5 Dampak KDRT Pada Anak, Hentikan Sekarang Selamatkan Mereka!
Baru-baru ini viral video tentang Ibu yang melakukan KDRT pada anak di stasiun, karena ketinggalan kereta. Ibu muda tersebut tampak memukuli anaknya yang masih balita lantaran kesal, meski sebenarnya sang anak tidak bersalah.
Orang-orang di sekitar Ibu ini sudah mencegah, mengganti uang tiket yang hangus, bahkan mencoba melapor pada petugas di stasiun agar sang Ibu berhenti memukuli anaknya. Tapi anak tersebut terus dipukuli sampai terus menangis.
Kalau sudah menyangkut berita tentang kekerasan pada anak seperti ini, Ibumin pun ikut ngilu dan sedih. Antara galau ingin membantu anaknya, atau memeluk Ibunya yang mungkin punya masalah tak terungkap.
Tapi yang pasti, kasus KDRT pada anak ini jelas ada dampaknya, lho! Bahkan tak jarang bisa menimbulkan trauma masa kecil bagi mereka. Yuk, kenali apa saja dampaknya.
KDRT pada anak
Kasus seperti ini sebenarnya bukan kasus yang pertama terjadi. Hanya saja mungkin jarang terihat di tempat umum, dan kebanyakan orang yang melihat tidak bisa banyak membantu.
Selain faktor keterbatasan melakukan ragam bentuk bantuan, bisa juga karena faktor enggan mencampuri urusan orang lain. Apalagi jika pelaku KDRT pada anak, sedang dalam puncak emosi yang bisa menyambar pada orang lain.
Melansir dari Badan Kesehatan Dunia, WHO, semua jenis kekerasan yang menimpa seseorang di bawah 18 tahun, dikategorikan sebagai kekerasan kepada anak. Data WHO menunjukkan, sebanyak hampir satu juta anak usia 2-17 tahun mengalami kekerasan, termasuk KDRT pada anak, kekerasan seksual, fisik dan emosi.
Bahkan, dijelaskan dalam American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, bahwa KDRT yang terjadi antar orang dewasa dalam rumah tangga, juga memengaruhi anak dan termasuk dalam KDRT pada anak. Meski anak tidak mendapatkan efek fisik dari KDRT orang tuanya, namun mereka tetap terdampak secara psikologis.
Apa saja dampak yang diterima anak ketika mendapatkan KDRT, baik secara langsung maupun tidak langsung?
Dampak KDRT pada anak
1. Perubahan perilaku
Anak-anak selayaknya berperilaku ceria, suka berbaur dengan teman dan penasaran dengan hal baru. Sayangnya KDRT pada anak, membuat mereka menjadi lebih tertutup dan enggan berbaur dengan temannya.
Mereka cenderung menutup diri, dan lebih takut untuk berinteraksi dengan orang baru. Perubahan perilaku pada anak yang mengalami KDRT berbeda sesuai usianya.
Diulas dalam Office on Women’s Health, anak-anak di usia ini akan mengalami beberapa perubahan perilaku, seperti:
- Anak pra sekolah: melakukan hal-hal yang pernah mereka lakukan saat lebih kecil, seperti ngompol, mengisap jempol, suka merengek dan mudah menangis.
- Anak usia sekolah: cenderung menyalahkan dirinya sendiri untuk kekerasan yang ia dapatkan di rumah, menjauh dari teman sebayanya, kehilangan jati diri dan jarang punya teman.
- Anak yang beranjak remaja: suka berdebat dengan anggota keluarga lainnya, terjerumus ke pergaulan negatif, sulit bergaul dengan teman yang positif, bermasalah dengan nilai di sekolah.
2. Mengalami masalah kesehatan
Bukan rahasia lagi kalau stres dan tekanan dapat memengaruhi kondisi fisik seseorang. Anak-anak pun begitu.
KDRT pada anak membuat mereka merasa tertekan dan rentan stres. Anak akan sering mengalami sakit kepala, mual, tidak nafsu makan dan sakit perut.
Bahkan, jangka panjangnya anak rentan mengalami masalah pada jantungnya, obesitas dan diabetes, terlepas dari gaya hidup menjelang dewasa.
3. Kesehatan mental anak terancam
Mengalami KDRT atau menyaksikan KDRT akan membawa anak pada kecemasan berlebih, depresi dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri. Anak juga dapat mengalami krisis kepercayaan diri, krisis kepercayaan pada orang lain, memandang segala hal dari sisi negatif, bahkan bisa juga berujung pada keinginan untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
4. Mengulang memori dan memutar siklus KDRT
Karena KDRT pada anak terekam dalam memorinya sebagai sesuatu yang ‘spesial’, maka ingatan ini akan bertahan dan bisa saja berulang di masa depan. Anak laki-laki yang mengalami atau menyaksikan KDRT, akan berpikir bahwa begitulah seharusnya laki-laki memperlakukan anggota keluarga lainnya, yaitu dengan kekerasan.
Sedangkan anak perempuan yang tumbuh dalam lingkungan KDRT, akan menganggap kekerasan adalah hal normal dan wajar yang terjadi dalam keluarga dan mereka juga mengulang hal ini pada anak-anaknya. Alasannya berkedok mendisiplinkan, namun ini hanyalah sebuah pengulangan KDRT pada anak karena anak-anak lebih lemah dari orang dewasa.
5. Masalah pada otak dan sistem syaraf
Fakta bahwa anak yang mengalami KDRT, lebih sulit menangkap pembelajaran di sekolah bukan hanya semata karena stres dengan tekanan di rumah. Tapi karena KDRT pada anak membuat otak anak mengalami kerusakan dalam perkembangannya, dan berdampak juga pada sistem syaraf.
Ini yang bisa dilakukan jika anak mengalami KDRT
Bila kamu adalah orang lain yang menyaksikan KDRT pada anak, jangan diam saja ya, Bu! Bantu anak yang jadi korban, bantu juga orang tuanya yang melakukan kekerasan.
Anak-anak perlu dilindungi, orang tuanya perlu diedukasi. Lepaskan rasa segan dan tidak enak mencampuri urusan orang lain ketika menyaksikan KDRT pada anak.
Anak punya hak untuk dilindungi dari kekerasan apapun bentuknya. Minta bantuan pada lembaga berwenang untuk memudahkan proses bantuan.
Sedangkan bila kamu adalah pelaku KDRT pada anak, meski dalam tingkat paling rendah, seperti mendisiplinkan anak dengan kekerasan, kamu perlu menyembuhkan lukamu terlebih dahulu. Datangi tenaga professional yang bisa membantu menyelesaikan masalah psikologismu, agar tidak berulang melakukan KDRT pada anak.
Editor: Aprilia