5 Penyebab Kulit Kering pada Bayi dan Cara Mengatasinya
Kelahiran anak seolah menjadi titik awal Ibu untuk belajar kembali mengenai seluk beluk tubuh manusia. Mulai dari mata bayi yang awalnya hanya melihat warna hitam putih dalam jarak dekat, kemudian rambut-rambut halus di beberapa bagian tubuh bayi yang lama kelamaan akan rontok, termasuk juga kulit bayi yang ternyata masih sangat rapuh dan sensitif. Itulah mengapa ibu baru bisa kebingungan memilih berbagai jenis produk perawatan bayi untuk mencegah munculnya masalah kulit, salah satunya kulit kering pada bayi.
Bagaimana bentuk kulit kering pada bayi?
Sama seperti orang dewasa, kulit kering pada bayi ditandai dengan tekstur yang tidak lembab, pada beberapa bayi mungkin terlihat lapisan sisik/pecah-pecah, hingga terjadi pengelupasan kulit. Kulit yang mengelupas (peeling) ini bisa muncul di bagian tubuh mana saja, seperti tangan, pergelangan kaki, dan telapak kaki.
Apa penyebab kulit kering pada bayi?
Dalam situs keperawatan Nursing in Practice, secara garis besar kulit kering pada bayi dapat disebabkan oleh faktor pertumbuhan bayi, faktor lingkungan, dan faktor penyakit. Berikut penjelasannya.
Struktur kulit bayi
Salah satu perbedaan kulit bayi dan orang dewasa adalah kulit bayi memiliki stratum korneum 30% lebih tipis dari orang dewasa. Stratum korneum adalah lapisan kulit mati yang dapat mengelupas dan digantikan oleh sel yang baru. Selain itu, kulit bayi juga lebih mudah menguapkan cadangan airnya, yang membuatnya rentan menjadi kering.
Hilangnya lapisan vernix
Selama 9 bulan bayi berada dalam perut Ibu dengan cairan ketuban di dalamnya. Seperti yang Ibu alami ketika terlalu lama berenang, kulit bayi bisa menjadi keriput apabila terlalu lama bersentuhan dengan air ketuban. Karenanya, kulit bayi terlindungi oleh vernix, yaitu lapisan putih yang tersusun oleh air, lemak, dan protein. Vernix caseosa –begitu istilah lengkapnya- berfungsi memberi kelembaban pada kulit bayi yang baru lahir, yang biasanya bersifat kering, sensitif, dan mengalami penurunan pH (tingkat keasaman).
Sesaat setelah dilahirkan, perawat akan membersihkan tubuh bayi dari vernix maupun darah. Pada saat inilah, kulit bayi mulai bersentuhan langsung dengan udara tanpa perlindungan apapun. Hal ini bisa menyebabkan kulit kering pada bayi sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan.
Dalam 1-3 minggu, kulit bayi bisa saja mengalami pengelupasan, tergantung dari waktu lahirnya. Bayi prematur biasanya memiliki lebih banyak lapisan vernix, sehingga pengelupasan lebih jarang terjadi. Sebaliknya, bayi yang lahir melewati 40 minggu memiliki lapisan vernix lebih tipis, yang membuatnya lebih rentan mengalami kulit kering. Meskipun demikian, semuanya normal terjadi.
Udara yang terlalu dingin atau terlalu panas
Faktor lingkungan juga menjadi penyebab kulit kering pada bayi. Udara yang terlalu kering atau terlalu panas dengan kadar kelembaban yang rendah, rentan membuat kulit bayi menjadi lebih kering. Apalagi, kelenjar keringat bayi belum berkembang sempurna sehingga kurang mampu beradaptasi terhadap berbagai macam perubahan suhu. Kondisi ini umum ditemui di daerah yang mengalami suhu dingin, seperti negara 4 musim.
Penggunaan sabun
Sabun bayi memang menggoda, dengan berbagai macam manfaat yang ditawarkan, juga berbagai macam keharuman. Sayangnya, sabun memiliki sifat mengangkat minyak alami kulit, yang membuat orang dewasa merasakan rasa kesat setelah mandi.
Pada bayi, menggunakan sabun secara berlebih dapat menimbulkan perubahan kadar pH kulit. Air memiliki pH netral (7) dan sabun memiliki ph 7-12 sehingga dapat mengurangi fungsi pelindung pada kulit, menyebabkan kelembaban alami kulit mudah hilang. Jika kondisi ini berlanjut, pori-pori kulit bayi menjadi lebih mudah menyerap bahan kimia dari produk perawatan bayi sehingga bisa menyebabkan dermatitis dan rentan terhadap infeksi.
Faktor penyakit
Selain karena struktur kulit dan faktor eksternal di atas, penyakit juga mampu menyebabkan atau memperparah kulit kering pada bayi. Contohnya:
dermatitis seboroik atau kerak kepala (cradle cap) atau pada bagian tubuh lain yang banyak kelenjar minyaknya;
dermatitis atopik atau eksim, dimana kulit kering pada bayi disertai rasa gatal dan kemerahan, serta bisa dipicu oleh kondisi alergi; dan
keratosis pilaris, berbentuk seperti bruntusan/kumpulan bintil yang kasar jika disentuh namun tidak menimbulkan rasa sakit.
Jika kulit kering pada bayi disebabkan atau malah berujung dengan beberapa penyakit di atas, periksakan ke dokter.
Bagaimana mengurangi gejala kulit kering pada bayi?
Sebetulnya, kulit kering pada bayi adalah hal yang wajar. Namun, dapat dipahami jika Ibu ingin bayi memiliki kulit yang sehat. Beberapa cara berikut ini dapat dicoba untuk mengurangi atau melembabkan kulit kering pada bayi.
Tidak mandi terlalu lama
Semakin lama berendam dalam air, semakin besar pula kemungkinan kulit bayi menjadi kering. Apalagi, jika air tersebut penuh busa sabun. Sebaiknya, mandikan bayi selama 5-10 menit saja menggunakan sabun dalam jumlah yang wajar dan tidak mengandung pewangi atau detergen. Ibu juga dapat memilih sabun hypoallergenic sehingga tidak menyebabkan alergi dan aman untuk kulit sensitif.
Mandi dengan air hangat
Suhu air mandi juga dapat menyebabkan kulit kering pada bayi. Idealnya, air mandi bayi memiliki suhu sekitar 32 derajat Celsius atau suam-suam kuku. Semakin panas, semakin besar kemungkinan kulit bayi menjadi kering karena air panas mengganggu fungsi kelenjar minyak pada kulit.
Mengoleskan pelembab
Untuk bayi berkulit normal, pelembab atau baby lotion mungkin tidak terlalu diperlukan. Namun, bagi bayi yang mengalami kulit kering, Ibu perlu mengoleskan pelembab khusus agar kulit kering pada bayi tidak menjadi semakin parah. Terdapat berbagai jenis baby lotion di pasaran, namun pastikan Ibu memilih yang memiliki kandungan alami. Oleskan pelembab setiap selesai mandi, bisa juga sebelum si kecil tidur. Fungsi dari pelembab ini adalah mengunci kelembaban kulit sehingga tidak mudah kering.
Cukup hidrasi
Kandungan air dalam tubuh mempengaruhi kondisi kulit bayi juga lho, Bu. Karena itu, kulit kering pada bayi dapat dicegah dengan memastikan bayi cukup terhidrasi, baik lewat ASI maupun cairan lain jika sudah memasuki fase MPASI.
Memakai pelindung saat keluar ruang
Dalam kondisi dingin dan berangin (termasuk kondisi mobil dengan AC yang terlalu dingin) maupun panas menyengat, kulit bayi mudah kehilangan kelembabannya. Karena itu, usahakan bayi selalu mengenakan pelindung baik pakaian lengan panjang, penutup kepala, maupun sarung tangan.
Menghindari bahan kimia yang tidak ramah bayi
Beberapa bayi memiliki kulit yang sensitif terhadap bahan kimia, seperti detergen pencuci pakaian atau baby cologne. Meskipun wanginya membuat Ibu lebih bersemangat, namun kandungan bahan kimia pada bahan-bahan tersebut bisa menyebabkan iritasi dan kulit kering pada bayi. Sebagai alternatif, Ibu bisa mencuci pakaian bayi menggunakan detergen khusus untuk bayi.
Menggunakan air humidifier
Panasnya udara di kota besar membuat banyak keluarga memilih untuk menggunakan AC. Sayangnya, terus menerus berada dalam ruangan ber-AC dapat menyebabkan kulit kering pada bayi, mengingat kelembaban udara dalam ruangan ber-AC lebih rendah. Solusinya, Ibu bisa menggunakan air humidifier atau pelembab udara. Alat kecil berupa tangki ini bekerja dengan cara menyemprotkan uap air ke udara sehingga kelembaban di dalam ruang meningkat. Yang perlu diperhatikan ketika menggunakan air humidifier adalah jangan sampai lupa membersihkannya karena dapat memicu pertumbuhan bakteri dan jamur.
Jadi, banyak hal yang bisa Ibu lakukan untuk mengatasi kulit kering pada bayi. Tidak perlu panik, kebanyakan bayi mengalami adaptasi dengan sejumlah masalah kulit, baik itu kulit kering maupun biang keringat. Semakin besar usianya, biasanya kondisi kulitnya semakin baik. Jika gangguan kulit masih berlangsung, konsultasikan pada dokter.
(Menur)