8 Foto Anak di Media Sosial yang Sebaiknya Tidak Diunggah
Penggunaan media sosial terutama terkait unggahan foto dan data diri anak memang sebaiknya dibatasi. Orang tua, terutama Ibu, memegang peranan penting dalam memonitor hal-hal apa saja yang sebaiknya dibagikan di laman sosial keluarga. Dengan mengawasi secara ketat penggunaan media sosial, maka Ibu akan mengenal lingkaran sosial online si kecil. Banyaknya kasus pelecehan seksual, penculikan, dan cyber bully yang terjadi pada anak-anak, menjadikan pengawasan terhadap penggunaan media sosial anak tidak bisa Ibu abaikan!
Ibu juga harus berhati-hati dengan apa yang Ibu bagikan di media sosial. Kini banyak sekali para Ibu yang dengan senang hati membagikan foto anak secara online agar terhubung dengan orang tua lain atau sekedar menceritakan keseharian si kecil. Meski niatannya baik, Ibu juga harus bertanggung jawab atas penggunaan media sosial dan setiap foto yang Ibu unggah.
Salah satu alasan mengunggah foto di media sosial adalah untuk berinteraksi dengan orang-orang lain di dunia maya. Kadang membesarkan anak sering membuat kita tidak se-mobile dulu lagi. Terlebih jika Ibu harus tinggal jauh dari keluarga. Suasana seperti ini membuat kita berjuang keras setiap hari dan internet bisa menjadi sumber dukungan. Bagi seorang ibu, satu hal yang membahagiakan adalah mengunggah foto anak di Facebook atau Instagram. Membagikan foto dan berinteraksi dengan komunitas online seolah jadi sebuah kebutuhan.
Lebih bijak dalam penggunaan media sosial: jangan sembarangan unggah foto pribadi anak!
Penggunaan media sosial oleh para Ibu dan mengunggah keseharian anak memang semudah memberikan pelukan ke anak. Banyak orang tua membagikan foto anak saat ia ulang tahun, ketika ia mengenakan baju baru, atau manakala ia bereksplorasi di kebun binatang, tapi ada beberapa momen yang seharusnya tidak dibagikan ke publik. Jika Ibu tetap membagikannya, Ibu akan membuat anak merasa malu dan bahkan berpotensi menjadi target predator anak. Aduh, jangan sampai karena kurang bijak dalam penggunaan media sosial malah Ibu mencelakakan anak sendiri!
Berikut adalah foto-foto yang sebaiknya tidak dibagikan ke media sosial untuk melindungi anak dari rasa malu atau bahaya lainnya:
Saat mandi
Foto anak setengah telanjang atau telanjang bulat, seperti ketika ia mandi, jelas bukan untuk konsumsi publik. Apa yang menurut Ibu merupakan momen indah dari si kecil yang usianya 3 tahun bisa jatuh ke tangan yang salah seperti pelaku pornografi anak. Tidak bisa dipungkiri bahwa lelaki dewasa kerap melakukan pelecehan dalam penggunaan media sosial. Tugas Ibu adalah melindungi si kecil dari kaum predator ini.
Saat anak sakit atau cedera
Sebagai Orang tua, menjadi tugas kita untuk melindungi anak, bukan memanfaatkan mereka. Tanyakan pertanyaan ini pada diri Ibu, apakah Ibu ingin seseorang mengunggah foto Ibu ketika Ibu merasa tidak sehat? Pastinya tidak, kan? Gunakan standar ini ketika Ibu memilih mana foto anak yang perlu dan tidak perlu diunggah. Penggunaan media sosial untuk mencari simpati orang terkadang malah membuat anak risih dan malu.
Foto memalukan
Foto anak yang membuatnya malu bisa memberi efek negatif untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Foto yang memalukan tidak hanya menghancurkan kepercayaan antara orang tua dan anak, tapi juga menyebabkan gangguan stres, traumatis, depresi, dan kecemasan ketika anak bertambah besar.
Saat menggunakan potty
Foto anak sedang berada di potty sebaiknya tidak untuk konsumsi umum bila Ibu mempertimbangkan konsekuensinya. Ingat, apapun yang Ibu bagikan secara online tidak dapat Ibu ambil lagi, apakah menurut Ibu, si kecil yang beranjak remaja nanti ingin melihat fotonya yang memalukan saat kecil? Penggunaan media sosial yang bijak juga harus mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang ya, Bu.
Informasi yang bersifat pribadi
Jaga anak tetap aman dengan tidak pernah membagikan nama lengkap, alamat, sekolah, dan info semacamnya secara online. Ibu tidak tahu siapa saja yang mungkin menggunakan informasi ini untuk tujuan yang tidak semestinya.
Foto bersama anak lain
Bila Ibu ingin membagikan foto anak di dunia maya, tidak akan masalah selama fotonya memang layak diunggah. Tapi jangan membuat keputusan ini untuk orang tua lain. Maksudnya, saat anak kita berfoto dengan anak lain, jangan langsung unggah hasilnya ke media sosial. Bisa saja orang tua anak tersebut tidak merasa nyaman ketika wajah anak mereka muncul di media sosial. Jadi pastikan Ibu mendapat izin mengunggah foto anak Ibu bersama dengan anak lain. Penggunaan media sosial yang baik adalah mengutamakan consent bersama, jangan pernah memutuskan sesuatu secara sepihak.
Foto yang menyebabkan anak di-bully
Pikirkan bagaimana mengunggah foto tertentu secara online bisa berdampak pada anak di sekolah. Misalnya, foto yang menunjukkan kelemahan atau rasa takut yang bisa mempermalukan anak dan mempengaruhi kehidupan sosialnya. Terkadang penggunaan media sosial yang kurang bijak malah menjadikan anak bulan-bulanan di sekolah. Jangan sampai anak menjadi meme konyol atau viral di youtube karena kecerobohan Ibu.
Aktivitas yang tidak aman
Ibu membiarkan anak memegang satu gelas minuman beralkohol lalu mengambil gambarnya. Atau Ibu memangku anak untuk memindahkan mobil dari garasi ke jalan, lalu berhenti sebentar untuk menjepret foto diri. Foto di momen yang terlihat tidak berbahaya ini diambil untuk keseruan saja tapi membagikannya secara online bisa menuai kritik.
Inilah pertanyaan yang perlu Ibu ajukan sebelum mengunggah foto anak di media sosial
Satu bagian favorit dari media sosial adalah melihat foto anak-anak yang lucu. Mungkin Ibu salah satu orang yang memberikan “like” tiap kali melihat gambar semacam ini. Berbagi foto anak di media sosial telah menjadi bagian dari keseharian kita, tapi sebaiknya waspadai risiko hacker atau orang asing yang bisa saja memanfaatkan foto Ibu.
Mungkin Ibu termasuk orang yang sering membagikan foto anak di akun media sosial. Tapi tahukah Ibu, ada beberapa situs porno yang mencuri foto anak, mengerikan bukan? Ada beberapa pertanyaan yang perlu Ibu tanyakan pada diri sendiri sebelum mengunggah foto anak ke Facebook, Instagram, atau Twitter.
Apakah saya memberikan contoh yang baik?
Ketika anak bertambah besar dan mulai memiliki akun media sosial, pikirkan contoh yang kita hendak tunjukkan dalam penggunaan media sosial. Bila kita berlebihan membagikan tiap aspek kehidupan kepada followers, lantas apa yang membuat anak berhenti membagikan aspek kehidupan pribadi mereka? Jangan salahkan anak jika suatu hari ia sangat terbuka dalam penggunaan media sosial dan tidak segan menceritakan hal-hal pribadinya karena mencontoh Ibu.
Siapa yang akan melihat foto ini?
Apakah Ibu tahu pasti tiap orang yang terhubung dengan Ibu di Facebook, Twitter, atau Instagram? Apakah Ibu tahu seberapa terlindunginya foto Ibu di dunia maya? Sebelum mem-posting foto anak, periksa privacy setting untuk tiap akun media sosial Ibu.
Apakah saya memberitahukan informasi personal?
Memang wajar jika Ibu mengambil gambar anak saat pertama kali bersekolah, tapi apakah tidak berlebihan memberitahu aktivitas keseharian anak? Penting untuk menghindari menyertakan informasi sekolah atau daycare anak, lokasi dan alamat rumah, atau informasi yang bisa disalah-gunakan oleh orang asing untuk mengakses anak Ibu. Jangan sampai penggunaan media sosial yang terlalu terbuka membuat anak berisiko diculik.
Bagaimana dengan teman-teman anak Ibu?
Ibu mungkin mengira mengunggah beberapa foto anak dan teman-temannya saat pesta ulang tahun adalah hal yang lucu. Tapi penting untuk meminta izin ke orang tua teman-temannya si kecil sebelum mem-postingnya. Ibu tidak tahu bagaimana perasaan orang tua lain jika melihat foto anak mereka beredar di internet. Dengan begitu banyak aplikasi, sangat mudah meng-crop dan menyamarkan wajah bila Ibu tetap ingin mengunggah foto tersebut.
Bagaimana dengan masa depan anak?
Apa yang kita unggah di internet akan selalu tersimpan di sana meskipun sudah kita hapus. Inilah yang perlu kita ingat dalam penggunaan media sosial. Untuk tiap foto yang Ibu unggah, berarti Ibu sudah menciptakan jejak digital anak bertahun-tahun sebelum mereka mampu mengutarakan pendapat. Sebuah penelitian menyebutkan sebanyak 92 persen anak usia 2 tahun di Amerika Serikat sudah memiliki jejak digital ini dan sekitar sepertiganya muncul di situs media sosial dalam 24 jam setelah kelahiran karena orang tua mengunggah foto mereka.
Mungkinkah foto yang Ibu unggah hari ini dilihat oleh calon atasan anak Ibu di masa depan? Pikirkan tentang masa depan anak sebelum Ibu membagikan fotonya.
Apakah Ibu membuat anak merasa malu?
Anak kecil kadang bertingkah konyol. Mereka tantrum dan kadang bersikap tidak rasional. Bila Ibu mengambil gambar anak di salah satu momen ini dan mengunggahnya, Ibu mempermalukannya secara online dan mengundang orang lain untuk melakukan hal serupa. Meski bila anak terlihat sangat lucu ketika menerima time out, pikirkan reaksi foto sebelum Ibu mengunggahnya.
Tak lama lagi anak Ibu akan memiliki teman yang bisa melihat postingan Ibu juga. Anak yang sudah lebih besar tentu ingin ada aturan bagi orang tua tentang apa yang mereka unggah secara online. Apakah postingan Ibu hari ini mempermalukan anak bila temannya melihat fotonya beberapa tahun nanti? Bila ya, sebaiknya cari foto lain untuk di-posting ya, Bu. Bijak dalam penggunaan media sosial berarti mempertimbangkan perasaan anak.
Apakah ada cara lain?
Apakah Ibu membagikan foto anak di media sosial sebagai cara agar teman dan keluarga tahu perkembangan anak? Sebenarnya ada cara yang lebih baik untuk tujuan ini. Mengirim gambar atau menggunakan password pada blog atau google drive bisa jadi pilihan lebih baik. Bisa juga dengan mengirimkannya lewat pesan pribadi, sehingga tidak ada banyak orang yang bisa melihatnya. Jika penggunaan media sosial belum dirasa perlu, maka maksimalkan cara-cara lain yang lebih aman.
Apa yang saya tunjukkan tentang diri saya sendiri?
Foto yang Ibu unggah secara online punya informasi yang berharga bagi pengiklan dan pengumpul data. Jadi bila Ibu mengunggah foto bayi, Ibu dianggap orang yang ingin melihat iklan produk bayi. Ini jadi alasan lain untuk mengecek privacy setting Ibu.
Perhatikan privasi dan risiko mengunggah foto anak dalam penggunaan media sosial
Ketika kita mengunggah informasi secara online, kita tidak bisa menariknya kembali. Meski Ibu bisa menghapus postingan aslinya, Ibu tidak bisa menghentikan orang lain mem-posting ulang. Orang tua perlu lebih berhati-hati membagikan informasi secara online tentang anak mereka. Berbagi informasi berpotensi berbahaya tidak hanya bagi privasi anak tapi juga kondisi mereka secara umum. “Informasi yang Ibu berikan bisa disalah gunakan oleh predator anak, baik pedofil atau situs pornografi”, ujar Dr. Bahareh Keith yang merupakan dokter anak di University of Florida Health.
Satu cara yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah masalah potensial dari penggunaan media sosial adalah bertanya pada anak bila mereka sudah cukup besar dan mengerti. Terutama bagaimana perasaan mereka bila Ibu membagikan informasi tentang mereka, baik berupa rapor, foto, atau informasi lain secara online.
Ada beberapa risiko nyata terkait mengunggah foto anak secara online. Berikut ini 5 alasan kenapa Ibu perlu berpikir dua kali dan lebih bijak dalam penggunaan media sosial:
Anonimitas dan persetujuan
Ketika kita mengunggah foto anak, kita tidak lagi bisa mengontrol identitas digital anak. Apakah aman atau etis mempublikasikan sesuatu tentang orang lain yang belum bisa memberi persetujuan? Ini bisa berdampak pada kehidupan sosial di masa mendatang. Mungkin anak tidak ingin temannya melihat videonya saat bayi sedang tantrum yang Ibu upload di YouTube.
Ini bahkan bisa berdampak pada pendidikan dan karir di masa mendatang. Data di tahun 2012 tentang Kaplan Test Prep untuk penerimaan mahasiswa di 500 institusi akademis menunjukkan:
Sebanyak 27% menggunakan Google+ untuk tahu lebih banyak tentang calon siswa.
Sebanyak 26% menggunakan Facebook untuk tahu lebih banyak tentang calon siswa.
Sebanyak 35% menemukan informasi di Google+ atau Facebook yang berdampak negatif pada lamaran calon siswa.
Persentase di atas terus meningkat, bisa jadi penerima pegawai nantinya akan turut memeriksa akun media sosial anak, jadi apakah tak masalah mengekspos anak tanpa sepengetahuan mereka?
Perusahaan memberi penekanan lebih besar pada reputasi online dan bagaimana perilaku seseorang dalam penggunaan media sosial. Data terbaru menunjukkan hubungan antara newsfeed seseorang dan kemungkinan dipekerjakan sebagai berikut:
75% perusahaan memiliki kebijakan untuk memeriksa reputasi online pelamar
84 persen perekrut menganggap reputasi online akan berdampak pada prosedur perekrutan.
Penyalahgunaan data anak tanpa sepengetahuan Ibu
Apakah Ibu mau foto anak disalahgunakan? Ketika Ibu mengunggah foto anak, Ibu tidak tahu di mana dan di tangan siapa foto ini akan berakhir.
Bila Ibu mencantumkan data seperti tanggal lahir, tempat lahir, nama lengkap anak, atau Ibu tag foto dengan lokasi, anak bisa dengan mudah menjadi korban pencurian identitas.
Ibu membagikan lokasi anak
Meski Ibu tidak aktif melakukannya, telepon dengan GPS dan lacak lokasi yang terintegrasi di foto oleh kamera atau Smartphone membuat sangat mudah mengumpulkan informasi sensitif seperti alamat sekolah, alamat rumah, atau tempat lain yang Ibu tidak ingin diketahui orang yang berniat jahat. Dengan mengunggah foto anak, ia bisa lebih mudah dikenali oleh orang asing.
Ibu dan anak jadi target iklan
Pihak yang berkaitan dengan marketing menggunakan aktivitas Ibu di Facebook atau Instagram untuk menjadikan Ibu target iklan mereka. Jangan sampai karena penggunaan media sosial yang berlebihan, maka informasi Ibu dan keluarga menjadi bahan jualan orang tak dikenal.
Ibu tidak bisa melenyapkan foto yang sudah diunggah
Sekali Ibu mengunggah foto, Ibu tidak bisa melenyapkannya. Foto tetap ada di sebuah server, dan meski bila Ibu memperketat privacy setting, gambar, atau video, sekali dibagikan online, dengan beberapa kali klik oleh keluarga atau teman, unggahan Ibu menjadi properti publik. Terlebih lagi, meski bila Ibu mengunci privacy setting untuk mencegah orang asing melihat foto dan postingan Ibu, ini tidak menghentikan orang lain meng-upload gambar Ibu dan si kecil.
Berikut beberapa aturan dasar yang bisa Ibu ikuti untuk menurunkan bahaya dari penggunaan media sosial:
Pikirkan dengan seksama tentang apa yang Ibu posting. Jangan posting foto, video, atau informasi yang bisa mengganggu anak Ibu saat ini atau mengganggu kehidupan sosial, sekolah, serta karirnya di masa mendatang.
Jangan posting foto bayi, batita, dan anak kecil dalam kondisi telanjang atau setengah telanjang.
Jangan gunakan nama lengkap atau nama asli anak. Gunakan nama panggilan. Jadi nantinya ketika dicari berdasarkan nama di Google, ada lebih sedikit risiko foto atau video anak akan ditemukan.
Apakah anak sudah memiliki identitas digital? Google namanya dan lihat apa yang muncul. Lakukan pengecekan ini secara berkala untuk memonitor penggunaan media sosial oleh orang-orang di sekitar si kecil.
Gunakan password. Hindari nama keluarga, lebih baik password berupa kombinasi huruf dan angka.
Ketika anak bertambah besar, libatkan ia dalam proses mengecek penggunaan media sosial. Tanyakan apakah mereka nyaman bila Ibu membagikan fotonya di komunitas yang terbatas. Biarkan mereka menentukan foto mana yang boleh dibagikan dan mana yang tidak.
Kebanyakan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Flickr memiliki privacy setting custom. Kenali pembaharuan pengaturan secara teratur, dan pastikan jepretan foto Ibu tidak di-tag dan dibagikan.
Lihat kontak di Facebook dan media sosial lain. Apakah Ibu ingin berteman dengan mereka semua? Pastikan Ibu hanya berbagi informasi dengan orang yang juga dekat di kehidupan nyata.
Jangan pernah mempublikasikan atau membagikan foto atau video anak orang lain tanpa persetujuan orang tua mereka.
Matikan layanan lokasi ketika mengambil gambar dari telepon pintar Ibu.
Jangan pernah memberitahukan nama anak disertai tanggal lahir, sekolah, alamat atau nomor telepon.
(Ismawati, Yusrina)