Ibupedia

Bicarakan 7 Hal Ini Agar Lebih Siap Jika Pasangan Meninggal

Bicarakan 7 Hal Ini Agar Lebih Siap Jika Pasangan Meninggal
Bicarakan 7 Hal Ini Agar Lebih Siap Jika Pasangan Meninggal

Hidup selalu membawa kejutan yang tidak bisa disangka apa bentuknya. Bisa sesuatu yang menggembirakan yang memukul telak. Kematian orang terdekat salah satu dari kejutan hidup. Kematian dapat menjadi sebuah pukulan bagi mayoritas orang yang mengalami kehilangan.

Pernahkah terpikirkan jika pasangan meninggal lebih dulu? Hal pertama yang terlintas dalam pikiran Ibu mungkin adalah ‘ngeri’. Belahan jiwa yang telah berbagi bermacam rasa, kondisi, dan pengalaman berumah tangga pasti sudah amat melekat di hati. Merelakannya pergi pasti akan sulit untuk dilakukan.

Tetapi apakah dengan keadaan pasangan meninggal dunia, seketika dunia terhenti? Tentu tidak. Apalagi jika ada anak-anak yang masih sangat butuh diperhatikan. Berlarut dalam kesedihan bukanlah hal yang baik, sebesar apa pun rasa kehilangan yang dimiliki. Karena hidup masih harus terus dijalani, maka kematian pasangan tidak bisa dijadikan alasan untuk berhenti berusaha dan melanjutkan hidup. Rumah tangga harus tetap dijalankan dan anak-anak perlu diurus.

Agar tidak hilang arah karena tidak tahu harus berbuat apa saat pasangan meninggal, kita perlu melakukan persiapan. Dalam hal ini, bukan berarti Ibu berharap suami meninggal lebih dulu atau sebaliknya ya. Usia manusia tidak ada yang tahu. Tetapi persiapan juga bukan hal buruk untuk dilakukan. Bicaralah dengan pasangan tentang segala kemungkinan yang terjadi. Lantas, apa saja sih yang sebaiknya Ibu dan Ayah persiapkan untuk menghadapi kemungkinan ini? Mari simak penjelasan berikut:

  1. Ajak Pasangan Ngobrol Serius

    Pasangan perlu diajak memetakan kemungkinan yang terjadi di masa yang akan datang. Kemungkinan pasangan meninggal pasti ada dan penting untuk dikoordinasikan bersama tentang hal-hal apa saja yang harus dilakukan jika salah satu pasangan meninggal. Obrolan ini harus mencakup segala aspek. Mulai dari finansial keluarga, hubungan dengan keluarga dan tentang anak-anak.

    Bila pasangan enggan membicarakan ini, bujuklah dan beri pengertian bahwa saat pasangan tidak ada nanti, yang masih hidup butuh tetap mengurus rumah tangga dan anak-anak. Artinya peran yang biasanya dilakukan 2 orang nantinya hanya akan dilakukan oleh 1 orang. Maka penting untuk membicarakan hal ini agar kehidupan setelah pasangan meninggal bersama anak-anak tetap stabil.

  2. Bicarakan tentang Utang (Jika Ada)

    Masalah keuangan haruslah menjadi masalah yang tidak ditutup-tutupi. Ada atau tidaknya kemungkinan pasangan meninggal bukan menjadi alasan bahwa hal ini harus ditutupi. Selain karena faktor kejujuran terhadap pasangan, membicarakan utang piutang dapat memengaruhi pengaturan keuangan rumah tangga. Jika ada yang ditutupi, maka akan timbul rasa saling curiga tentang ke mana perginya uang selama ini.

    Nah, fungsi dari membicarakan utang piutang ini adalah agar jika pasangan meninggal, pasangan yang hidup bisa memperkirakan pembayaran utang setiap bulannya. Apalagi jika ada ikatan utang atau cicilan dengan lembaga tertentu yang memiliki sanksi dan tindakan penagihan keterlambatan yang ekstrim. Alangkah lebih baik lagi jika bisa melunasi utang sesegera mungkin agar tidak mewariskan utang pada pasangan dan anak-anak.

    Buatlah sebuah daftar utang piutang jika memiliki pinjaman lebih dari satu dan atau piutang pada orang lain. Update setiap bulannya agar masing-masing mengetahui berapa besar utang yang tersisa dan berapa banyak nantinya yang harus dilunasi jika salah satu meninggal.

    Kepemilikan utang ini juga berkaitan dengan perjanjian pranikah. Banyak pasangan millennial yang memutuskan untuk membuat perjanjian pranikah terkait dengan utang, pembagian harta (gono gini dan pendapatan pribadi), hingga kemungkinan berpisah (baik cerai mati atau cerai hidup).

    Nah, jika saat ini Ibu dan Ayah tidak memiliki perjanjian pranikah, kalian tetap bisa membuat sebuah perjanjian resmi di notaris di tengah pernikahan. Perjanjian ini bisa dibuat sesaat sebelum salah satu pasangan mengambil utang dalam jumlah besar ke lembaga mana pun. Sehingga jika nanti pasangan meninggal, utang tidak diwariskan pada yang ditinggalkan.

  3. Belajarlah Tentang Apa Pun yang Pasangan Kuasai

    Setiap pasangan memang tidak serta merta harus menguasai sepenuhnya bidang yang ditekuni oleh pasangannya. Tetapi tentu akan sangat membantu jika istri bisa menguasai cara mengelola saham atau memahami pola investasi keuangan lain yang biasa suami lakukan. Hal ini juga penting dilakukan apaagi bila istri termasuk dalam kelompok yang tidak begitu menguasai teknologi. Maka hal-hal yang berkaitan tentang persiapan keuangan yang tengah dikelola suami, alangkah baiknya jika istri mempelajari sejak dini. Malah lebih baik lagi kalau dikelola berdua, sehingga istri bisa lebih paham dan tidak panik saat harus mengurusnya nanti setelah suami meninggal.

    Di lain sisi, suami juga butuh mempelajari segala yang dikuasai istri. Termasuk dalam urusan domestik rumah tangga dan urusan anak-anak. Sebenarnya, hal seperti ini tidak hanya berguna saat salah satu pasangan meninggal. Tapi juga jika salah satu pasangan harus pergi bekerja beberapa hari, atau saat salah satu membutuhkan me time. Jika Ibu melakukan me time untuk relaksasi, Ayah tentu perlu cakap menggantikan Ibu dalam mengurus anak-anak. Urusan jadwal makan, kebersihan si kecil, sampai jam tidur dan menemani bermain harus bisa ditangani oleh setiap pasangan.

    Terlepas dari pentingnya belajar kecakapan masing-masing pasangan, bila tidak memungkinkan, Ayah maupun Ibu bisa mencari orang lain untuk membantu menyelesaikan apa yang tidak bisa dilakukan. Misal, jika istri meninggal, suami tidak cakap memasak dan mengurus anak-anak, maka mempekerjakan pengasuh bukan hal yang salah. Sedangkan jika suami meninggal dan istri tidak memahami cara memperbaiki busi motor yang rusak, masih ada bengkel yang bisa menanganinya.

  4. Membuat Surat Wasiat

    Surat wasiat di sini bukan hanya tentang pembagian harta. Surat wasiat yang dibuat sebaiknya berisikan rincian kepemilikan aset dalam bentuk apa pun dengan nilai dan cara pengelolaannya. Selain itu, pesan-pesan lain seperti aset A akan disumbangkan atau aset B sebaiknya dijual setelah pasangan meninggal juga harus dirinci. Jika pasangan memiliki kebiasaan baik seperti berdonasi setiap bulan dengan jumlah tetap ke lembaga tertentu atau kepada orang yang membutuhkan, hendaknya juga dituliskan.

    Segala kebiasaan baik yang dilakukan pasangan bisa tetap dilanjutkan meski nanti ia tiada. Surat wasiat harus selalu di-update seiring jumlah keuangan yang berubah juga. Jangan lupa membuat salinannya juga untuk berjaga-jaga. Surat ini disimpan di tempat yang kedua belah pihak ketahui dalam keadaan tertutup. Tetapi jika sejak awal sudah tidak ada lagi rahasia termasuk dalam keuangan, maka tentu pasangan sudah mengetahui besaran nilai investasi yang disimpan.

  5. Membuat Daftar Dokumen Penting

    Laman bcrwealth.com menjelaskan beberapa dokumen penting yang harus dituliskan dalam bentuk daftar dan dokumennya disimpan dalam satu map folder. Letaknya harus diketahui oleh suami dan istri serta satu lagi orang kepercayaan.

    Orang ini nantinya akan berperan sebagai pemegang dokumen hanya jika yang meninggal adalah keduanya, suami dan istri. Sehingga dokumen dapat diamankan dan dana untuk anak-anak dapat dikelola. Daftar dokumen tersebut antara lain:

    • Dokumen identitas, seperti Akta Kelahiran, Buku Nikah, Ijazah.

    • Surat Wasiat

    • Asuransi (bila ada), tercantum ketentuan-ketentuan asuransi, jumlah premi per bulan dan jatuh tempo pembayaran, kontak asuransi terkait pencairan dana kematian atau pendidikan, dll.

    • Surat tanah atau kepemilikan properti lainnya, termasuk surat-surat yang bersangkutan dengan Badan Pertanahan, Izin Mendirikan Bangunan, atau dokumen KPR/KPA serta ketentuan-ketentuan yang mengikutinya.

    • Dokumen Kepemilikan Kendaraan Pribadi

    • Aset berupa barang, seperti perhiasan, logam mulia, dll.

    • Kartu kredit, termasuk jumlah tanggungan dan nilai pembayaran bulanan

    • Akun keuangan, seperti daftar rekening bank, password kartu, password m-banking, nominal harta, dan surat kuasa kepada pihak yang ditinggalkan.

    • Pembayaran pajak, bisa berupa pembayaran pajak kendaraan dan bangunan

    • Daftar pembayaran tagihan bulanan, seperti listrik, air, tagihan kartu kredit, tagihan KPR, tagihan utang, serta biaya bulanan sekolah anak-anak.

    • Akun online, di dalamnya dituliskan akun online yang dimiliki beserta passwordnya, seperti email dan media sosial.

    • Tempat penyimpanan kunci ruangan tertentu, kunci properti lain yang dimiliki, serta daftar pin brankas penyimpanan

    • Kontak orang-orang yang harus dihubungi terkait pekerjaan, bisnis, atau lainnya.

    Setiap daftar dijabarkan sesuai kepentingan dan dilampirkan dokumen terkaitnya.

  6. Pertimbangkan untuk Memiliki Asuransi 

    Memiliki asuransi bukan hal yang salah meski banyak pasangan yang masih ragu. Bisa karena jumlah premi yang cukup besar setiap bulannya atau sulitnya dana dicairkan meski sudah memenuhi kondisi darurat yang disyaratkan. Memilih asuransi juga membutuhkan kecermatan, agar tidak jebol di belakang dan malah rugi.

    Berkonsultasilah pada financial consultant bila perlu untuk memilih asuransi mana yang tepat sasaran dan mudah dalam pencairan nanti saat dibutuhkan. Pastikan asuransi yang dipilih sesuai untuk segala kebutuhan saat pasangan meninggal tiba-tiba. Agar dalam proses pembayaran tidak memberatkan dan tepat guna saat dibutuhkan, memilih asuransi sebaiknya dilakukan dengan kesepakatan bersama pasangan.

  7. Sebisa Mungkin Berbagi Tanggung Jawab

    Berbagi tanggung jawab di sini mencakup segala hal dalam rumah tangga termasuk urusan keuangan. Istri sebaiknya ikut berperan aktif dalam pengaturan keuangan keluarga agar saat suami meninggal, pembagian keuangan urusan rumah tangga tidak perlu kebingungan lagi.

    Nah, suami dalam hal ini juga perlu mengatur pembagian keuangan juga yang bersifat besar dan dalam jangka panjang, seperti cicilan rumah, mobil atau pembayaran utang. Itulah sebabnya penting untuk suami memberikan detail pembayaran, mekanisme pembayaran dan alokasi dana yang dibayarkan setiap bulan pada istri. Agar istri juga mahir mengaturnya meski suami telah tiada.

    Tanggung jawab domestik rumah tangga juga perlu dibagi antara istri dan suami, agar saat salah satu meninggal, pasangan yang ditinggalkan tidak kebingungan mengurus rumah dan anak-anak.

Saat Pasangan Meninggal

Nah, jika langkah-langkah persiapan sudah ada, meski rasa kehilangan sangat besar, paling tidak urusan ekonomi dan jaminan pendidikan anak-anak sudah terpetakan dengan jelas. Lantas, bagaimana jika akhirnya pasangan benar-benar meninggal? Apakah saat itu terjadi pasangan yang ditinggalkan benar-benar siap seperti saat tengah mempersiapkan kemungkinan kematian ini?

Hal pertama yang terjadi saat pasangan meninggal adalah istri atau suami yang terguncang, tidak terkecuali anak-anak jika mereka sudah lebih mengerti. Untuk itu, Ibu atau Ayah bisa coba melakukan hal-hal di bawah ini saat akhirnya telah kehilangan pasangan:

  1. Kuatkan hati dan perbaiki mental yang sedang down

    Air mata memang masih menetes. Tapi tariklah napas dan cobalah untuk tenang. Kuatkan hati dan mulailah untuk memikirkan apa yang harus dilakukan untuk mengurus jenazah pasangan.

  2. Cari bantuan dari keluarga dekat

    Hubungi keluarga dekat. Minta bantuan mereka untuk mengurus pemakaman dan prosesi kirim doa karena di momen ini, Ibu atau Ayah pasti masih lemas dan memilih untuk tidak banyak beraktivitas selain mendoakan pasangan dan mendekap anak-anak.

    Urus juga segala hal yang berkaitan dengan keuangan prosesi menggunakan dana yang sudah dirancang sebelumnya dalam daftar persiapan sebelum pasangan meninggal.

  3. Atur Urusan Pemakaman dan Prosesi Kirim Doa

    Urusan ini juga bisa minta bantuan tetangga atau kerabat ya. Ibu atau Ayah tetap adalah pemegang keputusan. Orang lain yang bergerak. Maka, sebisa mungkin Ibu atau Ayah perlu berpikir jernih.

  4. Bila Ada Anak, tenangkan dan Beri Anak Pengertian

    Beri anak pengertian secara perlahan mengapa Ayah atau Ibu mereka kini terbujur kaku di hadapan mereka. Ceritakan segala hal baik tentang Ayah atau Ibu mereka dan ketenangan usai kematian. Mintalah anak-anak untuk ikut mendoakan agar Ayah atau Ibu mereka tenang.

  5. Tetap Berenergi

    Makan, minum, dan istirahat cukup. Tetap berenergi penting di tengah kabut duka. Menolak makan dan minum hanya akan memperburuk keadaan fisik. Ingatlah bahwa masih banyak yang harus diperhatikan meski pasangan telah tiada.

    Saat prosesi pemakaman dan kirim doa selesai, mulailah untuk pikirkan hal ini:

    • Urus sertifikat kematian: ini penting untuk mengurus segala urusan administrasi yang berkaitan dengan pasangan.

    • Hentikan asuransi dan kartu kredit yang melibatkan nama pasangan meninggal: beritahu pihak asuransi tentang kematian pasangan dan lampirkan beberapa dokumen pendukung. Biasanya akan dibutuhkan surat keterangan kematian sebagai bukti awal. Akta kematian dapat dilampirkan setelah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil telah mengeluarkannya. Lalu hentikan pembayaran asuransi dan urus tunggakan kartu kredit bila ada.

    • Cek kembali daftar yang sebelumnya pernah dibuat bersama pasangan, seperti panduan berapa jumlah dan cara mengelola asset.

    • Ubah status kepemilikan aset yang mulanya diatasnamakan pasangan yang meninggal menjadi diatasnamakan pihak yang ditinggalkan.

Hidup sudah berbeda tanpa pasangan. Tapi bukan berarti berhenti berjalan, bukan? Ibu atau Ayah perlu untuk menyembuhkan diri usai kematian pasangan. Bisa dalam bentuk apa saja seperti liburan atau fokus pada anak-anak misalnya. Tidak perlu takut dicibir orang. Anak-anak membutuhkan ibunya kembali waras saat ayahnya telah tiada, atau sebaliknya. Ibu atau Ayah bisa mencoba hal-hal berikut ini:

  • Buat rencana hidup yang baru, seperti apa yang harus dilakukan sebagai single parent. Keputusan untuk mencari pekerjaan untuk menghidupi anak-anak juga bisa dipikirkan di momen ini bila pasangan yang meninggal adalah tulang punggung keluarga. Memutuskan untuk merekrut pengasuh bagi anak-anak atau asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah juga bisa jadi pilihan alternatif.

  • Sembuhkan diri dengan berbagai cara, entah itu berkonsultasi dengan ahli kesehatan, pergi liburan bersama anak-anak, banyak mendekatkan diri dengan Tuhan, atau bahkan bersosialisasi dengan perkumpulan single parent berdaya.


(Dwi Ratih)

Follow Ibupedia Instagram