Ibupedia

10 Cara Menjaga Kesehatan Mental Ibu

10 Cara Menjaga Kesehatan Mental Ibu
10 Cara Menjaga Kesehatan Mental Ibu

Perasaan yang membuncah saat melihat si kecil lahir dengan selamat dan memandang wajah mungilnya yang terlelap, tentu membuat hati Ibu dan Ayah bahagia tak terkira. Apalagi jika kehadiran si kecil telah diidam-idamkan selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun usia pernikahan.

Meski begitu, harus diakui bahwa menjadi orangtua baru bukanlah perkara mudah. Tantangan demi tantangan yang datang silih berganti tidak jarang mengikis kesabaran, mengaduk emosi, dan menguras energi.

Tak perlu ditanya lagi soal pikiran, kebanyakan orangtua baru yang merasa paling siap menjalani peran ini pun pasti tidak lepas dari kekhawatiran dan kecemasan. Meski hal ini wajar dialami oleh orangtua baru, sayangnya, dalam hal ini, ibu adalah orang yang paling rentan mengalami permasalahan lebih serius setelah momen melahirkan dan fase awal kehidupan bersama si kecil.

Selama menjalani kehamilan, biasanya segala keperluan si kecil sudah jauh-jauh hari dipersiapkan. Bahkan mungkin, Ibu dan pasangan sudah mengikuti berbagai seminar dan kelas seputar menyusui, MPASI, dan hal-hal yang berkaitan dengan perawatan bayi. Namun, sudahkah Ibu mempersiapkan diri dan mencari tahu bagaimana merawat diri sendiri dalam menghadapi hari baru bersama si kecil?

Melansir dari webMD, Catherine Monk, asisten profesor psikologi klinis di Columbia University College of Physicians and Surgeons mengatakan bahwa memiliki anak pertama maupun kedua atau ketiga, merupakan perubahan besar yang terjadi pada Ibu.

Hal inilah yang sering terlewatkan oleh orangtua dalam mempersiapkan diri menjalani peran baru bersama si kecil. Kombinasi berbagai hormon yang fluktuatif dalam masa transisi dari kondisi tubuh saat hamil dan setelah melahirkan, memiliki peran besar dalam perubahan suasana hati yang tidak stabil. Terlebih dengan kondisi fisik Ibu yang belum sepenuhnya pulih setelah berjuang dalam proses persalinan.

Selain faktor hormonal, faktor lingkungan dan sosial pun ikut menyumbang pengaruh yang signifikan terhadap kondisi psikologis Ibu. Adanya serangan mom shaming, pertikaian karena perbedaan pendapat dengan kerabat yang membantu merawat si kecil, masalah keuangan, dan masalah komunikasi dengan pasangan. 

Ketika kesehatan mental Ibu baru justru tak masuk perhitungan atau bahkan diabaikan, besar kemungkinan Ibu akan mengalami berbagai masalah kesehatan mental serius yang berlangsung selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Terlebih jika Ibu mengalami kesulitan merawat diri, tidak makan dengan baik, dan tidak cukup istirahat.

Kalau hal ini dibiarkan berlarut-larut dan tidak ada yang ikut berupaya menjaga kesehatan mental Ibu, maka dampaknya akan memengaruhi cara Ibu menjalin ikatan dengan bayinya, bahkan sangat mungkin berbahaya bagi kondisi Ibu sendiri. 

Lantas apa saja masalah kesehatan mental pada ibu baru yang perlu diwaspadai?

  • Babyblues

    Babyblues adalah kondisi di mana Ibu merasakan kekhawatiran dan keraguan atas kemampuan diri dalam merawat anak. Sebenarnya, kondisi ini wajar terjadi di masa awal pasca melahirkan karena tubuh dan mental mengalami perubahan besar yang tidak terduga.

    Ibu yang mengalami babyblues sering merasa gelisah, marah, menangis secara tiba-tiba, hingga sulit tidur. Sekitar 40-80% ibu yang baru melahirkan mengalami babyblues dan umumnya hal ini terjadi hingga dua minggu pertama mengemban peran baru dan mulai berangsur-angsur membaik setelah bisa beradaptasi dengan segala rutinitas baru.

  • Depresi pasca melahirkan

    Meski gejala yang dialami hampir menyerupai babyblues, depresi pasca melahirkan atau postpartum depression (PPD) terjadi dengan gejolak emosi yang lebih intens dan berat, serta berlangsung dalam waktu lebih dari dua minggu bahkan hingga berbulan-bulan.

    Saat Ibu mengalami PPD, aktivitas sehari-hari akan terganggu, Ibu kesulitan merawat diri, merasa putus asa dan kehilangan kepercayaan diri, merasa panik dan cemas secara ekstrem, bermasalah soal bonding dengan anak, bahkan merespons kondisi anak dengan cara negatif hingga kecenderungan untuk bunuh diri.

    Besar kemungkinan kondisi Ibu akan memburuk apabila memiliki riwayat depresi sebelumnya dan tidak mendapatkan penanganan tepat.

  • Psikosis pasca melahirkan

    Selain gejala yang mirip dengan babyblues dan depresi pasca melahirkan, psikosis pada ibu pasca melahirkan merupakan kondisi di mana Ibu juga mengalami halusinasi dan gangguan persepsi.

    Ibu yang mengalami psikosis pasca melahirkan akan mengalami ketidakstabilan emosi, sulit tidur, hingga melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata dan mempercayai hal di luar akal sehat. Gangguan kesehatan mental yang satu ini tergolong sangat berat dan harus segera mendapatkan pengobatan agar Ibu tidak menyakiti diri, orang lain, atau bayinya.

Cara Menjaga Kesehatan Mental Ibu

Mengingat dampak buruk yang akan terjadi bila mengabaikan kesehatan mental pasca melahirkan, maka sangat dibutuhkan upaya besar untuk menjaga kesehatan mental ibu baru. Untuk itu, Ibupedia telah merangkum 10 langkah menjaga kesehatan mental ibu baru:

  1. Kehidupan Media Sosial Bukanlah Dunia Nyata

    Salah satu kesalahan terbesar orangtua yang jarang disadari adalah memercayai citra sempurna yang ditampakkan dalam media sosial dan menjadikannya standar pengasuhan. Harus diakui bahwa media sosial juga membuka jalan bagi para orangtua untuk berinteraksi dengan orang lain maupun komunitas untuk saling berbagi informasi serta dukungan dalam hal parenting.

    Namun jangan lupakan dampak buruk yang bisa mengganggu kesehatan mental ibu, seperti adanya serangan mom shaming hingga penggunaan media sosial sebagai lahan untuk saling membandingkan kondisi keluarga.

    Sehingga, sebagai upaya menjaga kesehatan mental ibu, ada baiknya apabila Ibu dan keluarga tidak menjadikan media sosial sebagai tolok ukur keberhasilan pengasuhan dan menghindari dampak buruk yang bisa ditimbulkan.

  2. Perbaiki Rencana Aktivitas Harian

    Jika rutinitas sehari-hari Ibu terasa berat, maka Ibu bisa mencoba memperbaiki rencana aktivitas harian secara spesifik namun fleksibel.

    Susunlah to-do list dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan fisik dan mental Ibu serta keluarga di rumah. Buat kesepakatan dengan suami tentang pembagian pekerjaan agar tidak ada pihak yang merasa memikul beban lebih berat.

  3. Jangan Sepelekan Intuisi

    Pada dasarnya, intuisi kondisi di mana kita mengetahui suatu hal tanpa kita tahu bagaimana kita mengetahuinya. Laman Motherly menyebutkan bahwa sudah banyak studi yang mengonfirmasi tentang fakta intuisi sebagai entitas nyata, bukan sekadar firasat.

    Inilah yang mendorong para Ibu memiliki tekad yang kuat dalam membuat keputusan saat menyadari “ada sesuatu yang tidak beres”, seperti saat Ibu merasa si kecil sedang tidak baik-baik saja. Jika intuisi ini diabaikan bahkan disangkal, bisa mengakibatkan Ibu merasa perasaan dan kekhawatirannya tidak valid, dan inilah yang akan menimbulkan tekanan dan stres pada Ibu. Untuk menjaga kesehatan mental ibu agar tetap stabil, intuisi harus diperhitungkan serta berjalan beriringan dengan logika dan fakta.

  4. Empaskan Komentar Negatif

    Tekanan demi tekanan yang menuntut kesempurnaan diri serta pengasuhan seperti tak terelakkan dan terus menghantui setelah menjalani peran baru sebagai Ibu. Bagaimanapun usaha untuk tak mendengarkan komentar miring dan tuduhan negatif, terkadang masih saja masuk ke hati dan membuat Ibu merasa stres.

    Namun, Ibu perlu bertekad kuat untuk tidak membuang-buang waktu dan energi memikirkan komentar negatif tersebut. Fokuslah berjalan ke depan melakukan yang terbaik untuk diri dan keluarga. Jika memungkinkan, hindari interaksi dengan orang-orang yang merugikan dan beralih pada lingkungan pertemanan yang lebih sehat demi menjaga kesehatan mental Ibu.

  5. Berhenti Membandingkan Diri dengan Ibu Lain

    Mulailah menghargai diri sendiri, berhenti membandingkan diri dengan Ibu lain, dan jangan memandang diri lebih rendah demi menjaga kesehatan mental. Rumah yang tampak lebih bersih atau tata rias yang selalu terjaga bukanlah patokan seorang ibu lebih baik daripada ibu lain.

    Tanamkan dalam pikiran tentang body image positif agar Ibu tidak terjebak pada insecurity dengan kondisi tubuh pasca melahirkan dan berupaya melihat dunia bukan sebagai arena kompetisi siapa yang lebih baik. Yakinlah bahwa kita tidak pernah tahu cerita sepenuhnya di balik foto yang terlihat sempurna.

  6. Jangan Ikut Terjebak Membandingkan Anak

    Upaya menjaga kesehatan mental ibu selanjutnya adalah dengan berhenti membanding-bandingkan si kecil dengan anak lain. Cobalah untuk mengubah mindset, “Kok anakku belum bisa seperti dia?” menjadi “Stimulasi apa yang sesuai dengan anakku agar dia bisa tumbuh-kembangnya baik dengan cara yang menyenangkan?”

    Dengan begitu, Ibu akan lebih fokus pada si kecil dan terhindar dari insecurity maupun kecemasan selama tumbuh-kembang si kecil tidak bermasalah secara medis.

  7. Tanamkan Body Image Positif (Apresiasi Tubuh Ibu Sendiri)

    Banyak Ibu baru yang terjebak dalam insecurity seputar kondisi tubuh pasca melahirkan. Standar kecantikan seperti warna kulit cerah, tubuh langsing, hingga payudara kencang sejatinya adalah standar tak masuk akal yang tidak boleh dibiarkan mengganggu pikiran, apalagi sampai menyebabkan gangguan kesehatan mental ibu baru. Tanamkan body image positif agar Ibu bisa lebih mencintai diri sendiri sekaligus memandang orang lain dengan cara positif.

  8. Jangan Lewatkan Me Time

    Lagi-lagi soal me time. Terdengar klise, bukan? Akan tetapi percayalah, salah satu kunci penting menjaga kesehatan mental ibu adalah dengan memiliki waktu rutin untuk me time.

    Dengan me time, ibu bisa menggunakan waktu untuk memikirkan diri sendiri seutuhnya, melakukan hal-hal yang disenangi, atau sekadar tidak melakukan apa-apa untuk mengosongkan kembali gentong yang sebelumnya dipenuhi oleh serentetan pekerjaan. Yakinlah bahwa untuk menjalani hari sebagai ibu yang bersahaja, kewarasan adalah yang utama!

  9. Selalu Ingat Ini: This Too Shall Pass

    Saat ibu mengalami parental burnout dan merasa telah berada di ambang kewarasan, ingatlah bahwa momen-momen yang berat ini akan segera terlewati dan Ibu akan kembali memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan diri sendiri. Si kecil akan terus tumbuh dan tak lama lagi dia akan menolak ditemani membaca buku karena telah mampu melakukannya sendiri. This too shall pass.

  10. Menjadi Orangtua Adalah Proses Belajar Seumur Hidup

    Sadari bahwa menjadi orangtua itu adalah perjalanan belajar seumur hidup. Tak masalah apabila dalam prosesnya, ibu maupun ayah melakukan kesalahan. Yang terpenting tak pernah berhenti berusaha agar tidak melakukan kesalahan sama dan terus memperbaiki diri. 

    Bangun kerja sama dan jalinan komunikasi yang baik dengan ayah. Tentu saja dalam mengemban tanggung jawab agar dapat membangun hubungan keluarga yang harmonis dan nyaman bagi tumbuh-kembang anak, menjaga kesehatan mental ibu maupun ayah juga harus diprioritaskan.

Penulis: Dwi Ratih

Follow Ibupedia Instagram