Gempar Kasus Bullying Di Sekolah Bergengsi, Bagaimana Sebaiknya Sikap Orang Tua?
Pada pertengahan Februari 2024 yang lalu, publik kembali digemparkan dengan kasus bullying di sekolah internasional terkemuka di Serpong, yang melibatkan anak-anak artis. Mereka membully salah satu temannya, yang konon sebagai bentuk arak-arakan ‘selamat datang’, karena sudah bergabung dengan geng mereka.
Kasus ini diungkapkan oleh orang tua korban, yang tidak terima anaknya mengalami trauma hingga luka fisik akibat kejadian bullying di sekolah tersebut. Akibat kasus ini, pihak kepolisian sudah melakukan penyidikan dan menetapkan beberapa tersangka utama.
Siswa lain sebagai saksi, juga ikut mendapatkan sanksi tegas dan dikeluarkan oleh sekolah. Belajar dari kasus bullying di sekolah ini, Ibumin jadi was-was nih Bu.
Karena ternyata, sekolah mahal dan berkualitas sekalipun, nggak menjamin anak-anak kita bisa terhindar dari perilaku bullying di sekolah seperti ini. Tapi, mau nggak mau demi si kecil bisa menuntut ilmu lebih baik, keputusan untuk tidak menyekolahkan mereka di sekolah umum, tentu bukan pilihan yang tepat, bukan?
Tindakan bullying yang makin berkembang
Kalau menurut American Psychological Association bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan. Perilaku ini juga dapat berbentuk fisik, verbal, atau relasional.
Biasanya, anak laki-laki mungkin menindas orang lain dengan menggunakan cara yang lebih fisik. Sementara anak perempuan sering kali menindas orang lain dengan cara pengucilan sosial.
Tindakan penindasan ini telah menjadi bagian dari sekolah, dan bahkan tempat kerja, selama bertahun-tahun. Namun, baru-baru ini, teknologi dan media sosial diklaim cukup berperan dalam menciptakan wadah baru bagi penindasan yang telah memperluas jangkauannya.
Sehingga, saat ini tindakan bullying bisa meluas hingga ke media sosial yang lebih dikenal dengan cyber bullying. Situs web seperti YouTube, Instagram, Tiktok dan Facebook memungkinkan anak-anak mengirimkan pesan penindasan, apalagi kalau si kecil memiliki akun pribadinya sendiri.
Parahnya lagi, beberapa situs, seperti Instagram bahkan telah memiliki layanan yang mengizinkan pesan dibiarkan secara anonim. Wah, semakin menyeramkan ya Bu. Lalu bagaimana sih sebaiknya sikap orang tua menghadapi perilaku bullying di sekolah?
Bullying di sekolah, ini yang perlu dilakukan orang tua
1. Ketahui terlebih dahulu tandanya
Yup! Untuk perilaku bullying di sekolah yang lebih parah layaknya yang terjadi di salah satu SMA di Serpong, orang tua korban mengaku pernah melihat tanda kekerasan fisik di tubuh sang anak berupa sundutan rokok. Namun, untuk di awal kecurigaan orang tua, mungkin bisa melihat perbedaan sikap anak terlebih dahulu.
Dikutip dari Parents kalau menurut Steven Pastyrnak, Ph.D., kepala divisi psikologi di Helen DeVos Children's Hospital Grand Rapids, Michigan, AS, kurang lebih ada dua tanda kemungkinan anak alami bullying di sekolah. Diantaranya adalah:
- Adanya keluhan fisik (seperti sakit perut, serta kekhawatiran dan ketakutan)
- Bersikeras tidak ingin berangkat ke sekolah, sebagai bentuk pertahanan diri untuk menghindari tindakan bullying di sekolah.
2. Tanyakan dan rangkul si kecil
Tentu saja, tanda anak alami tindakan bullying di sekolah ini, tetap perlu penyelidikan lebih dalam untuk mengetahui apa yang melatarbelakanginya. Namun, akan sangat membantu jika orang tua aktif untuk bertanya pada anak, dan merangkul anak agar ia bisa membicarakan kondisi yang ia alami tanpa rasa takut.
Misalnya, dengan mencari tahu siapa saja nama temannya. Orang tua juga harus menjadi pendengar yang baik bagi anak, agar ia bisa lebih nyaman untuk berbagi cerita.
Sebab, membangun komunikasi yang baik harus dimulai jauh sebelum anak-anak mengalami masalah penindasan. Nggak perlu khawatir anak merasa terintimidasi dengan pertanyaan detail orang tua.
Karena, seiring bertambahnya usia anak, mereka memiliki kesadaran yang signifikan tentang hubungan dengan teman sebaya. Hal ini bikin orang tua jadi bisa lebih lugas dalam mengajukan berbagai pertanyaan tentang sekolahnya.
3. Dengarkan, dan kendalikan emosi
Saat anak bercerita, dengarkan baik-baik apa yang mereka sampaikan. Penting agar orang tua mengendalikan emosi, agar si kecil merasa nyaman untuk bercerita
Seringkali, orang tua akan marah atau emosi ketika mendengar kejadian yang tidak menyenangkan terjadi pada anaknya. Akan tetapi, percayalah bahwa anak-anak tidak ingin orang tuanya bereaksi berlebihan.
Si kecil hanya membutuhkan orang tua untuk mendengarkan, meyakinkan, dan mendukung mereka. Anak-anak sering kali enggan memberi tahu orang tua tentang bullying di sekolah, karena mereka merasa malu, atau khawatir orang tua mereka akan kecewa, kesal, marah, atau berperilaku reaktif.
Terkadang mereka juga takut jika pelaku bullying di sekolah mengetahui apa yang mereka ceritakan ke orang tuanya, mereka khawatir keadaan akan menjadi lebih buruk. Beberapa dari mereka juga khawatir, orang tua mereka tidak akan percaya dengan apa yang diceritakan.
4. Beri apresiasi ketika anak berani bercerita
Mengutip dari Kids Health orang tua perlu memberikan apresiasi ketika anak sudah berani bercerita, atas tindakan bullying di sekolah yang mereka alami. Tetap ingatkan anak bahwa mereka tidak sendirian, karena ada banyak orang yang pernah ditindas layaknya seperti yang mereka alami.
Jelaskan bahwa, si kecil tidak bersalah, justru pelaku intimidasi yang berperilaku buruk. Yakinkan mereka bahwa, Ibu dan Ayah sedang berupaya mencari solusi. Agar pelaku bullying tidak kembali melakukan aksinya pada si kecil maupun anak lainnya.
Orang tua juga perlu membantu anak, untuk belajar bagaimana menghadapi penindasan jika itu terjadi. Ajarkan pada mereka untuk tidak membalas, sikap terbaik yang perlu dilakukan adalah menjauh dari situasi tersebut, dan memberitahu guru atau orang tua secepatnya untuk mengatasi tindakan ini.
Jangan lupa, katakan pada si kecil mengenai betapa bangganya Ibu dan Ayah karena ia sudah berani bercerita dan bertahan hingga sejauh ini. Karena keberanian si kecil sangat penting untuk diapresiasi dan dibanggakan, bukan?
5. Bangun kepercayaan diri anak
Apapun tindakan bullying di sekolah yang si kecil alami, orang tua harus selalu berada di dekat anak. Ajak anak untuk terlibat dalam kegiatan yang dapat meningkatkan rasa kepercayaan dirinya, termasuk melakukan hobi, olahraga, atau kegiatan lain yang membuat ia lupa akan kejadian tidak menyenangkan di sekolah.
Ciptakan support sistem yang baik, dari keluarga maupun teman-teman dekat si kecil. Tujuannya tidak lain untuk mengembalikan rasa kepercayaan diri anak. Menjadi orang tua yang suportif seperti ini sangat penting, agar anak merasa tetap memiliki tempat yang nyaman untuk berbagi cerita.
6. Ajari anak cara bereaksi yang benar
Anak-anak harus memahami bahwa pelaku intimidasi memiliki kebutuhan akan kekuasaan dan kendali atas orang lain, serta keinginan untuk menyakiti orang lain. Mereka sering kali kurang pengendalian diri, empati, dan kepekaan.
Orang tua bisa menggunakan strategi berikut, sebagai sebuah reaksi yang dapat diterapkan pada si kecil:
- Ketika seseorang mengatakan sesuatu yang buruk tentang dirinya, ajari anak untuk mengatakan sesuatu yang positif tentang dirinya. Sulit memang, namun demi mencegah tindakan bullying di sekolah, orang tua bisa mengajarkan hal ini pada anak-anaknya sebagai upaya sikap tegas untuk membela diri.
- Ajari anak untuk memberitahu para pelaku bullying di sekolah, bagaimana perasaannya. Ajari mereka untuk melakukan ini dengan suara yang tenang dan penuh tekad. Misalnya, ketika si pelaku mungkin berkata kasar saat memanggil namanya. Ajari anak untuk berani berkata jujur jika tidak suka, si pelaku memanggil namanya dengan istilah kasar.
- Menganggap ancaman sebagai sebuah humor. Ini juga merupakan senjata paling ampuh, untuk mencegah pelaku bullying di sekolah berbuat sesukanya. Karena terkadang, dengan anak bersikap menertawakan ancaman si pelaku, biasanya pelaku malah ingin menjauh dengan sendirinya.
Secara keseluruhan, apapun tindakan bullying di sekolah yang dilakukan oleh pelaku bullying sangat tidak dibenarkan ya, Bu. Kita tidak bisa menghindari kejadian tersebut, karena apapun jenis pendidikan yang diterapkan di sekolah, tindakan bullying masih tetap ada.
Untuk itu, jika si kecil menjadi korban ataupun sebagai tindakan pencegahan, orang tua perlu lebih dekat dengan anak secara mental. Agar kepercayaan dirinya terus terbangun, apalagi anak-anak yang percaya diri kemungkinan besar bisa terhindar dari perilaku bullying di sekolah.