15 Hal Membahagiakan Saat Menjadi Ibu
Saat dinyatakan hamil, sebagian besar ibu membayangkan hal-hal indah yang dapat dilakukan berdua dengan sang buah hati. Layaknya iklan sampo bayi, bayi lucu nan menggemaskan tertawa-tawa dengan rambut berbusa, ibu pun tampak bahagia.
Namun, ternyata menjadi ibu tidaklah seindah harapan. Bayi menangis tanpa ibu tahu sebabnya, waktu istirahat ibu berkurang, lalu muncul fase tantrum pada anak batita, dan si prasekolah yang mulai keras kepala. Semua tampak melelahkan, apalagi jika dikombinasikan dengan aktivitas rumah tangga yang tidak ada habisnya dan urusan pekerjaan.
Namun, semelelahkan apapun peran yang dijalani saat menjadi ibu, selalu ada rasa bahagia yang muncul di setiap harinya. Setelah mengomel melihat ruangan berantakan, ibu tersenyum melihat anak menunjukkan hasil gambarnya. Setelah anak menangis karena tidak mau berhenti bermain air, ibu bahagia melihatnya sudah rapi dan wangi saat menonton acara TV favoritnya.
Setelah anak menolak minum obat hingga tumpah, ibu merasa damai melihatnya wajah polosnya saat tertidur nyenyak, dan masih banyak lagi hal-hal sederhana yang membuat ibu sampai pada suatu kesimpulan bahwa terlalu banyak kebahagiaan yang didapatkan saat menjadi ibu.
Karenanya, jika ibu merasa sedang lelah, jenuh, bosan, sedih, bahkan mungkin merasa stres dalam proses pengasuhan yang tidak hanya menyita waktu namun juga raga dan pikiran, bacalah daftar mengenai hal-hal yang paling disukai saat menjadi ibu di bawah ini. Semoga saja, senyum ibu kembali mengembang saat membacanya.
Bisa bermain di playground
Masa kecil kurang bahagia, kata orang. Padahal, saat masih kecil pun sebenarnya ibu sudah puas main ayunan, perosotan, kolam bola, atau jungkat jungkit. Namun, ada sisi kekanakan dalam diri setiap orang yang membuat ayunan tetap saja menarik.
Nah, menjadi ibu membuka kesempatan untuk mencoba lagi permainan anak tanpa merasa malu. Alasannya, mengawasi anak atau menemani anak bermain. Apalagi, mainan di playground dan playland zaman sekarang sudah jauh berbeda dengan saat ibu kecil dahulu.
Perosotan indoor dengan lautan bola di bawahnya, arena panjat tebing mini, inflatable playground yang cukup besar bagi ibu untuk ikut melompat, memanjat, dan meluncur, sayang untuk dilewatkan, bukan? Apalagi jika anak merengek untuk ditemani, duh tidak tega menolaknya.
Puas memeluk dan mencium
Berapa kali ibu memeluk orang lain sebelum menikah? Berbeda dengan budaya barat di mana pelukan adalah hal yang wajar, di Indonesia pelukan bukanlah hal yang umum dilakukan, bahkan antara orang tua dan anak yang telah dewasa.
Padahal, dalam situs Healthline disebutkan bahwa pelukan mampu mengurangi stres, rasa sakit, rasa takut, dan meningkatkan kesehatan jantung. Ketika menjadi ibu lah pelukan ini dapat dilakukan lebih sering. Sebegitu seringnya ibu mencium dan memeluk si kecil sampai-sampai ibu tidak dapat menghitung berapa kali dalam sehari hal tersebut dilakukan.
Apalagi, jika anak masih bayi. Penelitian menunjukkan bahwa wanita menunjukkan efek positif dari hormon oksitosin (hormon yang menimbulkan rasa bahagia dan mengurangi rasa takut) saat memeluk bayi mereka. Karena itu, oxytocin disebut juga cuddle hormone atau hormon pelukan.
Aroma bayi adalah parfum favorit
Inilah salah satu faktor mengapa ibu tidak tahan untuk selalu mencium dan memeluk bayi: karena aromanya. Entah itu harum minyak telon, bedak, sabun, sampo, atau hair lotion, aroma bayi membuat hati menjadi senang. Menjadi ibu membuat parfum favorit harga ratusan ribu (bahkan jutaan) mendadak kalah pamor dengan minyak telon seharga puluhan ribu. Tanpa minyak dan produk perawatan pun, bayi memiliki aroma khas yang ternyata berasal dari kelenjar keringatnya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Monell Chemical Senses Center di Philadephia, aroma ini ternyata mampu memberi efek ke bagian otak seperti saat seseorang mencium aroma makanan enak ataupun drugs. Dan, efek tersebut tidak hanya berlaku pada ibu sang bayi, namun pada wanita lain. Meski aroma ini akan menghilang pada minggu keenam pasca kelahiran, ibu ternyata tetap menyukai aroma anaknya hingga mereka balita.
Terbiasa berpikir kreatif
Saat menjadi ibu, kita baru menyadari bahwa kreativitas bukan semata identik dengan orang periklanan atau entertainer saja, namun juga milik para ibu. Bagaimana tidak, ketika anak susah makan, ibu harus mencari cara kreatif agar anak mau makan tanpa harus memaksanya.
Mengubah jenis menu, membentuk nasi seperti kelinci, hingga membuat wortel bisa berbicara pun ibu bisa. Saat anak meminta rumah boneka yang harganya tidak murah, ibu bisa membuatnya dari kardus yang hasilnya tidak kalah cantik. Prinsipnya, anak bisa mengikuti peraturan kita tanpa harus ada air mata.
Bertingkah konyol tanpa rasa malu
Saat menjadi ibu, melakukan ha konyol seperti berpura-pura menjadi harimau yang sedang mengejar mangsa menjadi hal yang biasa. Permainan seperti ini terbukti sangat disukai anak, mampu membuat mereka meminta lagi dan lagi tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun. Pernah menjadi robot dengan gerakan patah-patahnya? Menirukan suara gorila sambil memukul-mukul dada?
Tentu hal tersebut tidak akan dilakukan di depan umum ya, kecuali memang ibu sedang menjadi pendongeng. Bagaimana dengan menyanyi lagu ciptaan sendiri yang nadanya tidak begitu jelas dan liriknya tidak jatuh pada ketukan yang pas? Tidak pernah terpikir sebelumnya hal tersebut akan keluar dari bibir ibu, namun itulah salah satu kemampuan yang mendadak kita miliki saat menjadi ibu.
Mendapat perlakuan khusus
Selain ladies parking dan gerbong khusus wanita yang bisa dinikmati oleh wanita, menjadi ibu menambah daftar perilaku spesial yang diterima wanita setelah memiliki anak. Jika ibu mengurus SIM di kantor polisi, maka ibu dapat mendapat jalur antrean khusus sehingga tidak perlu mengantri lama dan membuat anak menjadi rewel.
Pada beberapa antrean event pun ibu hamil dan ibu dengan balita yang usianya kurang dari 3 tahun mendapat jalur khusus. Begitu juga saat di pesawat dan kereta, ibu dengan anak di bawah dua tahun menempati tempat duduk prioritas, yaitu yang paling mudah aksesnya jika terdapat situasi darurat.
Mendadak dokter
Karena bayi masih rentan terhadap paparan kuman dan bakteri, maka penyakit menjadi hal yang familiar saat menjadi ibu. Hal ini biasanya bertahan saat anak memasuki usia prasekolah. Mungkin awalnya ibu langsung membawa bayi ke dokter begitu muncul demam, tangisan yang lebih sering, atau gumoh berulang kali.
Namun, lama kelamaan ibu mulai bisa mengerti cara meredakan gejala pada penyakit bayi dengan cara tanpa obat, dengan obat alami, maupun obat kimia yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Parasetamol, obat pilek, obat batuk, obat alergi, merupakan beberapa yang sering diresepkan saat anak batuk pilek. Ibu kekinian pun mulai akrab dengan essential oil maupun minyak herbal yang diklaim mampu meredakan gejala berbagai macam penyakit tanpa obat.
Berbelanja untuk anak
Hmmm, mendengar kata berbelanja, mungkin ibu langsung merasa senang. Tidak salah rasanya, jika berbelanja menjadi salah satu kegiatan favorit setelah menjadi ibu. Bagaimana tidak, baju bayi dan baju anak begitu menggemaskan, baik didisplay secara langsung di pusat perbelanjaan maupun melihat fotonya secara online. Apalagi jika sedang diskon atau harganya miring sekali.
Siapa yang tidak tergoda. Demikian pula dengan buku dan mainan. Dengan alasan demi perkembangan motorik dan kognitif anak, ibu rela menghabiskan dana yang tidak sedikit. Pada usia batita, rata-rata keputusan pembelian ada di tangan ibu sehingga sedikit banyak hal ini untuk memenuhi kebutuhan ibu juga. Boleh-boleh saja, Bu, tapi jangan lupa tetap sesuai dengan anggaran ya.
Lebih sehat
Disadari atau tidak, menjadi ibu membuat aktivitas fisik meningkat, khususnya jika ibu melakukan semuanya tanpa asisten. Mulai dari menggendong, mengikutinya merangkak, menitahnya saat belajar berjalan, mengikutinya berjalan dan berlari untuk memastikan anak aman, belum lagi jika harus memasak MPASI dan mencuci cloth diapers sendiri, bisa dipastikan ibu menjadi sehat. Ini belum termasuk membereskan mainan si balita, bermain kejar-kejaran, mengajarinya bersepeda, atau sekadar mengajaknya berjalan keliling kompleks.
Bahagia itu sederhana
Menjadi ibu membuat kita mendefinisikan kembali arti bahagia. Mengajak anak membeli es krim favoritnya di minimarket, itu suatu kebahagiaan. Melihatnya anak-anak berhamburan ke pelukan ibu sepulang kerja, itu bahagia. Mendengar tawa anak saat ibu menirukan ekspresi tokoh di kartun favoritnya, itu juga bahagia.
Jika dulu badan sudah penat kalau tidak pijat ke salon, kini bisa scrubbing saat mandi saja sudah senang rasanya. Membeli popok dan susu dengan harga diskon, kini sama bahagianya dengan mendapat dua potong baju bermerk saat year end sale. Ibu jadi bisa lebih menghargai hal-hal kecil.
Hidup slow
Woles, kalau kata anak muda zaman sekarang. Hidup dibawa santai saja. Rumah tidak rapi, namanya juga ada anak kecil. Bersihkan kala anak sudah tidur, sebelum mereka cukup usia untuk diminta membereskan mainan sendiri.
Anak susah makan sementara kita sudah lapar? Makan dulu saja, Bu. Nanti menyuapi anak bisa dicoba lagi. Air satu teko tumpah? Tarik napas, ambil lap. Anggap saja lantai sedang meminta dipel. Toh menggerutu tidak akan membuat air kembali ke teko.
Anak tidak mau naik pentas meskipun ibu sudah lembur membuat kostum? Terima saja, mungkin ia masih takut dengan banyak orang. Kita pun pernah demam panggung bukan? Terkadang, menjadi ibu membuat kita memiliki banyak ekspektasi. Ketika tidak terpenuhi, stres menghampiri.
Dengan berusaha ikhlas menerima perilaku anak, ibu pun akan lebih mudah menghadapi kekecewaan-kekecewaan lain dalam hidup.
Menjadi sosok yang paling diinginkan
Selain saat masih berpacaran dengan suami dahulu, kapan ibu merasa amat sangat diinginkan? Ya, ketika mempunyai anak. Saat masih bayi, anak dapat dikatakan bergantung sepenuhnya pada ibu. Bukan hanya karena faktor ASI –karena ibu yang tidak menyusui pun tetap menjadi sosok yang paling diinginkan anaknya-, namun karena secara natural seorang anak merasa terkoneksi dengan orang yang merawatnya, dalam hal ini ibu.
Saat anak berada di dekat ibu, ia mendapatkan rasa aman. Karena itu, perpisahan anak dengan ibu saat awal dititipkan pada daycare atau saat minggu pertama masuk sekolah menjadi begitu penuh drama dan air mata. Anak merasa takut dengan lingkungan baru tanpa guardian angel nya, yaitu ibu.
Karena itu, nikmati masa-masa di mana ibu memiliki “fans berat” yang tidak peduli berapa kali ia sudah dimarahi, ia tetap memeluk ibu dengan erat. Nikmati bosannya membaca buku yang sama berulang kali, karena baginya tidak ada yang menandingi ibu dalam hal membacakan buku. Terima dengan lapang dada ketika anak hanya ingin disuapi ibu, dimandikan ibu, dibacakan buku oleh ibu (yang membuat ayah bisa menikmati film favoritnya) karena bisa jadi saat remaja nanti belum tentu ia mau dibelai. Jadi, ubah mindset bahwa anak tidak mandiri dan selalu merepotkan ibu. Ia hanya ingin berada dekat dengan sosok yang paling membuatnya nyaman dan aman.
Menyusui
Yang membuat menyusui begitu membahagiakan saat menjadi ibu adalah betapa dekatnya hubungan ibu dan anak saat proses tersebut berlangsung. Memandang wajah mungilnya, sentuhan tangan kecilnya di tubuh kita, kesempatan untuk berinteraksi dengannya mulai dari hanya bisa memandang (karena ia masih bayi) sampai ia bisa diajak bercerita karena anak sudah mulai dapat berkomunikasi, bahkan mengubah posisi menyusu menjadi sejenis akrobat.
Inilah mengapa ibu yang berhasil menyapih bayi merasa bahagia campur haru. Bahagia karena tidak harus lagi memakai baju menyusui dan apron, namun juga haru karena momen-momen terdekat ibu dengan anak telah berakhir. Jangan sedih Bu, anak tetap membutuhkan kasih sayang dan sentuhan ibu seperti saat menyusui, namun dengan cara berbeda.
Menghargai setiap momen pertama
Sebelum menjadi ibu, hal semacam bicara, berjalan, makan, membawa benda adalah hal yang tidak spesial karena semua orang bisa melakukannya. Namun, saat menjadi ibu, kata pertama anak menjadi penting. Langkah pertama anak menjadi hal yang membuat ibu senang luar biasa. Anak bisa ke toilet sendiri menjadi hal yang membuat ibu bangga.
Hal-hal sepele yang sebelumnya tidak perlu dipikirkan mendadak menjadi hal yang perlu dirayakan. Kalau perlu, ibu mengabadikan momen tersebut dalam bentuk foto, video, atau catatan di media sosial. Karena, ibu tahu bahwa untuk membuat anak dapat melakukan hal-hal dasar tersebut dibutuhkan kasih sayang, usaha, kesabaran dari ibu dan ayah. Kini, ibu jadi lebih menghargai segala prosesnya dan berhenti memusingkan hasil akhirnya karena dari proses lah anak belajar.
Kesempatan memperbaiki diri
Menjadi ibu berarti kesempatan untuk menjadi orang yang lebih baik. Bagaimana tidak, ada sosok mungil yang melihat segala tingkah laku kita bak CCTV, merekamnya dalam ingatan mereka, dan di suatu titik nanti menunjukkan hasil didikan ibu dalam bentuk perilaku yang mirip sekali dengan tingkah laku dan pola pikir ibu.
Jika tidak mempunyai anak, mungkin ibu tidak akan terpikir untuk menjadi lebih sabar, menjadi lebih rapi, belajar agama lagi, atau sekadar disiplin mengucapkan kata tolong dan terima kasih. Sederhana, namun pembiasaannya membutuhkan contoh, bukan perintah. Jadi, bersiaplah menjadi ibu yang baru, yang tidak hanya layak dicontoh oleh anak namun juga mampu meningkatkan kebahagiaan diri dan keluarga.
(Menur)