8 Kebiasaan Hidup Sehat yang Bisa Diajarkan kepada Anak
Mengasuh anak bukan hanya perkara menjaga fisik anak agar tidak celaka atau cedera ketika bermain. Lebih dari itu, orang tua memiliki kewajiban untuk membentuk karakter serta kebiasaan anak agar ia tumbuh menjadi pribadi yang positif di kemudian hari.
Jangan remehkan hal-hal kecil yang sering, bahkan setiap hari, dilakukan oleh orang tua karena itu bisa menjadi karakter anak di kemudian hari. Anak-anak sangat memperhatikan semua hal yang terjadi di sekelilingnya, terutama terhadap hal-hal yang orang tuanya lakukan.
Oleh karena itu, jika ibu ingin membentuk anak yang selalu melakukan kebiasaan sehat, maka mulailah menerapkan pola mengasuh anak yang sehat pula. Semakin muda umur anak diajarkan kebiasaan-kebiasaan sehat, maka semakin besar kebiasaan sehat itu berubah menjadi karakter anak yang akan dibawanya hingga dewasa.
Mengajarkan Kebiasaan Sehat Jasmani dalam Mengasuh Anak
Sebagai orang tua, ibu dan ayah memiliki tanggung jawab untuk menurunkan nilai-nilai yang baik sebagai bekal anak di kemudian hari. Namun, jangan harap anak akan menjadi baik hanya karena selalu diperintahkan oleh orang tuanya untuk menjadi baik.
Misalnya, ibu ingin anak tidak buang sampah sembarangan, maka berikan contoh bahwa orang tuanya juga tidak pernah membuang sampah sembarangan. Sekali saja anak melihat ibu atau ayah membuang sampah tidak pada tempatnya, maka ia bisa mempertanyakan nilai yang selama ini ia percaya kebenarannya. Jika ia sering melihat ibu atau ayah buang sampah sembarangan, bukan tidak mungkin anak akan tumbuh menjadi orang yang tidak suka kebersihan, sekalipun orang tuanya selalu mengajarkan (dengan kata-kata) sebaliknya.
Satu-satunya jalan untuk mendidik anak agar melakukan berbagai kebiasaan yang sehat ialah dengan menunjukkan bahwa kebiasaan itu juga dilakukan oleh orang tuanya secara konsisten. Anak adalah peniru yang baik dan orang tua adalah role model pertama mereka.
Berikut 8 kebiasaan sehat secara jasmani yang bisa diajarkan orang tua kepada anak:
Makan sayur
Hampir semua ibu di dunia ini memiliki masalah yang sama ketika ditanya soal pola makan anak, yaitu anak tidak suka sayur! Jangankan memakannya, melihat ada potongan sayur hijau atau wortel dan sejenisnya di atas piringnya saja ia bisa berteriak minta itu segera disingkirkan.
Mengenalkan sayur kepada anak memang merupakan tantangan bagi mayoritas orang tua. Sebagai langkah awal, ibu dan ayah harus terlebih dahulu menunjukkan bahwa orang tuanya suka makan sayur di depan anak berulang-ulang sambil berkata “ibu suka makan sayur nih jadi selalu sehat dan bisa selalu menemani kamu main” atau sejenisnya.
Salah satu trik yang bisa digunakan ialah mencampur sayuran ke dalam olahan makanan lainnya, misalnya ibu membuat nugget ayam homemade dengan campuran bayam. Ketika anak mengatakan bahwa nugget itu enak, jelaskan bahwa di dalam nugget yang ia makan juga mengandung sayuran sambil berkata “sayuran ternyata rasanya enak juga kan? Besok mulai makan sayur ya.”
Trik lain ialah membuat sayur terlihat seperti benda menarik yang berwarna-warni. Misalnya hari ini anak ditawarkan sawi berwarna hijau, besok wortel yang berwarna oranye, lusa diberikan bayam merah, dan seterusnya. Siapa tahu dengan cara ini anak jadi tertarik untuk setidaknya mencicipi rasa sayur tersebut.
Cuci tangan
Kuman ada di mana-mana dan tidak bisa terlihat oleh mata telanjang. Kuman pun bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit diare maupun alergi debu. Untuk itulah anak harus diajarkan untuk mencuci tangannya dengan sabun secara mandiri.
Anak juga harus diajarkan pentingnya mencuci tangan sendiri sebelum dan setelah makan, setelah beraktivitas di luar ruangan, bahkan setelah bermain dengan mainannya di rumah. Pola mengasuh anak yang demikian akan membuat anak terbiasa untuk hidup sehat.
Biasakan sarapan
Mengasuh anak dengan kebiasaan sehat harus dimulai dengan sarapan sehat. Usahakan ibu memilih menu sarapan yang rendah gula dan sarat gizi, seperti sereal maupun roti. Menu sarapan yang bergizi seimbang memiliki banyak manfaat untuk anak, misalnya membuat anak kuat dan cerdas, dapat beraktivitas maksimal karena sudah diisi energi dari sarapan, serta menjauhkan berbagai macam penyakit di kemudian hari seperti diabetes maupun serangan jantung.
Berdasarkan riset yang dilakukan Fakultas Kedokteran Harvard, anak yang jarang sarapan berpotensi mengalami obesitas 4 kali lipat lebih besar dibanding anak yang menjadikan sarapan sebagai kebiasaan sehari-hari, lho!
Beraktivitas di luar ruangan
Tidak semua anak memiliki bakat dalam bidang olahraga, tapi semua anak harus dibiasakan bergerak dan beraktivitas di luar ruangan. Ibu bisa mengasuh anak dengan memilih berbagai aktivitas, mulai dari jalan-jalan sore, bermain di taman, atau melakukan kegiatan olahraga ringan seperti jogging, bermain sepak bola, bola basket, bulutangkis, hingga berenang.
Yang paling penting, jalani aktivitas outdoor ini dengan senang hati maka anak juga akan menikmati saat-saat bermain di luar ruangan ini. Bahkan, mengasuh anak di luar ruangan dengan melibatkannya dalam berbagai aktivitas bisa menjadi kebiasaan baik yang akan tetap dilakukannya ketika dewasa, lho.
Batasi screen time
Mengasuh anak dengan memberikannya gadget merupakan cara termudah bagi orang tua di zaman digital seperti sekarang ini. Lewat gadget, anak bisa bernyanyi, mewarnai, hingga belajar bahasa asing. Sedangkan bagi orang tua, ketika anak memfokuskan pandangan ke layar elektronik, itu bisa berarti waktu me time yang merupakan kemewahan bagi ibu dan ayah manapun.
Meskipun demikian, Asosiasi Dokter Anak Amerika (AAP) hanya menyarankan penggunaan gadget (screen time) pada anak paling lama hanya 1 jam per hari. Jika anak terlalu lama terpapar telepon genggam, mereka bisa berisiko mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti:
performa di sekolah yang tidak maksimal;
menunjukkan kelainan perilaku, termasuk menderita masalah mental maupun sosial;
susah berkonsentrasi terhadap hal-hal di dunia nyata;
kegemukan, bahkan obesitas;
gangguan tidur, termasuk kesulitan tidur di malam hari dan sering terbangun di tengah malam; dan
memiliki waktu bermain yang lebih sedikit dengan teman-temannya.
Perbanyak minum air putih
Tidak ada anak-anak yang tidak menyukai minuman manis, termasuk soda maupun es krim. Sebaliknya, anak jadi tidak terbiasa minum air putih, padahal itu justru baik buat mereka. Ibu bisa membiasakan anak minum air putih dengan ditambah memberi pengertian bahwa minuman manis tidak baik untuk kesehatan tubuhnya.
Meski demikian, ibu tidak usah menjelaskan secara mendetail bahwa kandungan gula dalam soda bisa mengakibatkan obesitas hingga diabetes dan serangan jantung. Sering tawarkan air putih kepada anak, sekalipun ia merengek minta minum soda. Awalnya, anak mungkin tidak senang, tapi jika kebiasaan ini diterapkan dalam pola mengasuh anak setiap hari, lama-kelamaan anak akan terbiasa memilih air putih terlebih dahulu dibanding soda.
Mandi dan gosok gigi minimal dua kali sehari
Kebersihan adalah sebagian dari iman, termasuk menjaga kebersihan badan saat mandi. Tetapi, tidak sedikit anak yang mengamuk ketika orang tua ingin memandikannya. Jangan sekalipun terlintas dalam benak ibu untuk menyerah ya, sebaliknya berikan pengertian kepada anak bahwa mandi merupakan salah satu cara agar badan selalu bersih dan bebas dari kuman penyakit.
Bagi anak-anak yang tinggal di Indonesia dengan iklim tropis, mandi biasanya dilakukan minimal dua kali sehari. Ajarkan juga agar anak mandi setelah beraktivitas di luar ruangan, seperti outbond, bermain lumpur, selesai berolahraga, bahkan setelah kehujanan di jalan.
Jangan lupa juga untuk mengajarkan anak menggosok gigi ketika mandi. Kegiatan ini biasanya dianggap sepele oleh anak maupun orang tua, padahal gigi anak sangat rentan terserang penyakit, terlebih mereka sangat menyukai makanan dan minuman manis. Tanamkan dalam diri anak bahwa menggosok gigi minimal dua kali sehari bisa membuatnya terhindar dari sakit gigi.
Tidur tepat waktu
Kebiasaan tidur yang tidak beraturan bisa sangat berpengaruh terhadap mood anak. Anak bisa sangat cepat rewel dan tidak fokus, serta tidak bersemangat melakukan aktivitas sehari-hari ketika mereka menderita kurang tidur maupun sering terbangun di tengah malam. Untuk itu, disiplinkan jam tidur anak, salah satunya dengan melakukan rutinitas sebelum tidur.
Ibu bisa membuat sinyal yang menandakan anak harus segera tertidur, misalnya menggantikannya baju tidur, memintanya menggosok gigir dan cuci kaki, hingga mematikan lampu kamar. Jika anak sudah cukup besar untuk membereskan tempat tidurnya sendiri, ajari juga kebiasaan ini ya, Bu.
Mengajarkan Kebiasaan Sehat Secara Mental dalam Mengasuh Anak
Bukan hanya pola hidup sehat secara jasmani yang harus diajarkan oleh orang tua, kebiasaan sehat yang memengaruhi karakternya secara keseluruhan juga perlu diasah. Dalam mengasuh anak, ibu bisa memulai untuk mengajarkan 8 kebiasaan sehat yang berguna bagi kondisi mental anak berikut ini.
Membaca
Tahukah ibu bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat literasi paling rendah di dunia? Dari 1.000 orang, hanya satu orang Indonesia yang ternyata suka membaca buku. Ironis, ya?
Nah, ibu bisa berkontribusi mengubah catatan ini dengan menerapkan pola mengasuh anak yang suka membaca dimulai dari usia sedini mungkin, bahkan buku sudah bisa dikenalkan sejak bayi berusia 6 bulan lho. Cukup bacakan buku 5 hingga 10 menit atau sesuai konsentrasi bayi yang memang berbeda-beda. Membaca buku bisa dilakukan ketika santai atau sebelum anak pergi tidur, yang penting kebiasaan sehat ini dilakukan konsisten setiap hari.
Berdasarkan penelitian, membaca buku bisa meningkatkan kepercayaan diri anak, meningkatkan ikatan antara orang tua dan anak, serta memperluas wawasan anak. Untuk menanamkan cinta membaca kepada anak, ajak anak ke toko buku dan biarkan ia memilih sendiri buku yang akan ibu bacakan untuknya. Dengan demikian, anak akan menganggap membaca buku sebagai aktivitas yang menyenangkan, bukan kewajiban.
Suka menghabiskan waktu bersama keluarga
Tips dalam mengasuh anak ini kelihatannya sepele. Sebagian ibu mungkin berpikir, “Mana ada sih anak yang tidak suka menghabiskan waktu bersama keluarganya sendiri?”
Pada kenyataannya, banyak orang tua yang memang memilih untuk menjaga jarak dengan anaknya, atau tidak sengaja menciptakan jurang itu, sehingga anak merasa tidak nyaman ketika harus menghabiskan waktu dengan keluarga. Misalnya, orang tua yang lebih mementingkan pekerjaan sehingga lupa mengajak anaknya bermain, maka jangan heran ketika anak akhirnya lebih suka bermain dengan teman-temannya atau mungkin pengasuhnya.
Untuk menghindari hal ini, ibu dan ayah bisa meluangkan waktu bermain dengan anak minimal 15 menit dalam sehari, tidak peduli sesibuk apapun ibu dan ayah terhadap pekerjaan. Selain itu, ibu dan ayah juga bisa memulai untuk kembali bonding dengan anak lewat sesi makan bersama.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan University of Florida, makan bersama yang dilakukan satu keluarga memiliki manfaat antara lain:
ikatan antar anggota keluarga menjadi lebih erat;
anak-anak memiliki perilaku yang lebih terkontrol;
anak-anak tidak mudah kegemukan maupun obesitas; dan
anak-anak cenderung tidak suka mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang.
Berteman dengan banyak orang
Menjalin persahabatan bagi anak tidak kalah pentingnya dibanding menciptakan bonding dengan keluarga. Bermain dengan teman terbukti mengasah kemampuan anak dalam bersosialisasi, berkomunikasi dengan orang lain di luar orang tua maupun saudara kandungnya, melatih kerja sama, maupun memecahkan masalah.
Ibu juga bisa memberi semangat kepada anak untuk menjalin persahabatan dengan beragam orang dengan berbagai latar belakang untuk memperkaya cara pandangnya tentang lingkungan. Namun, tetap awasi pergaulan anak ya, Bu.
Ajarkan soal uang
Mengasuh anak dengan uang tidak melulu berkonotasi negatif. Orang tua yang sudah memperkenalkan konsep uang kepada anak sedini mungkin justru merupakan pola mengasuh anak yang baik dan banyak direkomendasikan oleh dokter maupun praktisi anak.
Mengajarkan anak arti uang memang bisa dimulai sejak ia berusia 18 bulan. Tanamkan pada anak bahwa memiliki uang bukan berarti bisa menghamburkannya dengan membeli permen atau mainan favoritnya. Sisihkan sedikit uang untuk ditabung dengan cara ibu membelikannya celengan kecil untuk menyimpan uang anak.
Ketika uang di dalam celengan sudah penuh, ibu boleh membebaskan anak dalam penggunaan uang hasil tabungannya tersebut, tapi tidak ada salahnya jika ibu memberi saran ke mana uang itu sebaiknya dihabiskan agar lebih memiliki nilai tambah bagi anak. Kebiasaan positif dalam pola mengasuh anak ini bisa membuat anak lebih menghargai uang maupun benda yang menjadi miliknya sekaligus mengajarkan pada anak mengenai sistem reward and punishment.
Menghormati orang lain
Meski anak cenderung memiliki emosi yang belum stabil, ia sudah bisa diajarkan untuk menahan emosi demi menghargai orang lain lho, Bu. Misalnya, anak bisa diajarkan untuk tidak berkata dengan suara keras kepada orang yang lebih tua seperti kakek dan nenek maupun om dan tante, juga teman-teman sebayanya. Katakan kepada anak bahwa itu merupakan bentuk menghormati orang lain yang harus selalu dilaksanakan.
Tanamkan juga kepada anak bahwa berkata-kata kasar akan melukai perasaan orang lain sehingga itu harus dihindari. Mengasuh anak dengan cara seperti ini akan menjadikan karakter anak lebih santun dan mampu menghargai orang-orang di sekitarnya.
Mengajarkan kesetaraan
Di tengah perang hoaks dan kabar diskriminatif terhadap suku maupun agama tertentu di zaman sekarang, ibu perlu membentengi anak dengan pengertian kesetaraan. Setara dalam hal ini mencakup banyak hal, seperti laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam mengenyam pendidikan, begitu pula kesetaraan dalam bentuk lain, misalnya konsep si kaya dan si miskin, pribumi dengan pendatang, dan sebagainya.
Anak harus diajarkan bahwa semua manusia di dunia ini memiliki derajat yang sama sehingga harus diperlakukan dengan sama adilnya tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongannya. Tidak ada satupun bentuk diskriminasi yang bisa ditolerir.
Belajar menerima kekalahan
Memiliki jiwa kompetitif sangat baik untuk anak. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi yang terbaik di kelas ataupun menduduki peringkat pertama di ajang olahraga. Namun, kadang kala kenyataan tidak sejalan dengan harapan atau dengan kata lain anak gagal mencapai target yang diinginkannya.
Nah, di sinilah ibu bisa menanamkan nilai sportif pada anak untuk menerima kekalahannya dengan lapang dada. Yakinkan anak bahwa kekalahan bukan akhir dari segalanya. Ia bisa bangkit dan mencoba lagi setelah memperbaiki kesalahan yang ia lakukan. Jangan lupa untuk menekankan bahwa ibu dan ayah tetap menyayangi anak terlepas dari apapun hasil yang diraihnya.
Berpikiran positif
Anak-anak bisa merasa sedih karena banyak hal. Ketika hal ini terjadi, ibu bisa mengajarkan anak untuk selalu berpikir positif. Tugas orang tua ialah meyakinkan kepada anak bahwa selalu ada hikmah yang bisa diambil dari segala kejadian, baik itu kejadian menyenangkan maupun tidak mengenakkan bagi anak.
Secara psikologis, selalu berpikiran positif dalam membuat anak selalu percaya diri dan optimistis dalam melihat setiap tantangan yang dihadapinya. Ibu dan ayah perlu menanamkan nilai kepada anak bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kemampuan masing-masing. Jika anak tidak bisa mencapai target, misalnya, di bidang akademis, bangun pola pikir anak bahwa ia pasti bisa berprestasi di bidang lain, misalnya bidang seni atau olahraga.
(Asni / Dok. Freepik)