Ibupedia

Tak Selalu Aman, Ini Risiko Jarak Kehamilan Terlalu Jauh

Tak Selalu Aman, Ini Risiko Jarak Kehamilan Terlalu Jauh
Tak Selalu Aman, Ini Risiko Jarak Kehamilan Terlalu Jauh

Tak hanya pada kehamilan jarak dekat saja, ternyata ada juga risiko jarak kehamilan terlalu jauh, nih Bu. Kalau dulu, Ibumin mikirnya sih ingin jarak anak pertama dan kedua agak sedikit jauh, supaya bisa bernapas sedikit.

Apalagi kita tahu, mengurus satu anak saja nggak gampang. Tapi, Ibumin baru tahu nih, ternyata idealnya, merencanakan kehamilan berikutnya sebaiknya dijeda minimal 3 tahun, lho!

Jarak kehamilan hingga 5 tahun lebih sudah dapat dikategorikan sebagai jarak kehamilan terlalu jauh. Hal ini tentu buka tanpa alasan, sebab ada risiko yang mengintai di balik terjadinya hal ini.

Apalagi jika usia Ibu sudah mencapai 35 tahun atau lebih. Jadi, dari pada banyak risiko yang didapatkan, alangkah lebih baiknya lagi kenali dulu yuk apa saja risiko jarak kehamilan terlalu jauh lainnya yang perlu Ibu dan Ayah ketahui berikut ini.

Risiko jarak kehamilan terlalu jauh

1. Meningkatnya kemungkinan pre-eklampsia


Disebutkan dalam The New England Journal of Medicine, sebuah jurnal penelitian tahun 2002 berjudul The Interval between Pregnancies and The Risk of Preeclampsiamenemukan bahwa jarak kehamilan terlalu jauh meningkatkan risiko terjadinya pre-eklampsia. Meskipun pada kehamilan sebelumnya tidak ada riwayat terjadi hal serupa.

Jarak kehamilan yang diteliti memiliki rentang lebih dari 10 tahun. Hasilnya cukup mencengangkan, lho!

Karena kenaikan grafik potensi terjadi pre-eklampsia ini meningkat hingga 3 kali lipat. Hal ini diasosiasikan dengan bertambahnya usia Ibu dan kemungkinan adanya perubahan status imun.

Pre-eklampsia sendiri dapat terjadi karena peningkatan tekanan darah Ibu, seiring bertambahnya usia. Disebutkan juga dalam penelitian tersebut bahwa, bertambahnya usia wanita dewasa menyebabkan wanita menjadi semakin kurang subur.

Kurang subur ini, erat kaitannya dengan status hormon dalam tubuh. Dengan kata lain, perubahan-perubahan terhadap kondisi tubuh karena betambahnya usia menyebabkan risiko terjadinya pre-eklampsia meningkat.

Meskipun dalam kasus ini tidak pernah terjadi pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya. Sehingga, dapat dikatakan kesehatan selama kehamilan berpacu dengan waktu.

Semakin besar jarak kehamilan satu dengan berikutnya, semakin tinggi juga kemungkinan terjadi pre-eklampsia. Akibat jarak kehamilan terlalu jauh ini, menurut Ibumin layak untuk dipertimbangkan ya, Bu.

2. Kehamilan jauh lebih berisiko


Risiko jarak kehamilan terlalu jauh berikutnya adalah, kemungkinan terjadinya berbagai komplikasi kehamilan lain selain pre-eklampsia. Hal ini erat kaitannya dengan penambahan usia Ibu, yang menyebabkan penurunan tingkat kesuburan.

Melansir dari Advanced Fertility Center of Chicago, peningkatan usia Ibu selaras dengan menurunnya tingkat kesuburan dan kualitas sel telur. Bila terjadi kehamilan, potensi keguguran semakin meningkat karena embrio yang terbentuk belum tentu memiliki kualitas terbaik.

Embrio yang kualitasnya kurang atau sulit melekat pada dinding rahim, akan dianggap tubuh sebagai ancaman. Sehingga keguguran pun terjadi. Jelas, sebisa mungkin hal ini perlu kita hindari ya, Bu.

Usia Ibu yang mengalami risiko jarak kehamilan terlalu jauh rata-rata menginjak 35 tahun. Melansir dari Cleveland Clinickehamilan di atas 35 tahun berisiko tinggi mengalami kelainan genetik, potensi diabetes gestasional, bayi lahir prematur atau lahir dengan berat badan rendah, dan meninggal di dalam kandungan.

Kelainan genetik yang terjadi karena risiko jarak kehamilan terlalu jauh ini pun disebabkan karena, penurunan kualitas sel telur Ibu. Mencapai pertengahan usia 30 tahun, kualitas dan kuantitas sel telur Ibu menurun.

Bahkan pada program kehamilan, usia yang dikategorikan masih bisa memilki standar kualitas dan kuantitas yang cukup untuk hamil alami ada di usia kurang dari 30 tahun.

3. Kemampuan rahim semakin menurun


Dasar dari kehamilan yang sehat adalah ‘rumah’ bagi janin yang berada pada kondisi optimalnya. Risiko jarak kehamilan terlalu jauh berikutnya adalah, menurunnya kemampuan rahim dalam menjalani kehamilan yang sehat.

Rahim manusia juga mengalami penurunan fungsi, seiring bertambahnya usia. Ini juga akan memengaruhi kehamilan sekalipun sudah terjadi.

Penurunan fungsi inilah, yang kemudian berisiko bagi kehamilan dengan jarak yang jauh. Besar kemungkinan terjadi kerusakah reaktivitas pembuluh darah dan kekakuan pembuluh darah.

Masalah pada rahim ini selanjutnya memengaruhi suplai nutrisi dan oksigen ke janin, kapasitas rahim untuk menyesuaikan diri dengan bayi menurun, dan potensi-potensi lain yang membahayakan bayi dan Ibu.

Waktu yang tepat merencanakan kehamilan

Risiko jarak kehamilan terlalu dekat ini, pada akhirnya menjadi alasan kuat bahwa kehamilan dalam keluarga hendaknya direncanakan dengan baik. Tentukan sejak awal ingin berapa banyak anak dan atur agar jarak antar kehamilan cukup, untuk menjalani kehamilan yang sehat dan menurunkan risiko komplikasi.

Kehamilan berikutnya, sebaiknya berada pada rentang 24-36 bulan, dengan maksimal rentang adalah kurang dari 5 tahun. Sebaiknya juga tidak terlalu dekat agar kehamilan tetap dapat berlangsung optimal.

Hal yang bisa dilakukan jika kehamilan sudah terjadi


Dengan mengetahui akibat jarak kehamilan terlalu jauh, Ibu bisa mengantisipasi kemungkinan kehamilan atau merencanakan kehamilan sejak awal. Namun, bila kehamilan sudah terjadi dengan jarak kehamilan di atas 5 tahun, Ibu bisa melakukan hal-hal ini:

  • Rutin berkonsultasi pada dokter untuk memantau perkembangann bayi, dan mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi
  • Menerapkan pola hidup sehat, mulai dari memperhatikan asupan makanan yang masuk, cukup tidur, dan lebih banyak istirahat
  • Hindari aktivitas berat dan rutin berolahraga ringan
  • Mintalah saran suplemen penunjang kehamilan pada dokter, untuk memaksimalkan kehamilan di usia saat ini dengan jarak kehamilan yang terlalu jauh.

Untuk mengurangi risiko jarak kehamilan terlalu jauh, rencanakan kehamilan sejak awal menikah. Artinya, bila setelah memiliki anak pertama, Ibu dan Ayah sudah punya plan akan punya anak lagi di usia berapa.

Bila kehamilan belum terjadi di usia yang direncanakan, Ibu dan Ayah bisa mengoptimalkan usaha untuk hamil. Ini juga merupakan bagian dari menyesuaikan usia dan kemampuan rahim dalam menjalani kehamilan.

Editor: Aprilia