Ibupedia

Awas, Ini Dampak Buruk Mendiamkan Pasangan Saat Bertengkar

Awas, Ini Dampak Buruk Mendiamkan Pasangan Saat Bertengkar
Awas, Ini Dampak Buruk Mendiamkan Pasangan Saat Bertengkar

Mendiamkan pasangan atau silent treatment menjadi hal yang cukup sering dilakukan seseorang saat sedang bertengkar. Tidak sedikit orang menganggap cara ini sebagai jalan pintas agar masalah cepat selesai. Alasan lain orang mendiamkan pasangan biasanya karena ingin memberi pelajaran kepada pasangannya tersebut setelah ia melakukan kesalahan. Harapannya saat pasangannya merasa diabaikan, ia akan mengakui kesalahannya dan meminta maaf.

Hati-hati jika Ibu atau Ayah termasuk orang yang sering melakukan silent treatment. Ini karena silent treatment bisa jadi salah satu bentuk kekerasan emosional tanpa kita sadari. Jika mendiamkan pasangan dilakukan sebagai bentuk trik manipulasi, mengontrol situasi, “menghukum” pasangan, membuat pasangan merasa bersalah, dan menghindar dari tanggung jawab, bisa jadi itu merupakan bentuk kekerasan emosional (emotional abuse).

Sebenarnya, mendiamkan pasangan tidak selalu buruk. Artinya, ada sebagian orang yang memilih diam saat sedang bertengkar karena ingin mengambil waktu untuk introspeksi, memikirkan cara yang tepat untuk meluapkan perasaannya, atau memang menghindari terjadinya masalah yang lebih besar.

Silence vs Silent Treatment

Banyak dari kita mungkin sering mendengar kalimat “diam itu emas”. Tapi dalam hubungan pernikahan, frasa itu mungkin tidak selamanya benar. Mayoritas psikolog sepakat bahwa itu tergantung situasi. Seperti dikutip dari Very Well Mind, diam akan menjadi “emas” jika memang dilakukan agar suasana tidak menjadi semakin panas, atau yang tujuannya untuk saling introspeksi supaya dapat berdiskusi di waktu selanjutnya yang lebih tepat.

Ada juga orang yang memilih diam sebagai upaya untuk melindungi diri dari hubungan yang toxic dan abusive. Di situasi ini, ia yang notabene adalah korban, tahu jika bicara hanya akan memperburuk keadaan dan membuatnya semakin disiksa, walaupun pelaku kekerasan mungkin memintanya. Diam seperti ini bisa jadi adalah cara terbaik yang bisa dilakukan seseorang ketika terjebak dalam perilaku kekerasan.

Lain halnya kalau diam dilakukan dengan sengaja untuk menghindar sepenuhnya dari masalah. Orang yang melakukan silent treatment biasanya ingin menguasai situasi dengan memanipulasi perasaan korban. Korban jadi kerap merasa tidak berharga, tidak dicintai, terluka secara batin, frustasi, bahkan marah. Ia tidak memiliki kesempatan untuk menyelesaikan masalah, berkompromi, dan mengungkapkan perasaannya. Lebih bahaya lagi jika pelaku memang hobi mendiamkan pasangan setiap kali ada masalah. Jika dibiarkan terus-menerus, perilaku ini dapat “menggerogoti” sebuah hubungan dan menimbulkan masalah yang lebih besar.

Seperti dilansir dari laman Medical News Today, diam dapat digolongkan sebagai bentuk kekerasan emosional jika:

  • Tujuannya untuk menyakiti korban dengan sikap diamnya;

  • Perlakuan diam itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama;

  • Sikap diam hanya akan berakhir berdasarkan keputusan pelaku;

  • Pelaku berbicara pada orang lain, tapi tidak dengan pasangannya;

  • Pelaku mencari aliansi dari orang lain;

  • Sikap diam digunakan untuk menyalahkan pasangan dan membuatnya merasa bersalah; dan

  • Pelaku diam untuk memanipulasi dan untuk menekan pasangannya agar berubah.

Dampak Buruk Suka Mendiamkan Pasangan

  1. Dapat menyebabkan stres bahkan depresi

    Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, korban dari silent treatment dapat merasakan berbagai macam emosi yang luar biasa. Perasaan ini datang karena ia diabaikan. Dikutip dari laman Lifehack, para korban mungkin mengalami depresi, kemarahan, frustrasi, perasaan gelisah, merasa ditolak, merasa bersalah, kesepian, putus asa, dan lain sebagainya. Perilaku mendiamkan pasangan jika sering dilakukan juga akan mendatangkan trauma emosional pada korbannya karena ia merasa diremehkan dan dianggap tidak berharga.

  2. Dapat meruntuhkan harga diri korban

    Kebiasaan mendiamkan pasangan tak ubahnya seperti mengucilkan atau mengusir seseorang dari ruangan tanpa sepatah katapun. Perlakuan ini dapat berdampak pada kondisi psikologis korbannya. “Permainan” emosi itu jika intens dilakukan terutama ketika pasangan sedang bertengkar akan meruntuhkan harga diri korbannya. Ia akan merasa stres, sedih, tidak memiliki kendali, dan dalam jangka panjang akan berdampak pada kondisi mentalnya.

  3. Berdampak buruk pada kondisi fisik

    Mendiamkan pasangan termasuk cara buruk penyelesaian masalah, karena selain berdampak secara mental, perilaku ini juga membawa efek buruk pada kondisi fisik korbannya. Pada otak manusia, terdapat bagian yang dapat mendeteksi berbagai level rasa sakit, namanya anterior cingulate cortex. Bagian ini akan aktif ketika seseorang menerima silent treatment.

    Pada saat orang diabaikan, otaknya akan mengirim sinyal bahwa mereka mengalami sakit fisik. Gejala yang muncul dapat berbeda-beda, mulai dari sakit kepala, diare, atau sembelit. Jika terus berlanjut, korban juga sangat mungkin mengalami penyakit yang lebih serius, seperti gangguan makan, diabetes, tekanan darah tinggi, jantung, pembekuan darah, disfungsi ereksi, masalah usus, bahkan kanker.

  4. Memicu perubahan perilaku korbannya

    Dampak lain dari mendiamkan pasangan adalah munculnya perubahan pada perilaku korban. Orang yang didiamkan akan dibiarkan menebak-nebak diri sendiri dan orang lain. “Apakah semua karena salah saya?”, “Apakah saya mengganggu?”, “Apakah dia sudah membenci saya?”, dan berbagai pertanyaan lainnya. Korban diseret dalam situasi yang membuatnya meragukan diri sendiri. Perilaku korban sangat mungkin jadi berubah 180 derajat, sehingga berpengaruh juga pada hubungannya dengan orang lain di lingkungannya.

  5. Bisa menghancurkan sebuah hubungan

    Terus-terusan mendiamkan pasangan akan menjadi bom waktu yang suatu hari bisa meledak. Artinya, jika tidak ada perbaikan, silent treatment dapat merusak hubungan. Masing-masing pasangan mungkin merasa masalahnya ada pada pasangannya, alih-alih berkomunikasi satu sama lain, mereka menunggu pasangannya mengakui kesalahan dan meminta maaf. Silent treatment juga kerap membuat orang merasa lebih punya power dibanding pasangannya, padahal yang terjadi justru sebaliknya. Mendiamkan pasangan dapat mengurangi keintiman, rasa percaya satu sama lain, dan dapat menimbulkan kecemasan. Semakin dipupuk, silent treatment akan semakin menghalangi kemampuan orang untuk berkomunikasi secara efektif.

    Masalah adalah sesuatu yang sulit dihindari dalam sebuah hubungan. Namun, mendiamkan pasangan bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikannya, apalagi jika tujuannya untuk menyakiti pasangan. Daripada harus mendiamkan pasangan, cobalah cara lain yang tentunya lebih bijak untuk mengakhiri pertengkaran, seperti cara-cara di bawah ini.

Cara Menyelesaikan Permasalahan dalam Hubungan

  • Utarakan perasaan dimulai dengan pernyataan “Saya…”

    “I” statement atau I messageatau pernyataan yang diawali dengan kata “Saya…” dapat membantu orang memahami perasaan pasangannya. Misalnya, “Saya/Ibu/Ayah merasa sakit hati dengan kalimatmu barusan. Saya/Ibu/Ayah ingin kita membicarakannya baik-baik”. Jenis pernyataan ini fokus pada perasaan si pembicara.

    “I” statement merupakan kebalikan dari “You” statement, yang biasanya berfokus pada kesalahan si lawan bicara. Biasanya “You” statement hanya akan membuat suasana semakin keruh karena salah satu pihak merasa dituduh dan dipojokkan.

  • Jika pasangan sudah mengutarakan perasaannya, akui dan hargai perasaan tersebut

    Saat pasangan mengakui perasaannya, walaupun ia berkata sedang marah, akui emosinya tersebut. Ibu atau Ayah dapat mengatakan, “Iya, saya tahu kalau kamu sedang marah”. Dengan validasi itu, ia jadi tahu kalau perasaan mereka penting dan merasa dihargai, sehingga bisa membuka jalan untuk percakapan yang lebih terbuka. Namun, bila pasangan merespons dengan cara mengancam, melecehkan, bahkan menggunakan kekerasan, penting untuk menjauhkan diri dari situasi tersebut sampai ia tenang. Kalau perlu, temui dokter, terapis, psikolog, atau kerabat yang dapat dipercaya untuk mendapat bantuan.

  • Meminta maaf atas kata-kata atau tindakan yang menyakiti pasangan

    Setiap pertengkaran akan lebih mudah berakhir jika salah satu pihak yang terlibat mengakui kesalahannya dan bersedia minta maaf. Buang jauh-jauh perasaan gengsi karena hanya akan memperlama masalah. Namun, jika kamu sudah meminta maaf tapi pasangan masih memilih diam, sebaiknya hindari memohon-mohon atau menyalahkan diri sendiri, karena bisa jadi itu adalah taktiknya memanipulasi perasaanmu.

  • Tetap tenang dan atur waktu untuk menyelesaikan masalah

    Terkadang, seseorang mungkin perlu diam terlebih dahulu karena situasi sedang panas-panasnya. Ia mungkin bingung untuk mengatakan sesuatu karena takut memperburuk situasi. Dalam kasus ini, akan sangat membantu jika setiap pihak yang terlibat meluangkan waktu menenangkan diri sebelum kembali berkumpul untuk membahas masalah dengan kepala dingin.

Silent treatment tidak hanya bisa dilakukan seseorang kepada pasangannya. Perilaku ini juga bisa terjadi dalam hubungan antara orangtua dan anak, sesama teman kantor, atau bos dan karyawan.

Penulis: Darin Rania
 Editor: Dwi Ratih

Follow Ibupedia Instagram