4 Langkah Menerapkan Equal Parenting Agar Keluarga Harmonis
Istilah equal parenting sebetulnya belum banyak diketahui dan tidak mudah diterapkan secara maksimal di kehidupan nyata. Equal parenting mengedepankan konsep kesetaraan dalam pembagian tugas untuk mengurus anak-anak dan rumah tangga. Kondisi ini berlaku bagi pasangan dengan berbagai tipe. Tipe Ayah - Ibu bekerja, Ayah bekerja - Ibu di rumah, Ayah bekerja - Ibu bekerja paruh waktu, Ayah bekerja paruh waktu - Ibu bekerja, atau Ayah di rumah - Ibu bekerja. Ada nilai-nilai masyarakat yang membuat equal parenting dianggap sebelah mata.
Anggapan bahwa harusnya hanya Ayah yang bekerja, atau Ibu harusnya mengurus anak-anak, menjadikan kemungkinan penerapan equal parenting di Indonesia sulit dilakukan.
Apa Itu Equal Parenting?
Menurut situs Motherly, penelitian menunjukkan bahwa Ayah milenial memandang pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga adalah tugas yang perlu dibagi bersama. Bahkan di laman yang sama juga menyebutkan sebuah penelitian yang menunjukkan kegiatan memandikan, memakaikan baju, dan mengganti popok dapat membuat Ayah memiliki hubungan yang lebih kuat dengan anak-anaknya bahkan jauh sampai anak sudah tidak pakai popok lagi. Sehingga, equal parenting diharapkan mampu membuat rumah tangga dan anak-anak lebih bahagia.
Namun apakah pada kenyataannya semudah itu menerapkan equal parenting? Faktanya, mewujudkan equal parenting masih memerlukan perjalanan panjang. Belum ada equal parenting yang benar-benar setara dan porsinya sama baik untuk Ayah maupun Ibu. Kenyataannya, Ibu masih memegang 60% peran atas rumah tangga dan anak-anak. Penelitian di Amerika pun menyebutkan bahwa keluarga dengan tipe Ayah-Ibu bekerja juga memiliki presentase sebesar 54% pekerjaan rumah dipegang oleh Ibu dan menimbulkan adanya double burden pada Ibu. Tetapi, tidak seimbang bukan berarti tidak bisa sama sekali dilakukan. Equal parenting bisa dilakukan oleh Ayah dan Ibu dengan kesepakatan-kesepakatan yang disetujui kedua belah pihak.
Laman Psychology Today menafsirkan equal parenting sebagai kesetaraan orang tua yang bercerai untuk menghabiskan waktu bersama anak-anaknya. Tidak hanya sebatas berkunjung saja, tetapi juga kesetaraan dalam ikatan dengan anak, pemahaman akan kondisi anak, bahkan tumbuh kembang anak.
Pada dasarnya, kedua laman memiliki konsep utama yang sama dalam memandang equal parenting, yaitu sebagai pendekatan parenting yang berkualitas bagi hubungan anak dan orang tua. Secara psikologis, hal ini akan memberi manfaat yang baik bagi anak hingga di masa yang akan datang.
Bagaimana Menerapkan Equal Parenting?
Laman Equally Shared parenting menjabarkan equal parenting dalam 4 aspek berbeda, yaitu pekerjaan, mengasuh anak, pembagian tugas rumah tangga, dan rekreasi.
Pekerjaan
Dalam pekerjaan mencari nafkah, orang tua yang keduanya bekerja bisa menerapkan equal parenting untuk anak-anaknya. Poin ini bukan berarti orang tua harus memiliki pendapatan yang sama. Salah satunya bisa lebih besar, tetapi keduanya perlu menyepakati bersama standar kesetaraan dalam hal bekerja. Standar waktu bekerja setiap pasangan orang tua berbeda. Ada yang sepakat meski waktu Ayah bekerja lebih panjang, tapi tetap dianggap setara karena Ayah bisa meluangkan satu hari full di akhir minggu untuk bersama anak.
Cara menjalankan equal parenting berikutnya pada aspek ini adalah menyesuaikan jadwal pekerjaan orang tua dan jadwal anak. Misal, jika di hari Senin perlu kehadiran orang tua di sekolah, orang tua bisa menyesuaikan siapakah yang bisa izin di hari tersebut untuk menghadiri undangan sekolah. Di lain waktu, orang tua lainnya bisa bergantian hadir.
Memangkas waktu lembur di kantor juga bisa dilakukan untuk menjalankan equal parenting. Artinya, sebisa mungkin baik Ibu atau Ayah perlu mengupayakan pulang sesegera mungkin setelah pekerjaan selesai.Pembagian pos kebutuhan dari pendapatan juga bisa disepakati. Masing-masing pendapatan hendaknya diputuskan bersama akan digunakan untuk apa. Misalnya, gaji Ayah untuk kebutuhan primer sedangkan gaji Ibu untuk membayar tagihan dan alokasi dana lainnya.
Nah, ada satu lagi ni, yang bisa menunjukkan jalannya equal parenting. Yaitu, memutuskan siapa yang akan menjaga anak saat sakit. Tidak harus selalu Ibu, lho. Bila pekerjaan Ayah bisa lebih fleksibel, tidak menutup kemungkinan Ayah bisa mengambil cuti untuk merawat anak. Sedangkan Ibu memastikan pekerjaannya di hari tersebut cepat diselesaikan dan pulang untuk bergantian merawat anak.
Mengasuh Anak
Equal parenting memberikan momen yang sama dan ikatan batin yang kuat antara anak dan orang tua. Hal ini juga bermanfaat bagi anak untuk memahami adanya perbedaan gaya mengasuh antara ayah dan ibunya. Dari masing-masing orang tuanya juga, anak belajar bagaimana permainan jadi mengasyikkan, menyelesaikan masalah, dan mengerjakan tanggung jawabnya.
Bentuk pengasuhan equal parenting bisa dilakukan sejak bayi baru lahir sampai anak dewasa. Bila Ibu menyusui bayi, Ayah bisa mengambil peran untuk membantu bayi serdawa. Jika Ibu memandikan bayi, Ayah memakaikan popok dan pakaian untuk bayi. Diskusi bersama untuk menentukan ingin menggunakan metode apa saat bayi mulai makan, memilih daycare atau pengasuh, serta penentuan jadwal harian bayi.
Tak hanya itu, selama mengasuh anak, alangkah lebih baik bila masing-masing orang tua memiliki special time bersama anak. Misalnya, Sabtu adalah hari bersama Ayah, kemudian hari Sabtu depan adalah hari bersama Ibu. Selain anak bisa bersenang-senang dengan satu orang tuanya, orang tua yang lain bisa sejenak memiliki me time.Pekerjaan Rumah
Tak hanya urusan anak, urusan domestik kerumahtanggaan juga masuk dalam goal equal parenting. Ayah dan Ibu sama-sama mengurus rumah, meski keduanya bekerja atau salah satu yang bekerja. Bukan karena mengedepankan konsep kesetaraan saja, mengurus rumah bersama lebih didasarkan pada kepemilikan bersama. Bukankah seseorang perlu merawat dan menjaga barang miliknya? Karena rumah adalah milik bersama, maka pekerjaan mengurus rumah juga adalah tugas berdua.
Bagaimana caranya? Bagilah sesuai kesepakatan. Jika Ibu memilih untuk memasak dan mencuci pakaian, Ayah bisa membersihkan rumah dan merapikan taman. Apakah jika Ibu menyetrika pakaian dan Ayah menjaga anak-anak termasuk equal parenting? Tentu. Kenapa tidak? Anak bisa saja solo play saat orang tuanya mengurus rumah, tetapi mereka juga membutuhkan kehadiran paling tidak salah satu orang tuanya untuk bermain, bukan?
Rekreasi
Definisi rekreasi itu luas, lho, tidak melulu soal liburan keluarga ke tempat wisata. Dalam equal parenting, rekreasi dapat digunakan untuk menghabiskan ‘me time’ sebagai seorang individu. Bukan sebagai orang tua. Bagaimana cara pembagiannya?
Mudah sebenarnya. Bila Ayah memerlukan 2 jam di hari Sabtu malam untuk bermain badminton bersama teman kantor, Ibu juga berhak mendapatkan 2 jam di hari lain untuk ke salon. Bisa juga, saat Ibu ingin berbelanja sendirian ditambah makan siang bersama teman untuk beberapa jam, Ayah bisa memiliki waktu yang sama di hari lain untuk melakukan hobi. Tidak harus langsung dibayar di hari berikutnya, kok. Bisa juga disimpan untuk digunakan saat ada hal yang benar-benar penting suatu waktu.
Rekreasi bisa juga dalam bentuk lain. Jika bagi Ibu membaca buku dan karaoke di rumah adalah hal yang menyenangkan, dan bagi ayah mencuci motor atau main PES adalah hiburan, maka ini juga bisa disebut rekreasi. Apakah harus selalu sendiri? Tidak. Kencan berdua saja atau piknik bersama anak juga adalah rekreasi dalam equal parenting.
Apa Tantangan dalam Menjalankan Equal Parenting?
Dalam Pekerjaan
Tidak semua hal akan berjalan mulus, bukan? Ada juga kok tantangan yang dihadapi saat orang tua menjalani equal parenting. Berkaitan dengan pekerjaan, misalnya. Baik Ayah atau Ibu harus bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal di luar pekerjaan dengan mendadak saat jam pekerjaan usai. Bisa jadi, waktu untuk berkumpul bersama teman kerja jadi terbatas. Selain itu, akan ada waktu di mana keduanya tidak bisa mengorbankan pekerjaan masing-masing karena ada suatu hal yang penting. Belum lagi, tawaran jabatan yang lebih tinggi mulai datang dengan beban tanggung jawab yang lebih besar dan kemungkinan akan memakan waktu untuk pekerjaan lebih banyak. Artinya, waktu untuk keluarga bisa berkurang.
Dalam mengasuh dan membesarkan anak
Biasanya para Ibu suka cemas dan terlalu khawatir saat anak bersama ayahnya. Sedikit-sedikit gerak Ayah jadi dikomentari. Bukan tidak mungkin ini akan jadi membuat Ayah tersinggung. Tantangannya juga datang saat mendisiplinkan anak. Seringkali orang tua kelepasan mengulang instruksi atau aturan. Bila salah Ayah sedang mendisiplinkan anak, Ibu tidak perlu mengulang kembali ucapan Ayah beberapa saat atau 30 menit kemudian.
Dalam pekerjaan mengurus rumah
Biasanya nih, para Ibu punya standar sendiri dalam urusan kebersihan rumah, cara mengepel rumah, memilih merek tertentu untuk beras atau minyak, yang kemungkinan bagi Ayah akan lebih mudah jika melakukan dengan caranya saja. Nah, dalam hal ini tentu Ayah boleh memberikan pendapat tentang caranya melakukan sesuatu. Ibu juga perlu belajar lebih fleksibel dalam menentukan standar rumah. Semua masih bisa dibicarakan bersama untuk mencapai kesepakatan.
Dalam hal rekreasi
Tantangannya ada pada keraguan hati, boleh nggak sih, senang-senang sendiri? Ya boleh-boleh saja, kok. Anak sedang dijaga oleh pasangan yang adalah orang tuanya sendiri, bukan? Ada pula, yang selama melakukan ‘me time’ ternyata terus-menerus menelepon untuk mengecek apakah anak sudah tidur, makan, atau mandi. Sebisa mungkin hal ini dihindari, ya. Telepon boleh, kok. Tapi hanya sekadar memastikan situasi aman, untuk bilang I love you atau I miss you saja ya.
Penulis: Dwi Ratih