunggu kedatangan sang buah hati dengan penuh antisipasi, maka sebaiknya Anda menjauhkan diri dari stres.
Para ilmuwan sudah menunjukkan ketertarikan terhadap oksitosin ini sejak lama. Percobaan terhadap binatang menunjukkan bahwa hormon tersebut sangatlah berperan dalam perilaku sosial, mulai dari merawat bayi hingga menjaga hubungan jangka panjang.
Binatang yang kurang memiliki reseptor terhadap oksitosin di area-area penting otak cenderung mengabaikan pasangannya dan selalu mencari pasangan baru setiap musim. Sedangkan spesies yang memiliki cukup reseptor hormon cenderung menjadi orang tua yang bertanggung jawab dan menjaga hubungan baik dengan pasangan untuk waktu lama. Maka dari itu, ketika hormon oksitosin terus diproduksi saat masa kehamilan, rasanya ada banyak sekali cinta yang Bunda rasakan mengalir dalam tubuh. Hmm, indah ya, Bun?
Bayi pun sudah mulai membentuk suatu koneksi dengan Ibunya sejak dalam kandungan. Detak jantung Anda menjadi penenang baginya. Rasa makanan yang Anda makan turut mempengaruhi rasa air ketuban yang mengelilingi tubuhnya. Jantung anak pun berdetak kian cepat saat mendengar suara Bunda. Jadi, berhati-hatilah terhadap perilaku dan ucapan Bunda karena akan berpengaruh pada sang buah hati.
Berbeda dengan Ibu kandung, para Ayah dan orang tua asuh tidak akan mengalami lonjakan hormon dan kedekatan fisik pada bayi yang masih di dalam rahim. Namun jangan kuatir, ikatan pada anak kelak tetap kuat asalkan mereka mampu menjaga hubungan dengan baik dan memberikan cukup perhatian pada anak. Ya, anak-anak memiliki kapasitas untuk membina suatu hubungan dengan siapapun (bahkan baby sitter) asal mereka merespon kebutuhan fisik dan emosionalnya.
Menurut attachmet theory atau teori keterikatan yang merupakan prinsip psikologis dari hubungan antar manusia, orang-orang dari segala usia akan memiliki rasa keterikatan yang dalam terhadap orang yang selalu mendukung dan memberikan rasa aman. Kesimpulannya, sejak bayi sampai kakek-nenek, manusia tidak pernah berhenti berharap adanya suatu koneksi dengan manusia lain. Jadi, tidak akan pernah ada kata terlambat untuk mulai mencoba dekat dengan si kecil.
Bunda dan si kecil: sama-sama kecanduan cinta
Seiring lamanya masa kehamilan, maka arus oksitosin di dalam otak dan aliran darah menjadi amat deras. Bahkan, hormon tersebut mampu menimbulkan kontraksi dan membuat ASI mulai mengalir. Begitu melahirkan, maka Bunda bisa dibilang sedang 'berenang' dalam lautan oksitosin begitu diberi kesempatan menggendong sang buah hati. Hormon ini seketika mampu mengganti segala lelah dan sakit semasa persalinan dan menggantinya dengan euforia serta rasa cinta yang luar biasa.
Ayah pun tidak serta merta kebal saat melihat anaknya lahir. Sang ayah akan merasakan lonjakan hormon cinta ketika pertama kali melihat wajah si kecil. Bahkan tak sedikit laki-laki yang banjir air mata karena tidak kuasa menahan rasa bahagianya. Yup, ayah pun mengalami perubahan biologis yang cukup dramatis. Di tahun 2009, para peneliti menemukan bahwa kadang testosteron pria menurun 26-34 persen ketika mereka menjadi seorang ayah. Menurut antropolog Christiper Kuzawa, "Penurunan testosteran nampaknya merupakan penyesuaian biologis untuk membantu laki-laki mengalihkan prioritas mereka saat si kecil datang."
Menariknya lagi, beberapa pria mulai memproduksi lebih banyak hormon estrogen sebagai tanda bahwa menjadi ayah benar-benar suatu pengalaman transformatif. Diane Witt, ahli syaraf dari National Science Foundation, mengemukakan bahwa estrogen membuat otak lebih sensitif terhadap oksitosin sehingga pria pun menjadi lebih perhatian dan tak segan menunjukkan cinta.
Oksitosin bukanlah satu-satunya love chemical. Dopamin, kunci utama rasa senang di otak, juga memainkan peran penting dalam menumbuhkan koneksi antara orang tua dan anak. Saat dopamin meningkat, maka bayi akan semakin mudah menempel pada Anda secara emosional. Para orang tua asuh pun akan mengalami lonjakan oksitosin dan dopamin saat berada di dekat anak-anak. Anak pun juga akan mengalami kenaikan dopamin saat menghabiskan waktu bermain bersama orang tua.
Pentingnya interaksi fisik saat anak baru lahir
Sekitar 30% wanita mengaku tidak serta merta jatuh cinta pada anak mereka. Seringkali hal tersebut terjadi karena proses kelahiran tidak seperti yang mereka harapkan. Kekecewaan, stres, lelah adalah faktor utama yang melemahkan hormon cinta. Untungnya, hal tersebut hanya sementara saja. Mayoritas orang tua mulai dapat merasa dekat dengan bayinya beberapa bulan pasca kelahiran. Banyak wanita yang takut tidak bisa mencintai anaknya atau tidak bisa menjadi orang tua yang baik begitu anaknya lahir.
Pikiran-pikiran negatif semacam itu hanya akan membuat Anda stress dan hormon cinta akan susah meningkat. Salah satu cara menumbuhkan koneksi dengan anak adalah langsung memegang kulitnya saat ia lahir. Lalu, bagaimana kalau anak terlahir prematur dan harus dirawat di inkubator selama beberapa minggu? Paksa diri Anda dan pasangan untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin dan sesegera mungkin dengan si kecil.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kontak fisik (atau juga disebut Kangaroo care) merupakan terapi terbaik bagi bayi prematur. Sentuhan ayah juga memiliki efek menenangkan layaknya sentuhan Ibu. Hasil studi menunjukkan bahwa bayi yang sering dikunjungi sang ayah akan mengalami kenaikan berat badan lebih cepat. Begitu pula saat Bunda harus menjalani operasi caesar sehingga tidak bisa langsung menggendong si kecil. Suruhlah pasangan Anda untuk segera memegang sang buah hati. Penelitian di tahun 2007 menunjukkan bahwa bayi yang lahir secara caesar dan merasakan kontak fisik dengan ayahnya akan lebih mudah menghentikan tangisnya dan dapat segera tertidur.
(Yusrina)