Ibupedia

Hak Asuh Anak Ketika Bercerai, Jatuh Ke Ibu Atau Ayah? Ini Aturannya!

Hak Asuh Anak Ketika Bercerai, Jatuh Ke Ibu Atau Ayah? Ini Aturannya!
Hak Asuh Anak Ketika Bercerai, Jatuh Ke Ibu Atau Ayah? Ini Aturannya!

Belakangan ini, maraknya kasus perceraian dari publik figur Indonesia, bikin banyak orang kaget sekaligus tidak percaya. Contohnya saja, kasus perceraian antara Deddy Mahendra Desta, atau Desta dengan Natasha Rizky.

Saat mendengar kabar ini, jujur saja Ibumin sempat berharap kabar tersebut cuma prank, lho! Apalagi, keduanya tampak terlihat harmonis, dilihat dari Youtube Vlog mereka yaitu Desta Natasha Family. 

Meski pada akhirnya Desta menggugat cerai Natasha, namun dijelaskan oleh pengacara Desta, ia tidak mempermasalahkan soal hak asuh anak sama sekali. Bahkan, sang pengacara mengatakan, hak asuh anak ketika bercerai tetap di tangan Natasha.

Tapi, di luar dari kasus perceraian para artis, sebenarnya bagaimana sih aturan hak asuh anak ketika orang tuanya bercerai? Apakah harus sepenuhnya diberikan pada Ibu, ataukah Ayah tetap punya kesempatan untuk mendapatkan hak asuh anak?

Yuk, sama-sama kita bahas secara lebih detail melalui artikel berikut ini!

Pengertian hak asuh anak


Jika dikutip dari Burst Advocates hak asuh anak dalam hukum Islam lebih dikenal dengan istilah hadhanah. Nah, hadhanah ini sendiri maknanya adalah merawat, mengasuh, dan memelihara anak.

Makna tersebut berlaku jika usia anak yang diasuh kurang dari 12 tahun. Di mana pada usia tersebut, anak dianggap belum mampu membedakan dan memilih dengan tepat, hal baik dan buruk dalam hidupnya. 

Sehingga, pada proses ini anak masih sangat membutuhkan orang dewasa untuk membimbing dan mengasuhnya. Sebenarnya, hak asuh anak ini bisa dimiliki oleh Ayah maupun Ibu, terutama ketika sudah bercerai.

Salah satunya berhak tinggal bersama anak, merawat dan mendidiknya. Namun, pada kenyataannya hak asuh anak ketika bercerai ini tak jarang menimbulkan konflik antara Ayah, Ibu dan bahkan keluarga besar. 

Untuk itu, dibuatlah beberapa undang-undang khusus terkait hak asuh anak ini. Supaya nantinya diharapkan, baik anak maupun orang tua bisa mendapatkan hak dan kewajibannya secara adil dalam hal mengasuh anak-anaknya.

Apabila kedua orang tua tidak menuntut atas hak asuh anak ketika bercerai, maka permasalahan hak asuh anak pun tidak perlu diselesaikan di pengadilan. Semua keputusan tersebut, bisa didiskusikan secara kekeluargaan oleh kedua pasangan.

Hak asuh anak menurut hukum Islam


Ibumin pernah mendengar bahwa hak asuh anak ketika bercerai, sebenarnya murni hak seorang Ibu. Terutama ketika sang anak masih di bawah usia belasan tahun.

Dikutip dari Almanhaj hal tersebut sedikit banyak ada benarnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mempunyai alasan, mengapa Ibu dianggap lebih berhak dalam hak asuh anak.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dikisahkan bahwa ada seorang wanita pernah mendatangi Rasulullah mengadukan masalahnya. Wanita itu berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ ابْنِي هَذَا كَانَ بَطْنِي لَهُ وِعَاءً وَثَدْيِي لَهُ سِقَاءً وَحِجْرِي لَهُ حِوَاءً وَإِنَّ أَبَاهُ طَلَّقَنِي وَأَرَادَ أَنْ يَنْتَزِعَهُ مِنِّي

“Wahai Rasulullah. Anakku ini dahulu, akulah yang mengandungnya. Akulah yang menyusui dan memangkunya. Dan sesungguhnya ayahnya telah menceraikan aku dan ingin mengambilnya dariku“.

Mendengar pengaduan wanita itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab:

أَنْتِ أَحَقُّ بِهِ مَا لَمْ تَنْكِحِي

“Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah“.

Dalam hadist ini, dapat disimpulkan bahwa seorang Ibu dianggap lebih berhak atas hak asuh anak setelah bercerai, karena jalinan ikatan dengan Ibu dan anak dianggap lebih kuat dibanding dengan seorang Ayah. Ibu lebih mengetahui kebutuhan makanan bagi anak, cara menggendong, menidurkan dan mengasuh. 

Hal inilah yang menjadi alasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyimpulkan bahwa hak asuh anak yang belum memasuki usia mumayyiz (belum berumur 12 tahun), lebih baik diberikan pada Ibunya.

Nah, nantinya hak asuh anak ketika sudah memasuki usia mumayyiz diserahkan kepada anak itu sendiri. Ia bisa memilih untuk tinggal bersama Ibu atau Ayahnya. Namun, mengenai nafkah anak tetep ditanggung oleh Ayahnya. 

Hak asuh anak dalam Undang-Undang Perkawinan

Ketika orang tua bercerai, salah satu masalah yang sering muncul adalah adanya perselisihan mengenai hak asuh anak. Padahal, hak asuh anak ini sudah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Perkawinan.

Mengutip Hukum Online aturan hak asuh anak tersebut, diatur dalam Pasal 41 UU Perkawinan yang mengatur akibat putusnya perkawinan karena perceraian. Isinya adalah sebagai berikut:

  • Orang tua (Ibu dan Ayah) tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak
  • Apabila ada perselisihan mengenai hak asuh anak, maka pengadilan berhak memberikan keputusan.
  • Keputusan tersebut adalah, Ayah dianggap yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak. Apabila Ayah tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa Ibu bisa ikut memikul biaya tersebut
  • Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Nah, berdasarkan UU Perkawinan tersebut, memang tidak menyebutkan soal hak asuh anak harus jatuh ke tangan Ibu atau Ayah. Tapi yang jelas, masalah hak asuh anak ini hanya menegaskan agar kedua belah pihak tetap wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya secara bersama.

Apabila ada perselisihan mengenai hak asuh anak, maka pengadilan yang akan memberi keputusannya. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975 menyebutkan bahwa, pemberian hak asuh anak dalam perceraian harus mengutamakan Ibu kandung. 

Dengan catatan, jika anak masih berusia di bawah 12 tahun. Alasannya, karena anak di usia tersebut dianggap lebih membutuhkan sosok seorang Ibu ketimbang sosok sang Ayah.

Namun, tak menutup kemungkinan pemberian hak asuh anak ini juga dapat diberikan pada sang Ayah. Meski usia anak di bawah 12 tahun, hal ini diatur dalam Pasal 156 huruf (c). 

Tentunya dengan catatan, sang Ibu kandung dirasa tidak mampu secara jasmani dan rohani dalam menjamin keselamatan anak. Masalah hak asuh anak ketika bercerai, memang seringkali memicu pertengkaran.

Diharapkan, dengan penjelasan ini, Parents bisa lebih paham lagi mengenai aturan-aturan hak asuh anak ketika orang tua bercerai nantinya. Sehingga, perselisihan hak asuh anak ini tak berdampak pada psikologi anak.

Follow Ibupedia Instagram