4 Jenis Sekolah Terpopuler Pilihan Ibu Milenial
Memberikan pendidikan terbaik untuk anak pasti menjadi fokus utama orangtua. Bahkan tidak sedikit orangtua yang mempersiapkannya jauh-jauh hari saat si kecil masih baru lahir. Tentu hal ini tidak mudah mengingat para ibu milenial kini sudah jauh lebih memahami pentingnya pendidikan, apalagi kini tersedia ragam sekolah yang menawarkan berbagai pilihan seperti metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak yang mungkin tidak bisa didapatkan secara optimal di sekolah-sekolah umum.
Di masa sekarang, memilih sekolah tidak hanya sebatas memenuhi kewajiban bersekolah dengan durasi minimal yang ditentukan oleh pemerintah. Meningkatnya kesadaran orangtua akan kebutuhan dan kesesuaian kondisi anak, membuat orangtua semakin tertarik untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah yang memiliki metode pembelajaran yang lebih spesifik seperti sekolah Montessori atau sekolah alam.
Untuk memudahkan Ibu menentukan pilihan, Ibu tentu harus memahami jenis-jenis sekolah dengan metode pembelajaran yang semakin bervariasi tersebut. Berikut beberapa pertimbangan dalam memilih sekolah dengan metode pembelajaran terpopuler di Indonesia:
Sekolah Montessori
Metode Montessori dipopulerkan oleh Maria Montessori, seorang dokter berdarah Italia yang fokus pada metode pembelajaran untuk anak usia dini sejak tahun 1900an. Dr. Montessori meyakini bahwa kemampuan dan kecerdasan anak bisa optimal saat mereka diberi kebebasan untuk memilih apa yang ingin mereka pelajari dan sukai. Karena metode inilah maka sekolah-sekolah yang menerapkan prinsip Montessori disebut dengan Sekolah Montessori.
Prinsip utama konsep metode Montessori adalah membentuk karakter anak yang memiliki motivasi diri dan mandiri saat beraktivitas. Dalam hal ini, aktivitas belajar akan terasa sangat menyenangkan karena anak bisa fokus pada apa yang mereka inginkan dan kuasai sesuai minat dan kemampuan. Harapannya, kemandirian dan kepercayaan diri yang dipupuk sejak dini ini menjadi kebiasaan positif yang akan dibawa hingga mereka dewasa.
Jika pada metode pembelajaran konvensional guru adalah pusat yang menentukan jalannya aktivitas belajar dan menyamakan perlakuan pada semua murid, maka pada metode Montessori hal ini tidak berlaku. Metode Montessori menekankan pada prinsip bahwa setiap anak itu spesial. Peran guru adalah mengarahkan anak-anak pada kegiatan individu maupun kelompok sesuai dengan minat dan kemampuan mereka, bukan menyamaratakan tugas dan aktivitasnya. Sehingga anak mendapatkan stimulasi yang tepat.
Metode yang digunakan dalam sekolah Montessori menggunakan banyak media belajar yang bersifat mengasah motorik anak. Bukannya lebih sering menggunakan buku atau mendengarkan penjelasan di papan tulis, anak-anak akan menggunakan pasir warna-warni, balok kayu atau water beads untuk membuat angka, huruf atau mengenal bentuk. Anak-anak akan diobservasi kesukaannya terhadap satu bidang, lalu didukung untuk mendalami bidang tersebut dengan media belajar yang variatif. Media belajar inilah yang dipercaya akan membantu anak fokus dan melatih koordinasinya.
Dalam kelas Montessori, anak akan dikelompokkan sesuai minatnya, tetapi bercampur usianya. Artinya, dalam satu kelompok minat, anggotanya bisa berbeda usia. Ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan sosial yang baik tanpa adanya senioritas. Anak akan saling membimbing dan belajar menghargai satu sama lain.
Kelebihan: Karena kelas Montessori melatih kemandirian, maka anak-anak Montessori terlatih mandiri dalam aspek kehidupannya dan lebih percaya diri. Selain itu, anak akan merasa berharga karena memiliki kesempatan untuk menentukan pilihannya sehingga mereka bisa lebih fokus dan totalitas.
Anak tidak perlu merasa terpaksa mempelajari hal-hal yang bukan bidang yang dikuasai sehingga risiko kejenuhan dan tertekan lebih kecil. Kelebihan ini yang membuat anak Montessori cocok dalam bidang wirausaha, karena mereka terlatih mengonsep, berpikir kreatif, dan menghasilkan sesuatu sendiri. Anak Montessori juga cenderung memiliki rasa penasaran tinggi terhadap banyak hal yang belum ia ketahui. Hal ini karena bagi mereka, belajar merupakan kegiatan yang menyenangkan, seperti halnya bermain.
Kekurangan: Sekolah Montessori ini ternyata juga memiliki kekurangan. Jika anak terpaksa pindah ke sekolah konvensional, biasanya mereka akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi. Hal ini dikarenakan sekolah konvensional biasanya menuntut anak memahami lebih banyak bidang secara merata, termasuk bidang yang tidak dikuasai anak.
Kemungkinan besar, anak yang sebelumnya belajar di sekolah Montessori hanya menonjol pada bidang tertentu. Selain itu, sekolah Montessori juga membutuhkan lebih banyak pendidik profesional dalam bidang Montessori serta kebutuhan fasilitas dan bahan ajar yang menyesuaikan dengan metode Montessori. Oleh karena itu, biaya yang dibutuhkan biasanya juga cukup besar.
Ada beberapa referensi sekolah Montessori di beberapa kota besar di Indonesia yang bisa ibu pilih, diantaranya: Kinderworld Montessori School, Surabaya Montessori School, Bambini Montessori Yogyakarta, Pascal Montessori Bandung, Medan Montessori School.
Sekolah Alam
Dari namanya, Ibu pasti sudah dapat menebak bahwa sekolah ini ‘ruang kelasnya’ ada di alam terbuka. Awalnya, sekolah alam dikenal berasal dari Scandinavia ketika tahun 1950-an seorang wanita berkebangsaan Denmark yang bernama Ella Flatau menerapkan sekolah berjalan, yang kegiatannya adalah berjalan-jalan di hutan untuk mempelajari apa yang ada di alam.
Seiring berjalannya waktu, di tahun 70 dan 80-an, Denmark banyak mengadopsi cara sekolah ini bekerja dan mulai banyak yang mengembangkan sekolah alam. Di Indonesia sendiri, sekolah alam dicetus oleh Lendo Novo, namun tak banyak orang mengetahuinya. Sekolah alam yang didirikan oleh Lendo Novo ini, para siswanya dibiasakan untuk membaca alam secara utuh dan aktif seperti dilansir dari situs School of Universe. Kebanyakan masyarakat tahu tentang sekolah alam setelah seorang presenter bola terkenal, Dik Doank, mendirikan Kandang Jurank Doank, sekolah alam miliknya.
Sekolah Alam memiliki kurikulum yang sama dengan kurikulum nasional yang diatur negara. Bedanya, sekolah alam memiliki kurikulum tambahan sebagai ciri khas sekolah mereka, serta mengaplikasikan kurikulum dari negara dengan cara praktik langsung di alam. Anak-anak sekolah alam belajar di pondokan, saung, joglo, atau di bawah pohon. Konsep dekat dengan alam membuat tempat bernaung untuk belajar tidaklah memiliki sekat atau pintu. Hanya atap dan lantai yang menjadi alas anak-anak ini belajar.
Materi yang diajarkan di sekolah alam menggabungkan logika, leadership, dan entrepreneurship. Guru membimbing siswanya untuk melihat langsung apa yang ada di modul pembelajaran dalam bentuk nyata di alam. Selain itu, anak-anak ini juga mendapatkan pelajaran berharga tentang tanggung jawab dan kegiatan sosial. Mereka dididik untuk antre dalam keadaan apa pun, mencuci tangan dengan sabun, membuang sampah di tempatnya, bercocok tanam, makan sesuai porsi masing-masing dan tidak menyisakan makanan, bahkan tanggung jawab seperti memberi makan hewan peliharaan.
Selain itu, sesi outbond juga ditonjolkan dalam pembelajaran di sekolah alam. Kecerdasan kinetik anak banyak dilatih di sini. Teamwork juga dipupuk saat outbond. Sehingga anak-anak belajar tentang bagaimana bekerjasama dalam tim, memimpin, dipimpin, dan memecahkan masalah bersama. Dalam sesi bercocok tanam, selain belajar tentang tanaman, bagaimana menumbuhkan dan merawatnya, anak-anak juga menikmati sendiri hasil tanam mereka di kantin sekolah.
Kelebihan: Sekolah alam menawarkan kesempatan pada anak untuk mengasah kreativitas dan hubungan sosial yang bersinergi dengan alam. Anak menjadi tidak cepat jenuh karena alam bisa merelaksasi pikiran mereka selama belajar. Kegiatan yang variatif dan tidak melulu berpaku pada buku serta papan tulis juga membuat mereka memiliki lebih banyak ruang untuk bereksplorasi.
Kekurangan: Pada awalnya, sekolah alam di Indonesia ditujukan bagi anak-anak di pedesaan yang kurang mampu dan membutuhkan pendidikan tanpa bangunan dan hal administratif lainnya. Dan meski kini sekolah alam sudah mulai menjamur di kota besar, kebanyakan lokasinya adalah alam buatan.
Hal ini memengaruhi besaran pembiayaan yang akan ditanggung oleh siswa yang memilih sekolah alam. Tidak dapat dimungkiri bahwa ini juga berpengaruh pada citra sekolah alam yang dahulu sangat terjangkau, kini mengarah ke sekolah eksklusif yang hanya bisa dijangkau dengan kemampuan finansial yang cukup.
Contoh sekolah : Sekolah Alam Cikeas, Kandang Jurank Doank, Green School Bali, Sekolah Alam Bekasi, Sekolah Alam Indonesia Cipedak, Sekolah Alam Indonesia.
Homeschooling
Homeschooling lebih mudah diartikan sebagai sekolah di rumah. Perlu Ibu ketahui, bahwa homeschooling adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di rumah dan dibimbing oleh orangtuanya. Orangtualah yang menentukan kurikulum, merancang materi, menyiapkan media pembelajaran, dan menemani anak belajar. Bila Ibu melihat ada banyak lembaga atau institusi yang melabeli diri sebagai homeschooling, sebenarnya itu bukan homeschooling ya, Bu. Karena homeschooling benar-benar dilakukan di rumah oleh orangtuanya sendiri.
Jenis sekolah ini memiliki waktu fleksibel dibanding sekolah konvensional. Fokus belajar juga bisa diperdalam pada poin yang anak minati. Jangan khawatir, homeschooling bahkan bisa loh memiliki ijazah, sama seperti sekolah konvensional. Rupanya, negara kita telah mengatur tentang pendidikan informal melalui keluarga dan lingkungan dalam UU no.20/2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Bahkan, dalam salah satu pasalnya juga menegaskan bahwa ijazah kesetaraan diakui setara dengan ijazah dalam pendidikan konvensional. Anak-anak yang mengikuti homeschooling dapat mengikuti Ujian Nasional Kesetaraan untuk mendapatkan ijazah tersebut.
Pada jenis sekolah ini, karena orangtua yang mendidik, maka orangtua memiliki peranan besar dalam kegiatan belajar. Biasanya ini dilakukan oleh orangtua yang salah satunya tidak bekerja, atau bekerja dari rumah. Jika Ibu ingin memilih jenis sekolah ini, Ibu bisa menggunakan dua cara, yaitu School at Home atau Unschooling.
Dengan metode school at home, Ibu bisa mengadaptasi kurikulum nasional dengan tambahan kurikulum luar, atau kurikulum yang Ibu ingin anak dapatkan dan pelajari dalam waktu yang terstruktur dan berjenjang sesuai tingkatan pada sekolah konvensional. Sedangkan pada metode unschooling, Ibu dapat bereksplorasi dengan kurikulum apa pun dan sesuai minat anak. Tapi pastikan anak memahami apa yang akan diujikan pada ujian kesetaraan agar ia mudah mendapat ijazah.
Jenis sekolah ini juga memerlukan Ibu untuk sering upgrade informasi dan bergabung dengan komunitas homeschooling untuk mendapatkan banyak referensi cara dan metode belajar yang menyenangkan untuk anak. Sedangkan dalam urusan sosialisasi, orangtua lah yang harus aktif membimbing anak bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Kelebihan: Karena jenis sekolah ini ditentukan oleh kesepakatan orangtua dan si kecil, maka waktu yang dimiliki lebih fleksibel. Ibu juga bisa menyesuaikan kurikulum dan budget sehingga anggaran di rumah lebih mudah diatur. Kelebihan lain yang tak kalah penting adalah orangtua bisa memastikan pengawasan penuh terhadap si kecil.
Mengingat di zaman sekarang marak terjadi kejahatan terhadap anak oleh orang asing. Termasuk memastikan soal kesehatan dan menghindarkan anak dari kemungkinan pengaruh buruk lingkungan luar.
Kekurangan: Meski jenis sekolah homeschooling masih memungkinkan anak bersosialisasi dengan lingkungan di luar rumah, akan tetapi biasanya hal ini tidak didapatkan dengan maksimal. Sosialisasi yang lebih sering dengan orang yang lebih tua membuat sosialisasi dengan sebaya cenderung kurang.
Ada juga kemungkinan anak kurang mampu bekerjasama dalam tim dalam belajar dan menangani masalah karena anak tidak terbiasa melakukannya. Tak kalah penting, orangtua harus berkomitmen tinggi dan terlibat aktif memastikan anak mendapatkan pendidikan layak. Sayangnya tidak semua orangtua mampu demikian.
Sekolah Berbasis Agama
Sekolah berbasis agama adalah sekolah yang kurikulumnya disinergikan dengan nilai-nilai keagamaan. Sekolah berbasis agama juga mengikuti kurikulum nasional, tetapi ditambah pula dengan pendidikan dan ritual-ritual keagamaan sejak anak masuk hingga pulang sekolah.
Ada pula sekolah berbasis agama yang menerapkan sistem asrama sehingga diharapkan benar-benar fokus tanpa banyak gangguan dari lingkungan luar sekolah. Sekolah berbasis agama juga sering diidentikkan dengan sekolah terpadu karena biasanya jenis sekolah ini mengelola satu sistem yang sama untuk berbagai jenjang, mulai dari jenjang kelompok bermain hingga SMA.
Sekolah berbasis agama banyak diminati orangtua karena dirasa mencukupi tidak hanya kebutuhan intelegensi tapi juga spiritual. Sayangnya, banyak orangtua menganggap bahwa pendidikan berbasis agama cukup diserahkan ke sekolah, tanpa orangtua membiasakan kegiatan keagamaan di rumah.
Hal ini cukup menjadi perhatian penting. Karena jika Ibu mulai mempertimbangkan untuk memilih sekolah berbasis agama, maka pastikan anggota keluarga di rumah juga selaras dan sepemikiran dengan apa yang biasa dilakukan anak di sekolah. Sekolah berbasis agama rata-rata memiliki jam belajar yang lebih panjang karena harus menggabungkan kurikulum nasional dengan kurikulum keagamaan sesuai sekolah masing-masing.
Kelebihan : Sekolah agama bisa Ibu jadikan pilihan jika Ibu ingin anak mendapatkan pembelajaran seimbang dari segi intelegensi dan spiritualnya. Dalam hal ini, Ibu tentu cukup terbantu dalam menanamkan nilai keagamaan yang lebih tepat kepada anak. Anak pun akan bisa lebih fokus mendalaminya karena lingkungan yang diciptakan seragam, sehingga anak memiliki rasa kebersamaan dengan sebayanya.
Kekurangan: Karena jenis sekolah ini menyertakan kurikulum keagamaan, maka jenis sekolah ini memiliki jam belajar lebih lama dari sekolah konvensional. Sehingga anak cenderung lebih cepat bosan sekolah karena padatnya jadwal. Selain itu, pergaulan anak juga cenderung hanya di lingkungan yang seragam dan sesuai dengan agama yang dianut.
Contoh Sekolah: Sekolah Kristen Kalam Kudus, Jakarta Islamic School, Pondok Pesantren Gontor.
Dari beberapa pilihan jenis sekolah di atas, Ibu dapat memilih sekolah yang paling sesuai dalam segi kurikulum, kualitas guru, lingkungan, dan biaya yang harus dikeluarkan. Yang terpenting adalah pastikan anak mendapat haknya, dan Ibu tidak perlu menuntut anak terlalu tinggi untuk capaian yang mungkin akan membuat anak tidak nyaman selama belajar.
(Dwi Ratih)