Hukum Pakaikan Jilbab Anak, Apakah Wajib?
Hukum wajib menutup aurat dalam Islam membuat para orangtua bertanya-tanya bagaimana hukum pakaikan jilbab anak putrinya sedari kecil. Banyak orangtua yang belum mengetahui soal hukum menutup aurat balita dan kapan memakaikan jilbab kepada anak.
Dalam agama Islam, perempuan sangat diistimewakan derajatnya. Oleh karena itu, menutup aurat salah satunya dengan memakai hijab adalah wajib hukumnya untuk perempuan dewasa atau perempuan baligh yang memeluk Islam. Namun, apakah ini berlaku juga bagi anak-anak perempuan yang masih balita? Bagaimana hukum memakaikan jilbab kepada anak dalam Islam?
Batasan aurat anak kecil
Bagaimana hukum menutup aurat balita?
Berbicara mengenai aurat anak kecil berarti berbicara tentang tugas orangtua kepada anaknya. Kapan anak itu harus ditutupi auratnya dan bagaimana batas aurat yang wajib ditutupi sesuai jenjang usia. Seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadis Rasulullah Subhanahu Wata'ala:
“Barangsiapa yang diuji dengan memiliki anak perempuan dan kemudian ia berbuat baik serta mendidiknya, maka itu akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.”
Batasan aurat anak kecil laki-laki dan perempuan tidak disebutkan dalam dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah secara gamblang. Namun pembahasan hal ini berdasarkan firman Allah:
“Atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita” (QS. An-Nur: 31).
Atas dasar ini, yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Madzhab Hambali soal batasan aurat anak kecil dan rinciannya sebagaimana dipaparkan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah:
“Tidak ada aurat bagi anak kecil yang belum berusia 7 tahun, maka boleh dilihat dan dipegang seluruh bagian badannya. Dan anak kecil laki-laki usia 7 sampai 10 tahun, auratnya adalah kemaluannya saja. Baik dalam shalat maupun di luar salat. Adapun anak kecil perempuan usia 7 sampai 10 tahun auratnya dalam shalat adalah antara pusar hingga lutut.
Dan dianjurkan baginya untuk menutup seluruh aurat dan memakai jilbab sebagaimana wanita baligh, dalam rangka ihthiyath (berhati-hati). Adapun auratnya (anak kecil wanita 7-10 tahun) di depan lelaki ajnabi (yang bukan mahramnya) adalah seluruh badannya, termasuk kecuali kepala, leher, kedua tangan hingga siku, betis, dan kaki. Dan anak perempuan usia 10 tahun auratnya sama sebagaimana wanita dewasa”
Hukum memakaikan jilbab kepada anak tidak wajib
Menurut Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Miftahul Huda, menyatakan bahwa secara umum pembebanan kewajiban atau larangan (taklif) batasannya adalah usia baligh. Tanda-tanda anak sudah baligh antara lain mimpi basah (ihtilam), keluar darah haid bagi perempuan atau disebut menstruasi, atau menginjak usia 15 tahun.
Ini berlaku juga perihal anak pakai jilbab. Oleh karena itu, untuk anak-anak yang belum baligh atau belum mencapai usia baligh, hukum pakaikan jilbab anak tidak wajib karena belum mendapat pembebanan kewajiban dan larangan. Namun jika Ibu ingin memakaikan jilbab kepada anak perempuan balita tidak masalah.
Hukum anak pakai jilbab diperbolehkan sebagai penanaman pendidikan agama sejak dini
Hukum pakaikan jilbab anak disebutkan dalam sabda Rasulullah Subhanahu Wa Ta'ala. Beliau bersabda agar anak-anak melaksanakan salat saat usia 7 tahun dan memisahkan tempat tidur mereka saat umur 10 tahun. Berdasarkan hadis tersebut, dapat dipahami bahwa orangtua memiliki kewajiban untuk menanamkan nilai-nilai agama kepada anak sedari kecil, termasuk untuk sadar terhadap aurat serta menutup aurat seperti anak pakai jilbab.
Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Al-Nadhlah Depok, Jawa Barat, mengajar anak untuk menutup aurat sejak dini adalah lebih baik dalam rangka membiasakan perbuatan baik sejak kecil. Selain itu beliau juga menambahkan, hukum pakaikan jilbab anak bukanlah mengajarkan suatu bentuk eksklusivitas. Namun, anak-anak akan menjadi terbiasa untuk menutup aurat dengan berjilbab hingga mereka dewasa nantinya.
Hukum menutup aurat balita juga berkaitan dengan pengenalan identitas gender
Hukum pakaikan jilbab anak atau mengenalkan jilbab kepada anak-anak yang belum baligh memang tidak wajib hukumnya. Namun, dengan pengenalan sedari kecil tentang pentingnya menutup aurat dengan menggunakan jilbab dapat membuat anak-anak bisa mengenal identitasnya sendiri dengan cepat. Anak-anak menjadi lebih mudah mengerti tentang jenis gendernya dan mengetahui betapa pentingnya melindungi diri sendiri dari segala hal berbahaya.
Seperti yang dikutip dalam buku “Mendidik Anak Perempuan: Dari Buaian Hingga Pelaminan” karya Ishlahunnisa, mendidik anak pada usia pra-sekolah atau 4-6 tahun dapat dilakukan salah satunya dengan mengenalkan soal identitas gender dan kesopanan atau perilaku yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Dengan demikian hukum pakaikan jilbab anak berhubungan dengan pengenalan gender.
Jilbab juga bisa digunakan menjadi pembelajaran awal dalam pengenalan gender. Yang memakai jilbab pasti wanita karena laki-laki tidak memakai jilbab. Dengan ini, Ibu bisa mengajari sang anak menggambar sosok perempuan berjilbab dan menutup aurat. Dengan demikian, di alam bawah sadarnya anak akan tertanam pemahaman bahwa penggunaan jilbab adalah identitas perempuan muslim.
Hukum pakaikan jilbab anak memang belum wajib. Meskipun demikian, orangtua harus tetap mengajarkan dan mendidik anak perempuannya agar terbiasa menggunakan pakaian yang menutup aurat sehingga terbiasa hingga mereka dewasa.
Anak belum mau memakai jilbab?
Hukum pakaikan jilbab anak adalah tidak wajib. Apabila anak perempuan Ibu belum mau dipakaikan jilbab, maka tidak wajib pula bagi ibu untuk memakaikannya. Jangan pula Ibu memaksakan anak memakai jilbab.
Meski hukum pakaikan jilbab anak tidak wajib, tapi Ibu tetap harus memberikan pemahaman bahkan mengenai pentingnya memakaikan jilbab saat mereka baligh serta tetap memberikan keteladanan dan contoh dalam berjilbab.
Ibu bisa memberi anak pemahaman, mengenakan pakaian yang menutup aurat, memberikan contoh kepada anak memberikan motivasi dan pujian jika mereka mau memakai jilbab, serta menempatkan anak di lingkungan yang baik.
Itulah yang harus Ibu ketahui perihal Hukum pakaikan jilbab anak. Jangan memaksakan mereka jika masih belum mau tapi tetap berikan mereka contoh dan pemahaman ya!
Penulis: Zeneth Thobarony
Editor: Dwi Ratih