Ibupedia

6 Cara Mengajarkan Anak Sexual Consent Untuk Perlindungan

6 Cara Mengajarkan Anak Sexual Consent Untuk Perlindungan
6 Cara Mengajarkan Anak Sexual Consent Untuk Perlindungan

Dengan semakin meningkatnya kasus pelecehan seksual kepada anak, penting rasanya bagi orang tua untuk mengetahui cara mengajarkan anak perihal sex education yang tepat. 

Mulai dari pengenalan organ intim dan fungsinya, penyebutan nama organ dengan tepat, serta mengajarkan batasan siapa yang boleh dan tidak boleh menyentuh anak.

Sebenarnya, cara mengajarkan anak tentang consent, atau sebutan lainnya adalah izin untuk melakukan sesuatu sekarang, nanti atau tidak sama sekali, pada semua aspek kehidupan. 

Tidak harus selalu soal seksual. Saat anak terbiasa melakukan consent, maka tidak sulit untuk mengajarkan spesifik tentang sexual consent.


Consent adalah sebuah batasan. Anak berhak dimintai izin dan memberi izin untuk melakukan sesuatu. Banyak orang menganggap anak-anak tidak akan mengerti. 

Tetapi justru semakin dini mereka dibiasakan menggunakan consent, maka semakin mudah mereka melindungi dirinya.

Bagaimana cara mengajarkan anak tentang consent? Misalnya, anak dibiasakan meminta izin untuk screen time atau makan snack kesukaannya. 

Saat orang tua bilang iya, tidak boleh, atau nanti saja, orang tua sudah mulai menerapkan consent pada keseharian anak.

Sebaiknya, ini juga orang tua lakukan, seperti, meminta izin anak ketika menyentuh barang miliknya, masuk ke kamar anak, atau menawarkan bantuan saat anak kesulitan mengerjakan sesuatu. 

Kalimat seperti, “Boleh Ibu bantu mewarnai gambar ini?” atau “Boleh Ayah pinjam pensil warna kakak?” adalah contoh penerapan consent dalam keseharian.


Dilansir dari laman Raising Children, sexual consent adalah izin untuk terlibat dalam aktivitas seksual. Tetapi, pada pendidikan seks usia dini, sexual consent tidak selalu berarti langsung mengarah ke aktivitas seksual. 

Pada anak usia 4 tahun ke atas, mereka mulai mengenal bahwa bagian tubuhnya memiliki nama dan mulai penasaran untuk mengeksplorasi tubuhnya.

Di titik ini, orang tua memahami cara mengajarkan anak sexual consent seperti bagian tubuhnya adalah bagian pribadinya. Hanya mereka sendiri, orang tua atau dokter yang sedang memeriksa, boleh menyentuh tubuhnya. 

Orang tua dan dokter pun perlu meminta izin pada anak sebelum menyentuh dan menghargai anak jika anak menolaknya.

Contohnya, jika anak berkata ‘stop’ saat digelitik oleh Ayah atau Ibu, maka Ayah dan Ibu harus berhenti, seperti yang anak katakan. Jika anak sedih atau marah, tawarkan apakah anak mau dipeluk atau tidak. 

Jika anggota keluarga seperti paman, bibi, kakek, nenek atau lainnya ingin memeluk dan mencium anak, tanyakan dulu apakah anak bersedia.

Izin dan batasan-batasan inilah yang diartikan sebagai sexual consent pada anak usia dini.

Awal memulai mungkin akan canggung, ya Bu, Yah. Tetapi kecanggungan ini sebenarnya hanya masalah kebiasaan saja, kok. 

Karena tidak biasa di masyarakat kita mendidik atau melatih anak dengan adanya sexual consent, sehingga saat mulai menerapkannya agak sedikit canggung. Coba beberapa cara di bawah ini, ya.

1. Terapkan Consent Untuk Sentuhan Fisik

Menawarkan untuk memeluk, mencium, dan meminta izin saat memandikan atau membersihkan dirinya saat buang air, adalah contoh sexual consent sederhana pada anak usia dini. 

Ini penting agar anak menyadari bahwa orang tuanya saja meminta izin terlebih dahulu saat menyentuhnya, apalagi jika orang lain yang menyentuh.

Pada kasus baru yang terungkap, seorang Ayah tega memperkosa 3 orang putri kandungnya yang berusia di bawah 10 tahun. 

Ini menjadikan sebuah refleksi bahwa orang tua sekalipun harus meminta izin saat menyentuh tubuh dan daerah privasi anak, agar ketika anak mendapatkan pelecehan seksual bahkan dari orang terdekat, mereka bisa berkata tidak dan menjaga dirinya. Bahkan cara mengajarkan anak perlindungan bisa menyelamatkan anak dari predator dalam keluarga.

2. Ajarkan Anak “Sentuhan Boleh Sentuhan Tidak boleh”

Cara mengajarkan anak tentang sexual consent berikutnya adalah dengan mengenal bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh. Untuk anak yang lebih kecil, sentuhan boleh dan tidak boleh ada lagunya. Jadi orang tua bisa mengajarkan ini melalui lagu. 

Sedangkan untuk anak yang lebih besar bisa dengan diberi pengertian. Sentuhan boleh meliputi kepala, tangan dan kaki. 

Sedangkan sentuhan tidak boleh meliputi bagian tubuh yang tertutup baju dalam ditambah mulut dan pipi. Mintalah anak segera menghindar saat ada yang menyentuh bagian tubuh tersebut lalu bilang pada Ayah atau Ibu.

3. Beritahu anak Siapa Saja Yang Boleh Menyentuhnya


Idealnya, yang boleh menyentuh anak di bagian tertutup tubuhnya adalah orang tua dan dokter yang memeriksa. 

Beri pengertian pada anak bahwa Ayah dan Ibu boleh menyentuh saat membantu memandikan atau membersihkan diri setelah buang air. Dokter yang memeriksa juga boleh menyentuh itupun dengan Ayah atau ibu berada di dekat anak.

Paman, Bibi, Kakek, Nenek, atau saudara jauh harus minta izin dulu untuk menyentuh anak dan tidak bisa asal mencium atau memeluk. 

Ayah dan Ibu juga perlu memberitahu keluarga tentang ini, ya. Sehingga anak akan didukung keputusannya jika menolak dicium, bukannya di-bully. Cara mengajarkan anak tentang sexual consent yang satu ini memerlukan kerjasama dan pengertian dengan keluarga.

4. Ajarkan Alternatif Sentuhan Fisik dengan Orang Lain

Meski tidak bersedia dipeluk atau dicium, anak masih bisa menawarkan alternatif lain pada keluarga yang ingin menyentuhnya. Misal dengan tos tangan (hi five) atau siku.

Cara mengajarkan anak tetap sopan saat menolak sentuhan fisik dari keluarga bisa dengan contoh kalimat: “Jangan cium ya om. Tos aja, yuk,”.

5. Ajarkan Berkata “Tidak”

Dilansir dari laman Parents, kata “tidak” tidak hanya diperlukan anak untuk melindungi dirinya saat ada yang akan menyentuhnya, tapi juga saat temannya berkata “tidak” untuk sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, anak harus menghargainya. 

Misal, ketika temannya berkata “tidak” saat diajak bermain, anak perlu menghargainya dengan tidak memaksanya. Kata “tidak” yang diucapkan orang lain juga sama pentingnya dengan kata “tidak” yang mereka ucapkan sendiri.

6. Jawab Pertanyaan Seputar Seks dari Anak dengan Bahasa Sederhana


Nggak perlu keburu panik, Bu. Saat anak bertanya, pastikan saja Ibu atau Ayah menjawab dengan benar tetapi dengan bahasa yang sederhana. 

Jangan menghindari pertanyaan ini, tapi mintalah waktu untuk mencari jawabannya jika Ayah atau ibu tidak bisa langsung menjawabnya.

Jangan lupa untuk berterima kasih karena anak sudah bersedia bertanya pada Ayah dan Ibu tentang hal ini, dan bukannya mencari tahu sendiri lewat orang lain.

“Oh, Kakak mau tahu soal itu? Jadi memang mulut, pipi, dada, vagina, selangkangan dan sekitar paha tidak boleh sembarang disentuh orang lain. Ibu dan Ayah saja harus minta izin kakak dulu sebelum pegang. Cuma kakak yang boleh menyentuh.”

“Makasih ya Kak, sudah tanya Ibu tentang ini. Nanti kalau Kakak ada lagi yang mau ditanyakan, tanya lagi sama Ibu ya, Nak.”

Cara mengajarkan anak sexual consent ini nggak instan, Bu. Akan membutuhkan waktu bagi anak terbiasa dan benar-benar mengerti. 

Mintalah kerjasama dari guru atau anggota keluarga lain untuk membantu anak melindungi dirinya sendiri saat tidak bersama orang tua. Yes, because it needs a village to raise children.

Editor: Dwi Ratih

Follow Ibupedia Instagram