Fenomena Sexting pada Remaja. Orang Tua Harus Apa?
Ayah Ibu tentu sudah tak asing lagi dengan istilah sexting, bukan? Ya, sexting (sexual & texting) merupakan aktivitas mengirim, menerima, atau bahkan berbalas pesan yang bermuatan konten seksual baik itu berupa teks, foto, atau video melalui berbagai perangkat elektronik.
Bagi sebagian orang, sexting bisa jadi media alternatif untuk menuntaskan hasrat seksualnya, terutama pada pasangan yang sedang menjalin hubungan jarak jauh. Tentu aktivitas seksual semacam ini menjadi sangat wajar manakala pelakunya adalah suami istri. Namun, bagaimana jika sexting dilakukan oleh remaja?
Mengapa Remaja Melakukan Sexting?
Derasnya arus digital seperti sekarang ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, kemajuan teknologi telah memudahkan segala urusan manusia. Namun, di sisi lain hal tersebut juga membawa dampak negatif yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Penggunaan smartphone dan perangkat elektronik lain pada remaja dan anak-anak adalah concern penting bagi setiap orang tua. Di sini, Ayah dan Ibu punya peran besar untuk mengontrol setiap aktivitas yang mereka lakukan di dunia maya. Sebab bukan tidak mungkin si ABG yang terlihat “aman-aman” saja ternyata juga menjadi salah satu pelaku atau bahkan objek sexting orang lain.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA Pediatrics bahkan mengungkap sekitar 15% remaja pernah melakukan sexting, dan 27% lainnya pernah menerima pesan berisi konten seksual. Studi tersebut juga menerangkan bahwa frekuensi sexting di kalangan remaja kian meningkat dalam satu dekade terakhir. Tentu akses internet yang kian terjangkau adalah salah satu penyebabnya.
Pertanyaannya adalah, apa yang melatarbelakangi seorang remaja melakukan sexting? Hal-hal apa saja yang memicu maraknya fenomena ini di kalangan para ABG? Masih merujuk pada penelitian yang sama, ahli mengungkapkan bahwa “Masa remaja adalah masa-masa penting ketika seseorang ingin tahu banyak tentang tubuh mereka sendiri, soal ketertarikan pada lawan jenis, serta tentang belajar mengambil risiko.”
Nah, sexting (bagi sebagian remaja) bisa menjadi salah satu cara untuk mengeksplorasi tubuh mereka sendiri sekaligus mengekspresikan rasa tertariknya pada orang lain. Sexting juga umumnya dijadikan media flirting untuk menarik perhatian orang yang disukainya.
Tidak sedikit juga remaja yang memanfaatkan sexting sebagai bentuk komitmen dan pembuktian bahwa ia benar-benar mencintai seseorang.
Sexting pada Remaja: Mengapa Bermasalah?
Masa remaja adalah tahap ketika seseorang masih berusaha mencari jati dirinya. Sexting pada remaja tergolong aktivitas seksual yang berisiko, mengingat usianya yang belum cukup matang untuk berpikir serta mengambil keputusan dengan sadar dan konsensual.
Sexting menjadi makin berisiko karena akan selalu ada bahaya yang mengintai. Ancaman tersebarnya konten seksual (foto, teks, video, dll) yang sudah telanjur dikirimkan kepada si lawan sexting merupakan salah satu konsekuensi yang mesti ditanggung seorang pelaku sexting.
Jika sudah begini, seseorang perlu berhati-hati karena ancaman penyebaran konten seksual bisa berujung pada:
Pemerasan dalam bentuk uang;
Ajakan untuk berhubungan intim;
Dikeluarkan dari sekolah;
Dikucilkan lingkungan;
Stres akibat tekanan sosial dan emosional; dan
Depresi, hingga bunuh diri.
Anak Remaja Ketahuan Sexting. Orang Tua Harus Apa?
Syok dan marah bisa jadi reaksi pertama ketika orang tua mendapati anak remajanya terlibat dalam aktivitas seksual semacam sexting. Hal tersebut sebetulnya wajar kok, Bu. Namun, sebaiknya jangan bereaksi berlebihan karena ini hanya akan membuat anak makin tertutup dan menjauhi orang tuanya.
Lantas, apa saja sih yang harus dilakukan orang tua agar anak-anaknya terhindar dari sexting?
Bicarakan Sejak Awal
Penting bagi orang tua untuk membuka komunikasi dengan anak sejak awal, misalnya pada hari ketika mereka diberi akses untuk menggunakan smartphone, internet, atau perangkat elektronik lainnya.
Manfaatkan momen ini untuk memberi pemahaman kepada anak soal sexting sekaligus pendidikan seksual penting lainnya. Ingat, sampaikan dengan nada yang santai dan tidak terkesan menghakimi ya. Ayah dan Ibu bisa memulainya dengan melempar pertanyaan-pertanyaan seperti:
“Ayah Ibu boleh tahu nggak, biasanya Kakak dan teman-teman suka saling berkirim pesan yg seperti apa sih di smartphone? Ayah Ibu cuma mau memastikan kalau Kakak ada di lingkungan pertemanan yang sehat dan nggak berbahaya.”
“Kak, pernah dengar tentang sexting nggak? Gimana pendapat Kakak soal ini?”
“Kemarin Ibu nonton berita/acara TV yang menayangkan cerita soal remaja yang bermasalah karena suka berkirim chat yang nggak semestinya. Kakak sudah lihat beritanya? Menurut Kakak pantas nggak sih hal kayak gitu?”
Ya, alih-alih mengontrol pembicaraan, berikan ruang kepada anak Ibu untuk mengekspresikan segala pendapatnya. Nah, ini bisa jadi kesempatan yang bagus untuk membuka ruang diskusi dengan anak tentang sexting dan segala konsekuensinya.
Kontrol Emosi
Ketika Ayah Ibu mendapati bahwa ternyata anak sudah telanjur tercebur melakukan sexting, sebaiknya tetap kontrol emosi dan hindari bereaksi berlebihan seperti berteriak, memaki, memarahi, atau memberikan ceramah soal surga dan neraka.
Tetap hargai kejujuran anak. Pahami bahwa sebagai orang tua, Ayah dan Ibu bisa mengerti betapa menyesalnya mereka. Nah, di sini orang tua bisa berperan sebagai penengah membantu anak remajanya untuk menghapus seluruh konten seksual yang ada di dalam ponselnya.
Bila perlu, hubungi orang tua dari anak yang menjadi lawan sexting anak Ibu. Ini penting untuk memastikan jejak digital berupa konten-konten seksual yang sudah dikirim terhapus selamanya.
Buat Kesepakatan dan Batasan
Orang tua memang sepenuhnya memiliki hak untuk memantau media sosial dan gadget anak. Namun, Ayah Ibu juga punya tanggung jawab untuk menghormati privasi si anak. Lalu bagaimana cara agar segala aktivitas digital anak tetap terkontrol?
Jawabannya adalah dengan membuat kesepakatan dan batasan bersama anak. Jelaskan pada anak sejauh mana mereka boleh menggunakan gawainya, aplikasi apa saja yang boleh dan tidak boleh diakses, apa yang mesti dilakukan anak jika mendapati konten-konten yang kurang baik, dsb.
Dengan membuat kesepakatan dan batasan, anak akan lebih mawas diri ketika beraktivitas di dunia digital. Orang tua juga sebaiknya tidak overprotective dan berlebihan mengontrol anak setiap detik karena hal ini justru akan membuat mereka tertekan, dan bukan tidak mungkin makin penasaran mencoba apa yang dilarang ayah ibunya.
Jelaskan tentang Jejak Digital
Ayah Ibu juga perlu memberikan pengertian kepada anak tentang jejak digital dan dampaknya pada kehidupan anak kelak. Jelaskan bahwa jejak digital adalah sesuatu yang takkan pernah bisa dihapus. Menghapus konten (foto atau pesan) juga bukan jaminan bahwa seseorang aman dari dampak negatif yang mengintainya.
Mintalah anak untuk berpikir sejenak sebelum mengirimkan pesan apa pun, terutama yang bermuatan seksual. Jelaskan konsekuensi-konsekuensi apa yang akan diterima anak kelak jika ia tetap mengirim pesan semacam itu.
Beri tahu anak bahwa sexting adalah bentuk pelanggaran terhadap undang-undang pornografi, dan termasuk perbuatan melawan hukum.
Jadilah Teman bagi Anak
Menjadi teman bagi anak adalah cara terbaik untuk membuat mereka terbuka tentang apa pun kepada Ayah atau Ibu, termasuk soal hal-hal privat seperti sexting. Menjadi sahabat bagi anak secara tidak langsung akan menumbuhkan rasa percaya di hati mereka.
Dengan begitu, anak akan berusaha jujur dan terbuka ketika dirinya mendapat pesan-pesan bermuatan seksual yang tidak semestinya. Nah, dari sini orang tua dan anak bisa bersama-sama mencari jalan keluar agar hal serupa tidak terulang kembali.
Bekali Anak dengan Pendidikan Seks
Pendidikan seksual yang tepat akan menghindarkan anak dari segala tindakan yang tak semestinya, termasuk sexting. Ingat, sexting terjadi salah satunya karena anak penasaran dengan hal-hal seputar seksualitas yang mungkin tidak ia dapatkan dari orang tuanya.
Jadi, tugas orang tua adalah memastikan anak mendapat paparan yang cukup tentang pendidikan seks. Kapan edukasi seksual mulai diberikan? Jawabannya: sedini mungkin. Tentunya pemahaman soal seksualitas ini harus disesuaikan dengan usia anak ya, Bu.
Kode dan Emoji yang Sering Digunakan Remaja Saat Sexting
Aktivitas sexting biasanya dilakukan dengan menyertakan kode-kode atau istilah tertentu yang tak banyak dipahami orang-orang. Tujuannya untuk menyamarkan agar pesannya less vulgar dan tidak ketahuan orang tua. Jangan terkecoh, Bu. Dilansir dari Patch, ini dia istilah-istilah umum yang sering digunakan remaja saat sexting.
- 8 – eight/eat. Artinya seks oral
- 9 – Ada orang tua
- 99 – Orang tua pergi
- 143 – I love you
- 1174 – Tempat ketemuan. Temui aku di …
- 420 – Marijuana
- 459 – I love you
- 53X – Sex
- ADR – Alamat
- ASL – Age/Sex/Location
- CD9 – Code 9 (ada orang tua di rumah)
- C-P – Sleepy (Ngantuk)
- F2F – Face-to-Face
- GNOC – Get Naked On Cam (Telanjang di depan kamera)
- GYPO – Get Your Pants Off (Buka celanamu, dong)
- HAK – Hugs And Kisses (Peluk dan cium)
- IPN – I’m Posting Naked (Aku kirim foto telanjang ya)
- IWSN – I Want Sex Now (Aku lagi pengen berhubungan seks)
- KOTL – Kiss On The Lips (Cium bibir)
- KPC – Keeping Parents Clueless (Jangan sampai orang tua tahu)
- NIFOC – Nude In Front Of The Computer (Telanjang di depan webcam)
- PAL – Parents Are Listening (Ayah Ibu denger)
- PAW – Parents Are Watching (Ayah Ibu melihat)
- PIR – Parent In Room (Ada ayah ibu di sini)
- Pron – Porn
- P911 – Parent Alert (Duh, ketahuan orang tua)
- Q2C – Quick To Cum (Hampir ejakulasi)
- RU/18 – Are You Over 18? (Usiamu sudah 18 tahun belum?)
- RUH – Are You Horny? (Kamu horny nggak?)
- SUGARPIC – Suggestive or Erotic Photograph (Foto-foto seksi)
- TDTM – Talk Dirty To Me (Ngomong yang “jorok-jorok” yuk)
Selain kode-kode di atas, emoji juga sering digunakan oleh remaja ketika sedang sexting. Jenis emoji yang paling sering digunakan adalah buah peach yang diartikan sebagai pantat dan terong yang diartikan sebagai penis. Facebook dan Instagram bahkan sempat melarang penggunaan kedua emoji tersebut karena dianggap memuat pesan seksual, lho.
Apa pun kode dan emoji yang dipakai, remaja selalu punya seribu cara untuk mengecoh orang tuanya. Nah, tugas Ayah Ibu adalah melakukan pendekatan-pendekatan yang baik agar anak mau terbuka tentang apa pun, sehingga kemungkinan-kemungkinan ia terlibat dalam kegiatan tak diinginkan bisa dihindari.
Orang tua juga perlu belajar lebih banyak dan peka dengan perkembangan si anak remaja. Sesibuk apa pun, usahakan untuk selalu meluangkan waktu buat anak ya, Bu. Kebiasaan ini adalah salah satu cara memenuhi kebutuhan emosional anak, sehingga ia tak mencari “kenyamanan” di luar rumah lewat sexting.
Penulis: Kristal
Editor: Dwi Ratih