Ibupedia

15 Masalah Rumah Tangga dan Cara Mengatasinya

15 Masalah Rumah Tangga dan Cara Mengatasinya
15 Masalah Rumah Tangga dan Cara Mengatasinya

Memiliki bayi jadi momen yang menyenangkan sekaligus menimbulkan stres dan mengubah kehidupan. Jadi tidak heran kalau banyak pasangan yang menghadapi masalah rumah tangga setelah menikah dan memiliki anak. Bila Ibu termasuk yang punya masalah rumah tangga setelah menikah, Ibu tidak sendirian.

   

Masalah Rumah Tangga yang Umum Terjadi

Berikut ini beberapa masalah rumah tangga setelah menikah dan cara yang bisa Ibu tempuh untuk menjaga hubungan pernikahan tetap baik dengan pasangan:

 

  1. Perubahan setelah menikah tidak bisa dihindari

    Bila ada orang yang memberitahu kalau pernikahan mereka tidak berubah setelah ada anak, berarti mereka tidak berkata jujur. Ketika hanya ada Ibu dan pasangan lalu ada bayi di antara pasangan dan Ibu, semua tidak lagi sama. Perubahan ini tidak selalu buruk.

    Ingat, kehadiran bayi akan mengubah kehidupan Ibu dan kadang menimbulkan masalah rumah tangga. Setelah memiliki bayi, Ibu menyadari kalau kehidupan yang Ibu jalani hanya seputar si kecil yang selalu membutuhkan perhatian Ibu sepanjang waktu. Terima hal ini Ibu, dan jalani dengan sebaik-baiknya.

       

  2. Ibu jadi membenci pasangan

    Mungkin membenci adalah pilihan kata yang terlalu kasar, tapi rasanya Ibu merasa sangat jengkel pada pasangan melebihi sebelumnya. Ibu mungkin akan banyak membentak pasangan. Ibu marah ketika ia berangkat kerja sedangkan Ibu di rumah, Ibu tidak suka dengan caranya memakaikan popok, membersihkan botol susu, atau mencuci pakaian berwarna putih.

    Tapi berita bagusnya, situasi ini tidak berarti Ibu di ambang perceraian. Sebagian orang menyebut mood swing ini yang kemungkinan akibat perubahan hormon dan kurang tidurbaby blues. Dan ini normal selama tidak meningkat jadi depresi setelah melahirkan. Hormon Ibu perlahan akan seimbang, tapi Ibu juga harus berusaha mengatasi mood yang buruk.

       

  3. Tidak menjaga hubungan dengan pasangan seperti yang seharusnya

    Pasangan tidak lagi bicara tentang aktivitas yang dilewati setelah punya bayi. Mereka memang saling bicara, tapi seputar popokdaycare, serta pengasuhan anak, dan sebagainya. Akan terasa lebih berat bagi istri bila suami sering tugas luar kota dan ketika ada di rumah, suami menginginkan perhatian 100 persen dari istri, tapi di tengah-tengah mereka ada bayi atau batita yang sering menangis atau aktif bicara. Kondisi ini menjadi sulit untuk kedua belah pihak. Tidak ada lagi waktu dan perhatian seperti sebelum ada bayi.

    Bila Ibu harus menuliskan daftar pekerjaan rumah, ada lebih dari 242 tugas yang perlu Ibu kerjakan dalam satu hari. Jadi akan ada banyak hal yang tidak bisa terselesaikan. Dan yang paling penting adalah quality time bersama pasangan. Tiap orang menasihati Ibu untuk kencan bersama pasangan, tapi mungkin Ibu tidak bisa menikmatinya karena payudara Ibu bengkak dan tidak terasa nyaman atau Ibu cemas meninggalkan bayi bersama pengasuh.

    Memang ada ikatan kuat antara ibu dan bayi, tetapi meluangkan sedikit saja waktu untuk jauh dari bayi bisa membuat Ibu tetap waras. Ingatkan diri sendiri kalau Ibu perlu keluar sebentar, dan habiskan waktu bersama pasangan, hanya Ibu berdua. Ini bagus untuk hubungan Ibu.

       

  4. Kehidupan seksual setelah punya anak

    Kehidupan seksual tidak lagi jadi prioritas setelah buah hati lahir. Untuk sementara waktu, kehidupan seksual Ibu mungkin mengalami terjun bebas. Ibu perlu menunggu sekitar 6 minggu setelah melahirkan sebelum mulai berhubungan seksual. Tapi setelah Ibu mendapat izin dari dokter, Ibu justru belum siap melakukannya. Memang akan terasa sakit, meski tidak membuat Ibu tersiksa, tapi tubuh Ibu telah melewati banyak hal dan butuh waktu untuk bisa kembali normal.

    Kelelahan, stres, mood swing, kekeringan vagina akibat menyusui, dan pasangan yang kurang romantis, bisa membuat Ibu menunda berhubungan seksual selama berbulan-bulan sebelum Ibu merasa berada di mood yang baik untuk melakukannya.

    Tentu Ibu tidak perlu tergesa-gesa berhubungan intim setelah melahirkan bila belum merasa siap, tapi Ibu juga perlu mengomunikasikan dengan pasangan apa yang terjadi agar ia tidak merasa kurangnya keintiman ini sebagai kesalahannya, atau membuatnya berpikir situasi ini akan berlangsung selamanya.

    Keintiman secara fisik sangat diperlukan untuk hubungan jangka panjang. Di antara penyebab masalah rumah tangga setelah menikah yang paling umum berkaitan dengan seksual. Masalah seksual bisa terjadi dalam hubungan suami-istri karena beberapa sebab. Masalah seksual paling umum dalam pernikahan adalah hilangnya libido. Banyak orang menganggap hanya wanita yang mengalami masalah libido, tapi pria juga mengalami hal serupa. Di kasus lain, masalah seksual bisa karena pilihan seksual pasangan. Ibu mungkin lebih suka hubungan seksual dengan cara yang berbeda dengan yang disukai  pasangan, ini bisa membuat salah satu, baik suami atau istri, merasa tidak nyaman.

       

  5. Lebih sayang anak dibanding pasangan

    Setelah punya bayi, Ibu jadi agak berjarak dengan pasangan. Ibu lebih banyak menghabiskan waktu bersama bayi. Tentu sudah pasti Ibu mencintai bayi melebihi apapun, dan kadang melebihi cinta Ibu pada pasangan. Dan ini membuat Ibu lupa kalau Ibu punya pasangan, sehingga menjadi masalah rumah tangga baru.

    Jangan biarkan ini terjadi. Ingat, Ibu berdua mencintai si bayi, dan tidak ada alasan untuk saling menyakiti karenanya. Gunakan cinta Ibu berdua pada bayi untuk menjadi lebih saling mencintai.

       

  6. Uang

    Masalah rumah tangga yang berhubungan dengan uang bisa terjadi meski sebelum pernikahan. Masalah uang bisa disebabkan banyak hal, misalnya pengeluaran atau biaya pernikahan yang tinggi. Sebaiknya pasangan yang punya masalah keuangan menarik napas dalam dan lakukan percakapan serius tentang kondisi keuangan mereka.

    Strategi untuk mengatasi masalah rumah tangga ini antara lain:

    • Jujur tentang situasi keuangan terbaru Ibu. Bila kondisinya sedang sulit, tidak realistis bila Ibu terus menjalani gaya hidup yang sekarang.

    • Jangan mengarah ke masalah keuangan saat perdebatan memanas. Sebaiknya luangkan waktu yang nyaman untuk Ibu berdua.

    • Kenali apakah pasangan suka menabung atau suka menghabiskan uang, keduanya punya manfaat dan belajarlah dari tiap kecenderungan ini.

    • Jangan sembunyikan pendapatan atau hutang.

    • Jangan menyalahkan.

    • Buat anggaran bersama, termasuk untuk tabungan.

    • Putuskan siapa yang bertanggung jawab membayar tagihan bulanan.

    • Biarkan tiap orang punya kebebasan menyisihkan uang untuk dihabiskan sesuai keinginan.

    • Buat tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tak apa punya tujuan pribadi, tapi Ibu juga perlu punya tujuan bersama.

    • Bahas juga tentang kewajiban Ibu merawat orang tua ketika mereka lanjut usia dan bagaimana merencanakan keuangannya bila dibutuhkan.

         

  7. Pekerjaan rumah tangga

    Pekerjaan rumah tangga juga bisa jadi sumber masalah rumah tangga. Kebanyakan suami bekerja di luar rumah dan sering menjalani lebih dari satu pekerjaan. Jadi penting untuk secara adil membagi tugas rumah dengan suami. Beberapa strategi yang bisa Ibu coba:

    • Atur dan perjelas tentang tugas Ibu di Tulis semua tugas dan sepakati siapa yang mengerjakannya. Bersikap adil agar tidak muncul kebencian.

    • Bersikap terbuka untuk solusi lain. Bila Ibu berdua tidak suka melakukan tugas rumah, mungkin ada baiknya menggunakan jasa asisten rumah tangga. Bila salah satu dari Ibu menyukai tugas tertentu, pasangan bisa mengurus cucian dan membersihkan pekarangan. Ibu bisa kreatif menjalani tugas rumah dan memilih pekerjaan yang lebih disukai selama cukup adil untuk Ibu dan pasangan.

    Ibu, wanita cenderung mengira pasangan bisa mengerjakan tugas tanpa diminta, tapi kebanyakan pria merespons lebih baik pada permintaan secara langsung. Juga jangan lupa ucapkan terima kasih pada suami setelah ia berhasil menyelesaikan tugas rumah. Memang ini mungkin terkesan tidak adil karena Ibu tidak pernah menerima ucapan terima kasih tapi ini akan membuat pasangan lebih reseptif terhadap permintaan Ibu selanjutnya.

       

  8. Berdebat dan bertengkar

    Masalah rumah tangga setelah menikah dan punya anak lainnya adalah munculnya friksi antara Ibu dan pasangan. Ibu berdua jadi lebih mudah bertengkar.

    Selalu ucapkan kata “tolong” dan “terima kasih” serta gunakan panggilan sayang untuk memanggil suami Ibu. Bila butuh bantuan, Ibu bisa gunakan aplikasi seperti Lasting yang mengajukan pertanyaan untuk mengetahui kondisi hubungan Ibu, dan memetakan program untuk meningkatkan komunikasi dan kemampuan mengatasi konflik serta menyarankan kebiasaan sehat dan ritual romantis di kehidupan sehari-hari.

    Dulu Ibu terbiasa bersama, Ibu bisa duduk bersama pasangan di sofa selama berjam-jam. Kini tidak lagi, sekarang waktu Ibu habiskan untuk bersih-bersih, menyiapkan segala hal untuk esok hari seperti pakaian kerja dan botol susu, serta melakukan pekerjaan rumah. 

    Memang rutinitas Ibu telah berubah, tapi ada hal yang dulunya Ibu lakukan atas dasar hubungan, seperti menonton acara reality show di TV bersama, membaca novel di tempat tidur lalu bergantian membaca ketika selesai. Semua hal seru ini tidak ada lagi, setidaknya untuk saat ini.

    Ibu punya tantangan tersendiri untuk menjalin kedekatan dengan pasangan sambil mengganti popok atau membersihkan high chair. Memang ini jauh dari kesan seksi tapi bila Ibu pikirkan lagi, terasa menyenangkan ketika Ibu berdua menjalani ini bersama.

       

  9. Gangguan teknologi

    Salah satu masalah rumah tangga terbesar setelah menikah adalah membiarkan teknologi mengganggu hubungan Ibu dan pasangan. Orang mengirim pesan ketika sedang makan, surfing internet di malam hari, dan selalu menggunakan smartphone. Sebagai akibatnya, mereka mengalami kekurangan quality time dan ini berdampak pada keintiman. Sering kali, pasangan suami-istri bahkan tidak menyadari masalah ini. Mereka mengira telah menghabiskan waktu bersama, tapi tidak menyadari mereka diganggu oleh teknologi. Duduk di sebelah pasangan tapi menggunakan laptop masing-masing  tidak termasuk quality time.

       

  10. Kondisi traumatis

    Ketika pasangan mengalami insiden yang traumatik, ini menambah kesulitan dalam menghadapi masalah rumah tangga setelah menikah. Banyak peristiwa traumatik terjadi dan mengubah kehidupan. Untuk beberapa pasangan yang menikah, situasi traumatik ini menjadi masalah karena satu pasangan tidak tahu bagaimana mengatasi situasi.

    Satu pasangan tidak tahu atau tidak memahami bagaimana berfungsi tanpa pasangannya karena dirawat di rumah sakit atau menjalani bed rest. Di situasi lain, satu pasangan membutuhkan perawatan sepanjang waktu, menyebabkan ketergantungan pada pasangan. Kadang muncul tekanan terlalu besar dan tanggung jawab terlalu banyak, jadi kualitas pernikahan menurun hingga situasi traumatik ini berakhir.

       

  11. Stres

    Stres jadi masalah rumah tangga yang umum dalam pernikahan dan kebanyakan pasangan akan menghadapinya, setidaknya sekali dalam sebuah pernikahan. Stres dalam pernikahan bisa disebabkan oleh banyak situasi, seperti keuangan, keluarga, atau penyakit. Masalah keuangan bisa dikarenakan pasangan kehilangan pekerjaan atau berpindah tugas. Stres dari keluarga bisa berupa masalah anak dan masalah dengan keluarga atau keluarga pasangan. Stres dipicu oleh banyak hal. Kadang mencari tahu bagaimana mengatasi stres bisa makin menimbulkan stres.

       

  12. Kebosanan

    Kebosanan kadang dianggap sepele, tapi menjadi masalah rumah tangga setelah menikah yang serius. Seiring waktu, pasangan menjadi bosan dengan hubungan mereka. Mereka merasa lelah dengan apa yang terjadi dalam pernikahan. Di situasi ini, rasa bosan dalam hubungan pernikahan sudah bisa diprediksi. Pasangan melakukan hal yang sama setiap hari selama bertahun-tahun tanpa perubahan. Perubahan biasanya terjadi ketika mereka melakukan hal spontan. Bila pernikahan kekurangan aktivitas spontan, ada kemungkinan masalah kebosanan muncul.

       

  13. Cemburu

    Kecemburuan jadi masalah rumah tangga setelah menikah berikutnya. Bila Ibu punya pasangan yang sangat pencemburu, bisa terasa sulit untuk menjalani hidup bersamanya. Kecemburuan memang bagus untuk pernikahan, selama tidak berlebihan. Tapi kadang orang bisa berlebihan, pasangan bertanya siapa yang Ibu ajak bicara di telepon, kenapa Ibu bicara padanya, bagaimana Ibu bisa mengenal orang tersebut, berapa lama Ibu sudah mengenalnya, dan seterusnya. Memiliki pasangan yang sangat pencemburu bisa menciptakan ketegangan dan stres dalam pernikahan, yang perlahan mengancam keselamatan pernikahan.

    Rasa percaya jadi bagian penting dari sebuah pernikahan. Apakah Ibu melihat sesuatu yang membuat Ibu tidak percaya pada pasangan? Atau Ibu punya masalah yang belum terpecahkan yang mencegah Ibu mempercayai orang lain?

    Ibu dan pasangan bisa mengembangkan rasa saling percaya dengan mengikuti langkah berikut:

    • Konsisten

    • Tepat waktu

    • Lakukan apa yang Ibu katakan

    • Jangan berbohong, bahkan white lie, pada pasangan atau orang lain

    • Bersikap fair, meski saat berargumen

    • Sensitif terhadap perasaan orang lain. Ibu masih bisa tidak sependapat tapi jangan abaikan perasaan pasangan

    • Menelepon bila berjanji akan menelepon

    • Hubungi pasangan bila Ibu akan pulang terlambat

    • Jangan bereaksi berlebihan ketika ada masalah

    • Jangan buka kembali luka lama

    • Hormati batasan pasangan

    • Jadi pendengar yang baik.

         

  14. Hilang kontrol saat marah

    Meski wajar bagi pasangan yang telah menikah untuk saling marah, keduanya harus tetap bertindak seperti yang seharusnya. Daripada bereaksi eksplosif, pasangan perlu mengatasi masalah rumah tangga dengan tetap tenang dan perhatikan perasaan masing-masing. Yang juga penting adalah mau mendengarkan, terbuka mengungkapkan pendapat, dan hindari perilaku defensif.

       

  15. Egois

    Bila salah satu pasangan bertindak egois dan konsisten menempatkan kebutuhan dan keinginannya di atas kebutuhan dan keinginan pasangannya, maka hanya soal waktu hingga pasangan yang diabaikan merasa tidak dihargai dan tidak dicintai.

    Ketika pasangan menikah, mereka berjanji untuk saling mencintai, dan bagian dari janji ini adalah tidak bersikap egois. Meski ini terdengar cukup mudah, banyak cobaan datang dalam banyak bentuk.

    Yang paling berat, sikap egois, cemburu, posesif, dan kekerasan terjadi. Di bentuk yang lebih ringan, pasangan tidak bisa saling menghormati dan menghargai.  Untuk mencegah masalah egois dalam pernikahan, pasangan harus belajar bagaimana berempati dan menciptakan keseimbangan antara kebutuhan diri sendiri dan pasangan.

 

Meski selalu ada masalah rumah tangga setelah pernikahan, Ibu berdua bisa meminimalisirnya, meski tidak bisa menghindarinya. Ibu perlu bersikap realistis. Jangan mengira pasangan akan memenuhi semua kebutuhan dan bisa tahu tanpa bertanya. Langsung minta apa yang Ibu butuhkan.

Jangan lupa sertakan humor, belajarlah melepaskan beban dan nikmati apa yang Ibu jalani. Akhirnya, buat tekad untuk memperjuangkan pernikahan dan benar-benar mencari cara yang perlu dilakukan. Jangan berpikir semua akan lebih baik jika Ibu berpasangan dengan orang lain.

(Ismawati & Yusrina / Dok. Freepik)