18 Pelajaran Hidup Berharga Dari Anak Untuk Orang Tua
Sebagai orang tua, Ibu mungkin kerap berpikir “Pelajaran apa saja ya, yang bisa saya berikan kepada anak?”. Begitu banyak yang harus dilakukan oleh orang tua, bahkan sebelum anak lahir ke dunia. Mulai dari mempersiapkan kelahiran dan tumbuh kembangnya, menerapkan pendidikan di usia dini, mengajari anak untuk makan, potty training, bersosialisasi, dan masih banyak lagi.
Namun, tahukah Ibu, anak juga mengajarkan begitu banyak hal kepada orang tua tanpa disadari. Selama proses menjadi orang tua, anak bisa diibaratkan sebagai mentor cilik yang bisa ‘menempa’ Ibu agar menjadi lebih baik lagi. Reaksi saling belajar antara anak dan orang tua inilah yang memunculkan pelajaran hidup berharga yang tidak akan mungkin terulang kembali. Setiap momen kebersamaan menjadi sangat berarti.
Hubungan antara orang tua dan anak adalah hubungan yang berfungsi memelihara perkembangan fisik, emosional dan sosial anak. Hubungan ini bisa dikatakan memiliki ikatan unik yang dapat saling mempengaruhi kedua belah pihak. Tidak hanya mempengaruhi kepribadian anak, pilihan hidup, dan perilaku anak secara keseluruhan, hubungan antara orang tua dan anak juga bisa menjadi proses pendewasaan, kematangan emosional, dan seni lebih berkesadaran (mindful) bagi orang tua.
18 Hal yang Diam-diam Diajarkan Anak pada Orang Tua
Ada banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik dari anak-anak Ibu, antara lain:
Mengajarkan Untuk Berbahagia
Anak memiliki kepolosan tersendiri yang tidak dimiliki oleh orang dewasa. Jiwanya bebas, riang gembira, penuh dengan keceriaan tanpa beban. Saat Ibu pulang ke rumah usai lelahnya bekerja, atau pegal setelah beberes rumah, tataplah wajah si kecil. Matanya akan menularkan kebahagiaan secara instan, dan membuat orang tua ikut berbahagia. Hal ini karena anak kecil pada dasarnya penuh kebahagiaan. Kegembiraan mereka menyebar ke semua orang yang ada di sekitarnya.
Dilansir dari Parent Circle, orang tua dianjurkan meniru anak-anak dan belajar menjadi lebih bahagia! Caranya, dengan ikut bermain bersama anak di rumah, mengikuti aktivitas mereka yang menyenangkan, menyisihkan waktu untuk bersantai dan lebih menikmati hidup. Lupakan beban sejenak. Apresiasi setiap menit yang bergulir, karena waktu tidak akan dapat terulang lagi. Orang tua juga bisa belajar dari anak untuk tidak terlalu khawatir akan hari esok, manfaatkan kesempatan untuk berbahagia dan recharge energi setelah lelah berperan menjadi orang dewasa.
Mengajarkan Untuk Menerima Diri Sendiri Apa Adanya
Anak mana yang tidak melihat bayangannya di cermin dan tersenyum? Tapi, anehnya para orang tua malah merasa ngeri dan cemberut melihat kekurangan fisik, seperti adanya noda di kulit wajah atau keriput yang mulai bermunculan. Anak-anak bisa melihat segala sesuatunya melampaui kasat mata. Sebagai orang tua, Ibu juga perlu menjadi seperti mereka dan belajar menerima diri sendiri meskipun ada kekurangan atau kelemahan yang mungkin kita miliki.
Daripada hanya fokus pada apa yang tidak ada dalam diri kita, atau ketidaksempurnaan yang ada, mari kita belajar bersama-sama untuk fokus pada apa yang ada. Penghargaan diri adalah pelajaran utama yang perlu Ibu pelajari dari anak Ibu. Berapa kali si kecil bertepuk tangan dengan gembira ketika dia berhasil mencapai sesuatu - bahkan jika 'pencapaian' nya mungkin sesederhana mengosongkan gelas susunya? Ya, kita perlu belajar menerima diri kita apa adanya.
Mengajarkan Untuk Mengekspresikan Perasaan dengan Lebih Terbuka
Pelajaran hidup berikutnya yang bisa ditiru orang tua dari anak adalah bagaimana mengungkapkan perasaan. Entah itu kegembiraan, kekecewaan, amarah, atau emosi lainnya, anak kecil tidak ragu-ragu untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Ini merupakan pelajaran hidup yang berharga bagi orang tua, yang biasanya memiliki kecenderungan menekan serta menyembunyikan segala emosi yang dirasakan.
Menekan perasaan Ibu, terutama yang negatif, hanya akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental Ibu jadi memburuk. Mari belajar melampiaskan perasaan sekarang juga. Mari belajar mengungkapkan kegembiraan dan pikiran positif yang Ibu rasakan – dijamin, hal ini akan membuat suasana semakin hangat dan nyaman, serta mempererat ikatan emosional dalam keluarga. Mari kita 'menyerap' kualitas itu dari anak-anak kita yang berharga.
Mengajarkan Untuk Tidak Berniat Jahat
Anak-anak memiliki jiwa yang bersih, mereka tidak akan melihat sesuatu dengan pandangan dan niat yang jahat. Anak-anak juga tidak akan menuduh atau berprasangka buruk pada orang lain. Pelajaran hidup satu ini bisa Ibu peroleh dari anak, biarkan kepolosan si kecil menyentuh hati Ibu sehingga bisa seperti mereka, berhati bersih dan murni. Tidak menyimpan amarah dan dendam, tidak mengandung hal-hal negatif yang bisa merusak diri sendiri.
Anak-anak umumnya memiliki jiwa yang suka menolong meski terhadap orang asing sekalipun. Anak mampu membujuk orang tuanya untuk membantu pengemis yang sedang kelaparan. Hal ini menjadi bukti bahwa anak akan selalu memiliki pure soul yang patut dicontoh oleh orang tua.
Mengajarkan Untuk Pantang Menyerah
Anak-anak jarang menyerah. Seberapa sering Ibu mengamati seorang bayi mencoba meraih mainan favoritnya yang ditempatkan di tempat yang tinggi? Apakah dia menyerah? Tentu tidak. Anak memiliki daya tahan kuat dan pantang menyerah. Tidak peduli jika bisa mencapainya atau tidak. Anak selalu berhasil menarik perhatian orang tua padanya - baik melalui matanya yang terkesan memohon dan membuat Ibu luluh, atau melalui suara nyaringnya dan memegang mainannya. Ketekunan seperti itu adalah sesuatu yang kita sebagai orang dewasa butuhkan. Kita seharusnya tidak pernah mengalihkan pandangan dari tujuan hidup, tetapi terus berjalan walau sesulit apapun.
Mengajarkan Untuk Berani Mengambil Risiko
Anak-anak identik dengan petualangan. Baik anak laki-laki dan perempuan, sejak kecil mereka tidak mengenal rasa takut. Mereka senang mencoba hal-hal baru meskipun ada rintangan atau tantangan. Tidak takut kotor ketika bermain di halaman rumah, tidak takut jatuh ketika menaiki kursi atau memanjat pohon. Bisa tetap tertawa atau bersiap ceria meskipun terjatuh saat belajar mengendarai sepeda. Yuk, Ibu juga bisa belajar menjadi seperti mereka dan menemukan apa yang bisa dipelajari dalam hidup dengan berani. Karena, tanpa risiko, kesuksesan sejati tidak akan pernah bisa dicapai.
Mengajarkan Untuk Mencintai Tanpa Pamrih
Apa yang terlintas di benak Ibu saat mengenang masa-masa si kecil baru lahir? Bayi kecil yang menempel pada ibunya, atau ketika tumbuh jadi balita dan memegang erat tangan ayahnya. Tatapan bayi kecil itu, yang sedang menatap wajah Ibu, adalah bentuk cinta si kecil tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Terkadang kita sebagai orang dewasa, yang berharap menerima sesuatu sebagai pengganti cinta yang kita tawarkan. Senyuman, tatapan, tawa seorang anak, semuanya dengan jelas menyatakan cinta. Mari kita belajar mencintai seperti mereka dengan bebas dan sepenuhnya, tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan imbalan.
Mengajarkan Untuk Lebih Baik dalam Berkomunikasi
Siapa sangka, ternyata anak bisa mengajarkan Ibu untuk mengasah kemampuan berkomunikasi dan kemampuan kognitif secara keseluruhan? Berdasarkan penelitian dalam artikel Psychology Today, Komisi Nasional Pengembangan Sosial, Emosional, dan Akademik Institut Aspen merilis laporan yang menyimpulkan bahwa keterampilan sosial dan emosional adalah kemampuan penting yang harus dipelajari anak-anak. Namun, untuk bisa mengajari anak-anak, orang tua harus lebih ‘pintar’ dalam meregulasi emosi dan berkomunikasi terlebih dahulu. Disini, orang tua sangat dianjurkan untuk bisa memahami dirinya sendiri dan sering-sering berkomunikasi secara terbuka kepada anak setiap hari.
Lebih peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar, di luar tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab yang diemban. Contohnya, sering-seringlah menginisiasi percakapan. Ibu bisa bertanya kepada anak, “bagaimana harimu? Ada kejadian menarik?” atau mengajak anak melakukan aktivitas yang melibatkan emosi, seperti membaca buku cerita bersama-sama, mendongeng sebelum tidur, dan kegiatan interaktif lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa semakin sering bahasa emosi yang membangun digunakan di rumah, anak-anak akan semakin kompeten secara emosional dan sosial. Dengan demikian, orang tua juga turut mengasah kemampuan sosial dan emosionalnya dengan lebih komunikatif.
Mengajarkan Untuk Lebih Jujur dan Menghargai Nilai Kejujuran
Seberapa sering orang tua mengatakan anaknya untuk jujur dan “jangan berbohong” ? Tetapi, berapa banyak orang dewasa yang sering ‘membohongi’ dirinya sendiri dan orang lain? Disini, anak memegang peranan penting dalam mengajarkan pelajaran hidup berharga bagi orang tua, yakni untuk selalu jujur dan menghargai nilai kejujuran.
Belajar untuk lebih jujur sangat penting untuk dilakukan, terutama oleh orang tua yang sedang stres atau mengalami gangguan kesehatan mental. Dikutip dari New York Times, seorang Ibu bernama Anna Thompson yang sering mengalami serangan panik, mendapati bahwa bersikap jujur terhadap anaknya terbukti bisa membuat dirinya lebih tenang. Anak bisa memberikan dukungan secara moril dan ketenangan yang dibutuhkan oleh orang tua, jika sama-sama saling terbuka dan jujur satu sama lain.
Mengajarkan Bahwa Proses Lebih Penting Dari Hasil
Terkait dengan kreativitas, artikel dari Scary Mommy menyebutkan agar orang tua belajar dari anak untuk menikmati proses. Pelajaran hidup ini terlihat ketika Ibu mengamati anak mengerjakan tugas kesenian, atau sedang ‘eksperimen’ dengan ide-ide kreatifnya.
Lihatlah bagaimana si kecil belajar menggambar, mungkin dengan guratan yang tidak keruan, atau bentuk yang tidak menyerupai aslinya. Tapi lihatlah kegembiraan yang terpancar di wajahnya, anak-anak sangat menikmati proses belajar dibanding hasilnya. Tak peduli meski gambarnya disebut “kurang indah” menurut kacamata orang dewasa, anak tetap bangga dan merasa puas karena bisa menyelesaikan gambarnya dengan usahanya sendiri. Anak-anak menyukai aktivitas kreatif karena mereka menghargai proses, eksperimen, rasa ingin tahu yang sangat besar, yang patut ditiru oleh orang dewasa.
Mengajarkan Pentingnya Sesekali Bersikap Naif
Bersikap naif memang akan dianggap aneh dalam kehidupan orang dewasa. Ibu mungkin kerap meragukan kemampuan Ibu sendiri, atau merasa ragu untuk mencoba hal-hal baru dan melihat kemungkinan apa yang akan terjadi. Nah, anak-anak tidak merasakan ini. Mereka memiliki ‘kenaifan’ yang menganggap diri mereka mampu melakukan apa saja, mencoba apa saja. Tidak peduli pada ketidakmampuan. Rasa ingin tahu menjadi motivasi anak untuk langsung terjun, karena tidak ada keraguan dalam diri mereka. Kenaifan mereka adalah kekuatan mereka, dan perlahan kemampuan pun akan semakin terasah karena adanya sifat naif yang positif ini.
Bahkan, dalam penelitiannya, Profesor Stanford dan pakar kreativitas Carol Dweck menyebutnya sebagai "mindset berkembang" atau growth mindset, di mana orang percaya bahwa mereka dapat terus meningkatkan kecerdasan dan bakat melalui kerja keras. Karena bakat dan kecerdasan tidak stagnan, hal tersebut dapat terus dikembangkan. Pelajaran hidupnya: Ibu, lupakanlah tentang suara-suara yang mengatakan, “Saya tidak mungkin bisa melakukan itu," dan lakukanlah. Kenaifan Ibu mungkin saja membuka sesuatu yang baru dalam diri Ibu.
Mengajarkan Untuk Tidak Melulu Mengikuti Instruksi
Ada kutipan yang mengatakan, “Kamu tidak akan bisa mengajarkan kreativitas,” dan itu benar adanya. Kemampuan kreatif seseorang tidak bisa diajarkan, tetapi harus dialami dan dipelajari dengan sendirinya oleh seseorang. Disinilah pelajaran hidup berharga yang anak berikan kepada orang tuanya. Selalu mengikuti perintah atau instruksi di tempat kerja mungkin jadi hal yang biasa, wajib malahan, tapi tidak selalu baik untuk dilakukan terus-menerus.
Untuk bisa berpikir kreatif, terkadang Ibu tidak perlu mengikuti instruksi. Berimajinasilah, ikuti naluri, improvisasi sesuai situasi, dan lihat ke mana proses tersebut membawa Ibu berkelana. Psikolog Stanford, Manish Saggar, menjelaskannya dengan lebih ringkas, “Teknik mengalahkan intuisi. Semakin Ibu memikirkannya, semakin Ibu mengacaukannya,”. Tirulah anak-anak yang belajar memproses sesuatu dengan intuisinya.
Mengajarkan Untuk Tidak Terlalu Keras Pada Diri Sendiri
Ibu, pernahkah merasa bersalah karena tidak dapat menyelesaikan satu pekerjaan, atau mengalami sebuah kegagalan – yang sebenarnya tidak terlalu berat, tapi kemudian menyalahkan diri sendiri? Hal ini tidak baik untuk dilakukan, karena bisa meningkatkan risiko depresi dan gangguan kesehatan mental lainnya. Belajarlah dari anak, yang mengajarkan pelajaran hidup berharga; anak tidak pernah keras pada dirinya sendiri.
Anak selalu menghargai diri sendiri. Mereka membiarkan dirinya salah, gagal, untuk kemudian mencoba lagi, dan memberi kesempatan pada diri sendiri untuk terus belajar dan melihat sisi positif dari segala sesuatunya. Optimisme yang dimiliki oleh anak ini bisa menjadi pengingat saat Ibu merasa down karena sesuatu, atau merasa diri tidak berharga hanya karena melakukan kesalahan.
Mengajarkan Untuk Menghargai Ketidaksempurnaan
Menjadi sempurna itu mustahil. Orang tua, dengan segala dinamikanya, kerap menuntut kesempurnaan dalam segala hal. Nilai pelajaran anak di sekolah harus bagus, anak harus bisa menguasai skill yang diinginkan orang tua, dan sebagainya. Ingat, menjadi perfeksionis itu tidak selamanya baik, bisa menambah beban dan meningkatkan kadar stres yang sudah ada. Ibu, belajarlah dari anak, bahwa ketidaksempurnaan itu manusiawi.
Hargailah apapun yang bisa dicapai pada hari ini. Target pekerjaan tidak terpenuhi, tenangkan diri; tarik nafas dalam-dalam, dan coba lagi di hari esok. Anak mendapatkan nilai kurang baik di pelajaran matematika, maka tidak apa. Hargailah usahanya dalam belajar, karena selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Pelajaran hidup dari anak satu ini bisa menjadi pengingat bagi orang tua agar selalu berusaha sebisanya, dan tidak memaksakan melebihi kemampuan diri.
Mengajarkan Teknologi dengan Lebih Canggih
Berapa banyak di antara Ibu yang gaptek dan belajar menggunakan smartphone dari anak? Dilansir dari Wonderopolis, kemampuan anak yang bisa menyerap segala sesuatunya dengan cepat memungkinkan mereka mengikuti perkembangan teknologi yang lebih canggih. Anak bahkan bisa mengajarkan orang tua menggunakan media sosial, berbelanja online, hingga upload foto yang sudah diedit ke Instagram. Orang tua sering kali menemukan bahwa anak-anak mereka setidaknya selangkah lebih maju dari mereka dalam hal teknologi.
Mengajarkan Tentang Tren Terbaru
Banyak orang tua yang terkejut saat mendengar tentang tren baru yang tersebar di berita. Dari cyberbullying hingga remaja yang menyalahgunakan narkoba, penting bagi orang tua untuk mengetahui apa yang terjadi di dunia tempat anak bergaul. Kembangkan hubungan yang terbuka dan saling percaya dengan anak-anak Ibu.
Mengajarkan Tentang Kesabaran dan Memberi Maaf
Setiap manusia pasti akan berbuat kesalahan. Bagaimana orang tua bereaksi terhadap kesalahan yang dilakukan anak akan mengajarkan banyak hal kepada kedua belah pihak. Kesabaran merupakan pelajaran hidup yang sangat berharga. Selain itu, orang tua bisa belajar untuk mudah memberi maaf ketika anak melakukan kesalahan, juga sebaliknya. Terus berusaha bersabar dan saling memberi maaf adalah kunci hubungan orang tua dan anak yang sehat dan bahagia.
Mengajarkan Rasa Ingin Tahu yang Bermanfaat
Rasa ingin tahu di sini bukan berarti kepo sama kehidupan orang lain ya Ibu hehe – tetapi rasa ingin tahu terhadap pengetahuan, informasi, maupun hal-hal lain yang membuka wawasan serta pemikiran. Setiap hari, cobalah untuk melihat dunia di sekitar Ibu melalui mata anak kecil. Biarkan rasa ingin tahu anak Ibu menginspirasi untuk melihat hidup dari sisi yang berbeda, menikmati pemandangan dari perspektif yang tidak biasanya, dan memperhatikan hal-hal kecil yang sebelumnya tidak disadari.
Anak-anak memiliki sifat dan kebiasaan masing-masing yang unik. Hal ini bisa mengajari para orang tua, terutama memberikan pelajaran hidup berharga yang mungkin hanya akan didapat ketika Ibu mengamati perilaku anak. Sering-seringlah berinteraksi dan bermain bersama anak, tirulah mereka, dan biarkan anak memberi pelajaran hidup agar orang tua dapat lebih bijaksana.
Penulis: Yusrina
Editor: Dwi Ratih