Ibupedia

Anak Dibully? Menurut Psikolog, Ini yang Perlu Dilakukan!

Anak Dibully? Menurut Psikolog, Ini yang Perlu Dilakukan!
Anak Dibully? Menurut Psikolog, Ini yang Perlu Dilakukan!

Anak di bully temannya, sering menjadi topik hangat di dunia pergaulan si kecil baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Melansir dari laman Stop Bullying, tindakan bullying atau bully adalah sebuah perilaku agresif, yang biasanya terjadi mulai rentang usia sekolah.

Hal ini biasanya melibatkan ketidakseimbangan kekuatan, antara anak yang suka melakukan bully dengan korbannya. Perilaku ini sengaja dilakukan oleh seorang anak, karena merasa lebih kuat dari korbannya.

Namun sayangnya, bila dilakukan berulang kali akan menimbulkan luka psikis yang nyata bagi korbannya. Hubungan antara anak yang diintimidasi dengan korbannya, juga biasanya akan tidak baik dalam waktu yang sangat lama.

Ketika anak di bully temannya, orang tua pasti akan merasa sangat marah, ingin segera menemui anak tersebut, atau bahkan berbicara langsung pada orang tuanya. Tak sering juga orang tua mengajarkan pada anak, agar membalas perbuatan para pelaku bully tersebut.

Benarkan cara ini sudah tepat? Ini dia ulasan langsung dari para ahlinya.

Melihat sisi lain ketika anak di bully temannya, tak perlu gegabah


Anak di bully, saat ini bukan menjadi suatu hal yang baru, ini sudah ada sejak lama bahkan sebelum media sosial berkembang pesat seperti sekarang ini. Beberapa di antara korban bully banyak yang berani melaporkan hal ini pada orang tuanya, tapi tak jarang juga tindakan ini justru hanya menjadi luka terpendam seorang anak yang terus ia bawa hingga dewasa.

Ada banyak cara bisa dilakukan untuk menghadapi anak di bully temannya, salah satunya melihat dari sisi lain terlebih dahulu dan sebaiknya tidak gegabah. Menurut Samanta Elsener, M.Psi., seorang Psikolog keluarga dan anak-anak mengungkapkan, jika orang tua buru-buru bersikap reaktif terhadap situasi bully yang dialami si kecil, justru akan menempatkan anak pada posisi sebagai korban bully.

Ibu perlu mengenali dulu polanya, apakah tindakan buruk yang dialami si kecil ini berlaku hanya sekali atau sudah berkali-kali terjadi. Selain itu, anak-anak perlu diajarkan bagaimana mengatasi masalah atau konflik yang sedang dihadapi oleh temannya, sebelum orang tua memutuskan bahwa anak Ibu memang sedang menjadi korban bully.

Jika diketahui memang tindakan ini sudah mengarah pada psikis anak yang terganggu hingga kekerasan fisik, maka Ibu wajib bertindak dengan mendatangi pihak sekolah terlebih dahulu. Agar sama-sama mendapatkan solusi yang terbaik. Anak di bully temannya bisa menjadi hal yang serius bila tidak segera ditangani, namun jangan gegabah ya!

Mengapa anak melakukan bully dan apa tanda-tandanya?


Melansir dari laman Kids Health, pelaku bully kerap memilih korbannya karena dianggap lebih lemah baik secara emosional atau fisik. Ibu perlu waspada bila anak di bully hingga menyebabkan luka fisik hingga psikisnya.

Keperluannya juga cukup beragam, untuk pengakuan dalam sebuah kelompok, ajang adu kekuatan, atau justru pelaku melakukan bully karena sudah biasa melakukan hal tersebut. Sehingga tidak menganggap itu adalah hal yang akan menyakiti orang lain. 

Biasanya anak- anak lebih mudah mencontoh hal-hal yang sering terjadi di depan mata mereka. Oleh karena itu, dalam lingkungan keluarga juga sebaiknya bebas dari perilaku bullying terlebih dahulu supaya anak tidak mencontohnya.

Beberapa tindakan anak di bully ada yang terlihat secara fisik, namun ada yang sama sekali tidak terlihat tapi tiba-tiba menyerang mentalnya. Melansir dari laman United Nations Childrens Fund (UNICEF), kenali ciri-ciri anak di bully berikut ini:

  • Perilaku anak tampak berbeda atau sering cemas
  • Tidak mau makan atau terlihat murung
  • Tidur sering terbangun
  • Tidak mau melakukan hal-hal yang biasanya ia sukai
  • Terlihat menghindari situasi tertentu (misalnya tidak mau sekolah)
  • Beberapa anak mungkin lebih sering menangis dari biasanya
  • Ada tanda luka pada bagian tubuhnya
  • Terlihat barang-barang miliknya ada yang rusak secara tidak wajar
  • Prestasi akademik menurun drastis
  • Sering minta dijemput saat sudah di sekolah
  • Terlihat lebih suka berada di sekitar orang dewasa, daripada teman sebayanya
  • Sering tantrum atau meltdowns yang tak terduga.

Jika tampak beberapa ciri di atas terjadi pada anak Ibu, maka perlu dibicarakan dengan baik pada anak. Perlu penelusuran lebih jauh lagi, karena beberapa anak di bully ada yang tidak bisa mengungkapkannya dengan cerita yang lantang.

Beberapa anak di bully ada juga yang mengalami ancaman-ancaman tertentu, terutama bila ia melaporkan ini pada orang dewasa. Kenali tipe anak Ibu, dan mulailah merangkulnya dengan kasih sayang agar ia tahu bahwa dirinya juga berharga, serta boleh bercerita apa pun yang sedang ia alami.

Mencegah anak di bully temannya di kemudian hari


Sebagai orang tua, Ibu bisa kok melakukan upaya pencegahan anak di bully temannya. Melansir dari laman United Nations Childrens Fund (UNICEF), berikut ini tips yang bisa Ibu lakukan:

1. Memberi edukasi tentang apa itu bullying

Meski mungkin tidak ada cerita anak di bully, Ibu tetap boleh memberi pengertian mengenai bully ini lho. Misalnya, melalui buku cerita atau cerita-cerita di film yang punya adegan bullying.

Melalui media-media tersebut, Ibu bisa mulai mengajarkan pada anak apa itu bullying dan apa yang harus dihadapi. Beritahu pada si kecil, bahwa yang pertama kali harus dilakukan jika anak di bully adalah memberitahukan hal tersebut pada Ayah atau Ibu.

2. Bersikap terbuka pada anak dan meluangkan waktu

Anak di bully bisa menimbulkan luka psikis yang dalam, bila tidak diatasi sejak dini. Awal mulanya karena tidak adanya keterbukaan antara orang tua dengan anak.

Yuk, mulai dari sekarang orang tua meluangkan waktu sejenak untuk lebih terbuka. Jangan segan mendengarkan cerita anak, karena bisa jadi dalam cerita tersebut terselip sebuah kejadian tentang apa yang sedang ia alami.

3. Ajarkan pada anak perilaku yang positif

Setiap orang tua wajib mengajarkan perilaku positif pada anak, meski ia bukan korban bullying. Perilaku positif ini, akan menghindari si kecil dari perilaku bully dan menumbuhkan rasa saling menghargai yang lebih tinggi pada teman-temannya.

4. Tumbuhkan rasa percaya diri pada si kecil

Semua hal baik dimulai dari lingkungan keluarga terdekat. Oleh karenanya penting untuk selalu memberi contoh hingga memberi asupan positif untuk si kecil, termasuk memupuk rasa percaya dirinya. 

Rasa percaya diri anak-anak akan muncul semakin besar saat berada di lingkungan keluarga yang saling mendukung, penuh cinta, dan tidak ada kekerasan baik fisik maupun verbal.

5. Ajak anak untuk bisa menyelesaikan masalah

Mengajari anak tentang pertahanan diri ketika di bully memang perlu, namun mengajari tentang bagaimana menyelesaikan masalah atau konflik dengan lebih bijak lagi juga diperlukan, lh!. Misalnya, buat diri anak supaya berani speak up kepada pelaku bully bahwa ia tidak suka diperlakukan seperti itu.

Jika tindakan speak up si kecil ini justru malah menimbulkan masalah yang lebih serius, maka pendampingan orang tua tetap perlu dilakukan.

Bagaimana jika anak ternyata seorang pelaku bullying?


Anak di bully temannya memang bukan hal yang baik dan menyakitkan bagi para orang tua. Namun ada yang lebih mengkhawatirkan lagi, bagaimana bila anak Ibu ternyata menjadi pelaku bullying yang sering membuat teman-temannya tidak nyaman?

Melansir dari laman Child Mind Institute, banyak para orang tua yang memberi label anak tukang bully adalah anak yang nakal. Namun sayangnya, label itu belum tentu bisa dipastikan kebenarannya.

Setiap anak memiliki proses yang berbeda dalam berinteraksi dengan teman-temannya. Ketika anak di bully, Ibu harus meneliti lebih jauh dulu mengapa tindakan tersebut sampai terjadi pada anak baru kemudian Ibu bisa memutuskan bahwa si kecil memang korban bullying.

Jamie Howard, PhD, direktur Program Stres dan Ketahanan di Child Mind Institute mengungkapkan bahwa, anak-anak tidak melakukan intimidasi karena mereka adalah anak nakal karena umumnya usia anak-anak masih bisa menyerap seluruh jenis perilaku yang ada. Sehingga, belum bisa dipastikan bagaimana kepribadian anak tersebut.

Jika anak Ibu adalah seorang pelaku bullying, itu bisa menjadi sebuah tanda serius. Karena bisa jadi yang sebenarnya ia sedang mengalami depresi, kecemasan, atau kesulitan mengatus emosi serta perilakunya. Selain pendekatan melalui keluarga, Ibu bisa juga memanfaatkan layanan tumbuh kembang anak untuk mengenali anak Ibu lebih jauh lagi agar tidak menjadi pelaku bullying di kemudian hari.

Editor: Aprilia