4 Langkah Menyikapi Perasaan Anak yang Insecure
Perasaan anak adalah salah satu hal yang tidak boleh luput dari perhatian orangtua. Sebagai orang tua, kita diharapkan selalu peka atas apa yang sedang anak alami. Salah satu jenis perasaan anak yang sangat perlu diperhatikan adalah perasaan insecure. Pada anak-anak, tentu tidak mudah mengidentifikasi dan memahami jenis perasaan ini, apalagi bagaimana mengatasinya. Meski orang dewasa pun bisa mengalami insecurity, kita memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengatasinya, sementara anak-anak bahkan tak tahu bahwa mereka sedang merasa insecure.
Menurut American College of Psychiatrists melalui laman Hello Motherhood, insecurity pada anak yang umum terjadi adalah rasa malu. Rasa ini ditandai dengan rasa rendah diri, mulai menarik diri dari lingkungan sosialnya, dan perasaan canggung. Contohnya adalah, perasaan anak seperti ini ditandai dengan ia yang acap kali merasa tidak aman dalam situasi baru. Berikut ini ada 4 hal utama yang perlu Ibu lakukan untuk menanggapi perasaan anak yang insecure :
Menyiapkan diri untuk meghadapi situasi baru
Seperti yang sudah disebutkan di atas, hal paling nyata dan terlihat tentang perasaan anak yang inscure adalah saat anak berada di lingkungan baru dan merasa malu atau canggung kemudian ia langsung menarik diri dari lingkungan tersebut. Dalam hal ini, orangtua harus benar-benar peka kemudian dapat memberikannya pemahaman yang dapat dimengerti oleh anak. Lakukan saat Ibu dan si kecil sedang berada di lingkungan tersebut, bila tak cukup berhasil saat itu, jangan berhenti hanya sampai situ. Ibu bisa lakukan secara konsisten untuk membuatnya berani lepas dari rasa insecure tersebut.
Menetapkan rutinitas harian
Mengajarkan pada si kecil tentang rutinitas harian ternyata mampu membantu memberikan rasa aman padanya lho Bu. Selain itu, hal ini juga dapat memberikan rasa nyaman pada si kecil saat ia merasa stress. Mulailah dengan mengajarkan anak tentang bagaimana ia harus menyelesaikan tugas-tugasnya secara berurutan sebelum waktunya tidur. Katakan padanya tugas yang ia lakukan harus selesai sebelum waktu tidurnya karena bila waktu tidurnya sudah datang, maka tandanya ia harus selesai, beranjak tidur, dan merasa santai. Tak hanya sebelum tidur, rutinitas dapat membantu mengelola perasaan anak menjadi lebih baik. Ibu dapat menerapkan rutinitas pada si kecil di pagi hari untuk membantu mengurangi atau mengalihkan rasa insecure dan kekhawatirannya, buat ia fokus untuk menyelesaikan tugasnya.
Tenangkan diri Ibu juga ya!
Faktanya, orang tua dengan kondisi perasaan anak yang mudah merasa tidak aman seperti ini justru tak mampu mengendalikan emosi yang ada pada dirinya sendiri. Emosi yang terjadi biasanya adalah perasaan ragu-ragu dan tidak percaya diri pada anak bahwa dirinya dapat mengatasi masalah ini. Sebenarnya yang harus Ibu lakukan untuk menghadapi situasi ini adalah tenang. Ibu tetap bisa berempati atas sikap si kecil, namun Ibu tetap harus disiplin terhadap batasan-batasan yang Ibu terapkan. Konsistensi sangat diperlukan akan hal ini, ulangi kembali apa saja yang telah Ibu lakukan untuk menghadapi rasa insecure-nya, ini dapat membantu si kecil untuk segera memahami apa yang Ibu katakan.
Dengarkan anak Ibu
Terkadang yang paling tepat untuk menghadapi perasaan anak adalah dengan mendengarkan ceritanya, keluh kesahnya, dan apa yang sedang ia rasakan. Lebarkan telinga Ibu, luangkan waktu, dan hadirlah untuk si kecil saat ia sedang butuh cerita. Jangan diabaikan, karena dari situ kita bisa tahu apa yang harus kita lakukan. Ibu yang sering berempati dengan mendengarkan si kecil akan memahami atau menandai perasaaanya. Memberikan nama istilah pada perasaan anak yang sedang ia alami justru akan membantunya menenangkan diri dan dapat membahas apa yang ia takuti atau khawatirkan secara lebih rasional. Ibu harus bisa membantu anak mengatasi rasa tidak amannya, dan jangan sekali-sekali justru mengajarinya menghindar dari masalah yang sedang ia alami.
Contoh mengenalkan istilah dan memvalidasi perasaaan anak adalah seperti berikut:
“Ibu paham kamu takut masuk kelas baru. Rasanya canggung ya? Ibu dulu juga pernah merasakannya.”
Setelah menamai perasaan anak, tak ada salahnya memberinya solusi dengan mengatakan, “Nanti kamu akan bertemu teman-teman baru yang menyenangkan, kamu bisa main bareng sama mereka di sekolah baru. Ibu akan melihat dari jauh. Coba dulu yuk?”
Hindari mengatakan, “Jangan takut sekolah! Ibu udah bayar mahal. Pokoknya kamu harus masuk kelas.”
Bila Ibu membantu menamai dan memvalidasi perasaan anak, maka si kecil akan mulai punya rasa percaya diri bahwa ia tak takut dengan sekolah baru dan teman-teman barunya akan sangat menyenangkan. Sebaliknya, bila Ibu berusaha membuatnya menyangkal rasa insecure-nya, maka ia pergi ke sekolah hanya karena ia harus ke sekolah, tak peduli dia merasa bahagia atau tidak. Caranya bersosialisasi dengan teman juga akan menjadi tak baik, ia bisa jadi pemurung atau menyendiri di sekolah, tapi bisa juga ia akan mengganggu teman sekolahnya.
Selain itu, ada sumber lain yang cukup menarik untuk disimak yang membahas tentang perasaan anak. Melansir dari situs Exploring Your Mind, perasaan anak yang insecure ini akan bereaksi terhadap banyak kemungkinan seperti anak akan mudah merasa sedih, cemas berlebihan, dan bahkan anak bisa menderita penyakit yang lebih serius seperti mengisolasi diri dari lingkungan sosial, depresi, atau bahkan rasa bersalah terus-menerus. Situs ini juga setuju bahwa salah satu solusi yang cukup aman diterapkan untuk si kecil adalah dengan memberlakukan rutinitas untuk membuatnya fokus. Hal ini akan lebih membuat keadaan si kecil stabil, dan nyatanya, stabilitas di tahun-tahun pertama pada kehidupannya adalah hal yang penting.
Pada situs yang sama juga dijelaskan bahwa Ibu harus peka terhadap gejala-gejala yang mungkin diperlihatkan si kecil, berikut rincian gejala-gejala perasaan anak yang insecure:
Kebersihan pribadi yang berubah
Ini dapat terlihat saat anak sudah dapat berkomunikasi dengan Ibu. Misalnya ia sudah lepas dari popoknya dan bisa ke kamar mandi sendiri atau bersih-bersih sendiri. Tapi bila ia tiba-tiba bergantung pada Ibu untuk mengatasi kebersihan pribadinya, maka bisa jadi ia sedang insecure dan melakukan hal-hal yang tak semestinya.
Perkembangan motoriknya kurang memadai
Perasaan anak tidak aman ini dapat juga terlihat dari perkembangan motoriknya, misalnya ia menunjukkan cara jalan yang tak biasa, atau ia menggambar sesuatu yang tak biasanya juga seperti memberi warna-warna yang muram pada gambarnya, menggambar orang atau objek apapun dengan ilustrasi yang sedih, dsb.
Kesehatan dan jam tidur yang berubah atau tak menentu
Jadi Bu, pola makan dan pola tidur si kecil yang seimbang adalah bagian dasar dari perkembangan setiap anak. Jika si kecil tak biasanya susah tidur, sering kesal, sering terbangun karena mimpi buruk, seketika nafsu makannya hilang atau berkurang, muntah berlebihan, atau tidak menggunakan alat makannya dengan baik, maka ini bisa jadi sebuah pertanda bahwa ia sedang insecure atau merasa tidak aman.
Perilaku mereka yang tak menentu dan cenderung buruk
Rasa tidak aman pada anak dapat terlihat saat ia sedang melakukan kegiatan. Misalnya saat ia sedang bermain, ia mungkin menunjukkan minat yang kurang pada mainan kesukaan yang biasa ia mainkan (adanya perubahan radikal pada sikap si kecil saat ia sedang bermain), atau kinerja psikologis si kecil yang menurun.
Perilaku Sosial Soliter yang ditunjukkan si kecil
Perilaku ini diawali dengan sikap anak yang menunjukkan adanya penundaan berlebihan pada caranya berkomunikasi, atau justru ia sedang sering mendramatisir segala sesuatu. Bisa jadi hal ini karena ia sedang dalam kondisi insecure atau merasa tidak aman.
Ketidaksesuaian Emosional (Emosi si kecil tidak stabil)
Bila Ibu menemukan bahwa emosi si kecil tidak stabil seperti anak berperilaku agresif, sering merasa takut akan suatu hal atau keadaan, atau sering kali minta perhatian lebih dengan cara apa pun, maka ini bisa menjadi tanda bahwa anak Ibu sedang merasa tidak aman (insecure).
Mulai sekarang, saatnya kita untuk lebih peka dan memahami perasaan anak yang sebenarnya ya, Bu. Dengan memahami perasaan anak, orangtua akan lebih mudah berkomunikasi dan membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Penulis: Luciana
Editor: Dwi Ratih