Bukan Hal Yang Baik, Yuk Pelan-Pelan Ubah Kebiasaan Orang Tua Memaksa Anak
Punya anak penurut memang jadi impian tiap orang tua, terutama Ibu yang mengurus anak tiap hari. Namun, agar anak jadi penurut memang butuh proses yang panjang.
Apalagi, anak-anak zaman sekarang cenderung lebih kreatif dalam berpikir maupun bertindak. Bikin orang tua jadi lebih sulit dalam mengendalikan tindakan yang dilakukan si kecil.
Mau nggak mau, jadi terpaksa harus melakukan tindakan memaksa anak, deh! Padahal, Ibumin sadar bahwa memaksa anak bukanlah sebuah tindakan yang baik, terutama berkaitan dengan perkembangan psikologi anak.
Lalu apa sih alasan sebenarnya mengapa orang tua tidak boleh memaksa anak? Adakah alternatif cara lain agar kita tak lagi bertindak memaksa anak, yang bisa jadi bikin anak jadi trauma?
Kenali dampak ketika orang tua memaksa anak
Alih-alih menginginkan segala yang terbaik untuk anak-anaknya, tak jarang ini jadi alasan orang tua memaksa anak. Padahal, memaksa anak jelas ada dampaknya, lho Bu!
Apalagi jika mengutip dari Fatherly nggak ada gunanya memaksa anak melakukan segala hal yang ia sendiri tidak menyukainya. Karena, sejatinya bagi orang tua, untuk membuat anak mau melakukan sesuatu yang kita harapkan adalah dengan membiarkan mereka memilih sesuatu yang benar-benar mereka sukai.
Karena, dengan memaksa anak, dampaknya justru bisa membuat anak kehilangan jati dirinya. Ibaratnya, Ibu mungkin akan bangga memiliki anak yang punya prestasi akademik paling baik di sekolah.
Tapi siapa sangka, jika ini merupakan bagian dari ambisi atau sikap otoriter orang tua untuk memaksakan anak berprestasi di sekolah, justru membuat anak jadi kehilangan jati diri. Tanpa sadar, anak malah jadi nggak tahu apa yang sebenarnya mereka inginkan.
Kembali lagi, ini merupakan salah satu dampak karena orang tua memaksa anak, yang mungkin jarang disadari. Bahkan dampak ini, bisa berkepanjangan dan baru disadari anak ketika ia dewasa, lho!
Bukan tidak mungkin juga, hal ini bisa menimbulkan inner child yang terluka bagi anak. Karena, ia tidak diberikan kesempatan untuk memilih apa yang diinginkan. Dampak lain ketika orang tua kerap memaksa anak adalah:
- Anak jadi rentan mengalami low esteem atau rendah diri
- Anak kesulitan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya
- Anak rentan insecure
- Anak jadi nggak bisa menerima kegagalan ataupun kesalahan
- Anak jadi kurang memiliki motivasi, karena menganggap semua sudah diatur dengan apik oleh orang tua
- Anak rentan mengalami masalah pada kesehatan mental
- Anak jadi takut berpendapat
- Anak rentan berperilaku agresif
- Bahkan anak juga kesulitan membuat keputusan sendiri.
Alternatif lain agar orang tua tidak sering memaksa anak
Tanpa disadari, ketika orang tua terlalu sering memaksa anak, bisa jadi ini merupakan bagian dari pola asuh otoriter. Dikutip dari Mom Junction pola asuh otoriter ditandai dengan tingginya tuntutan (ekspektasi) dan rendahnya daya tanggap (pemenuhan keinginan dan minat anak).
Pada pola asuh otoriter, orang tua biasanya hanya berfokus pada kepatuhan, disiplin, dan kontrol, dan hanya memberikan sedikit pengasuhan kepada anak. Jelas, pola asuh ini juga berkaitan dengan perilaku memaksa anak ya Bu.
Tapi, nggak perlu khawatir, sebelum terlambat sebenarnya Ibu masih bisa mengubah kebiasaan memaksa anak ini dengan alternatif cara lain. Mengutip dari Scornavacco hal-hal berikut mungkin bisa mulai Ibu lakukan:
1. Lebih sering mengajak anak untuk bertukar pikiran
Sedikit banyak, membiasakan untuk bertukar pikiran dan mengajak anak berdiskusi ringan, sangat baik untuk perkembangan otaknya termasuk kesehatan mental anak. Nggak ada salahnya untuk mendengarkan pendapat anak, mengenai apa yang ia rasakan, apa yang ia sukai dan tidak ia sukai.
Supaya Ibu makin mengerti apa yang anak inginkan, agar tak lagi melakukan perilaku memaksa anak. Coba ingat-ingat kembali, kapan nih terakhir kali Ibu mengajak di kecil untuk ngobrol santai soal hal-hal yang ia sukai?
2. Hindari terlalu sering menghukum anak
Achivement memang menjadi suatu goal yang memang bikin orang tua cukup bangga. Tapi, ketika suatu hari anak gagal, nggak jarang orang tua malah seringkali menghukum anak.
Padahal, sikap seperti ini justru bikin anak jadi nggak bisa belajar soal kekalahan. Jelas hal ini nggak baik buat perkembangannya mentalnya kelak.
3. Ketimbang memaksa anak, lebih baik lakukan instruksi dengan lembut
Yes! Nggak ada salahnya untuk memberikan instruksi yang lebih lembut, ketimbang memaksa anak dengan nada seperti memerintah. Dalam hal ini, Ibu juga bisa memberikan pilihan.
Misalnya: “Hari ini Kakak mau pakai sepatu yang mana untuk ke sekolah? (berikan pilihan sepatu favoritnya). Yuk, kita pakai bersama dan segera pergi ke sekolah, teman-teman Kakak sudah menunggu untuk bermain bersama.”
Ketika anak sudah melakukan apa yang Ibu mau (dalam hal ini, memakai sepatu), jangan lupa berikan pujian atas perilakunya tersebut ya, Bu. Tapi, jika anak sama sekali nggak mau melakukannya, nggak ada salahnya buat perintah menjadi sebuah game yang menarik.
Contohnya, berlomba bersama orang tua siapa yang paling cepat menggunakan sepatu dan masuk ke dalam mobil. Pada awalnya hal ini mungkin bisa membuat anak marah atau tantrum.
Jangan khawatir ya Bu, Ibu bisa melakukan game ini kembali lain waktu. Penting diingat bahwa, semakin banyak repetisi maka semakin baik.
Kuncinya di sini yang jelas adalah, Ibu tidak mencoba menghentikan perilaku yang tidak diinginkan. Namun, Ibu sedang mencoba mengubah perilaku memaksa anak yang awalnya negatif, menjadi lebih positif dan hasilnya bisa jauh lebih efektif.
4. Hargai tiap keputusan yang dipilih di kecil
Tahukah Ibu? Terlalu sering memaksa anak, ternyata juga bisa membuat anak rentan mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi, lho! Hal ini karena, anak merasa tertekan, akibat tidak diberikan kesempatan untuk punya keputusan sendiri.
Jelas sekali, jika hal ini terus didiamkan, bukan tidak mungkin tumbuh kembang anak juga jadi terganggu. Nah, ketimbang memaksa anak, nggak ada salahnya untuk memberikan ia kesempatan untuk memiliki pilihan.
Jadilah orang tua yang mau mendengarkan dan mendukung keputusan yang anak pilih. Sehingga kesehatan mental anak lebih terjaga dengan baik, dan menghindari anak berisiko mengalami trauma akibat sikap otoriter orang tua dalam memaksa anak.
Yuk, mulai sekarang pelan-pelan ubah kebiasaan kita untuk memaksa anak. Supaya bisa menjadi orang tua yang lebih baik lagi buat si kecil di masa depan.