Ibupedia

Jangan Lakukan 30 Hal Ini Demi Masa Depan Anak!

Jangan Lakukan 30 Hal Ini Demi Masa Depan Anak!
Jangan Lakukan 30 Hal Ini Demi Masa Depan Anak!

“Cara terbaik untuk mendidik anak menjadi baik adalah membuat mereka bahagia,” – Oscar Wilde. 

Ayah dan Ibu, membesarkan anak memang bukan perkara mudah. Bahkan penuh perjuangan, mulai dari kandungan hingga mendewasa menyongsong masa depan, anak merupakan hasil bentukan dan pengaruh orang tuanya. Meski tidak mudah, bukan berarti mustahil membesarkan anak dengan baik dan membahagiakan mereka. Masa depan anak yang bahagia pasti jadi dambaan Ayah dan Ibu.

Terus, gimana sih cara kita sebagai orang tua dalam membesarkan anak dan membahagiakannya? 

Masa depan anak dimulai dari cara parenting Ayah dan Ibu, apakah sudah memenuhi kebutuhan anak? Sudah memenuhi kebutuhan fisik dan mentalnya? Apa yang Ayah dan Ibu katakan juga bisa mempengaruhi masa depannya. 

Setidaknya, ada 30 hal yang sebaiknya dihindari oleh Ayah dan Ibu dalam proses mencetak masa depan anak. Dikutip dari Very Well Family, ada 30 poin yang bisa kita contek bersama:

  1. Memanjakan anak

    Membantu anak merupakan kewajiban orang tua, tapi jangan sampai terlalu memanjakan ya. Anak juga harus diajarkan untuk mandiri dan bisa melakukan segala sesuatunya sendiri sesuai dengan proporsi umurnya.

  2. Mengabaikan pasangan

    Jangan biarkan pasangan merasa sendirian. Lelah karena mengurus anak bukan alasan untuk memperhatikan pasangan dan tetap menjaga pernikahan tetap harmonis. 

  3. Tidak memenuhi kebutuhan diri sendiri

    Dear Ayah dan Ibu, masa depan anak butuh energi jangka panjang. Jangan lupa untuk rutin self-care dan tetap memenuhi kebutuhan diri sendiri terlebih dahulu ya. 

  4. Terlalu sering menggunakan gadget

    Gunakanlah gadget dan teknologi seperlunya. Anak butuh waktu off-screen dan memperbanyak aktivitas fisik.

  5. Terlalu sering menghabiskan waktu bersama anak

    24/7 dihabiskan bersama anak juga tidak sehat, lho. Biarkan anak bermain bersama saudara kandung atau teman sebayanya dan eksplorasi permainan yang bisa dilakukan sendiri untuk melatih jiwa independennya. 

  6. Boros

    Ajarkan anak untuk berhemat mulai dari diri sendiri yuk, Ayah dan Ibu. Hindari berbelanja barang-barang yang tidak dibutuhkan. Beri contoh anak untuk menabung dan mengelola keuangan dengan baik. Hal ini akan bermanfaat bagi masa depannya kelak.

  7. Lupa mengajarkan anak untuk bersyukur

    Belajar bersyukur sangat penting bagi kesehatan mental anak. Jangan lupa ajarkan anak untuk berterima kasih kepada orang lain ketika menerima sesuatu, serta ajarkan berdoa sebagai bentuk rasa syukur. 

  8. Mengabaikan kebiasaan buruk

    Anak punya kebiasaan berkata-kata kurang baik? Jangan dibiarkan, tegur dan nasehati dengan baik ya Ayah dan Ibu. Sebab kebiasaan buruk yang dibiarkan terus-menerus akan menjadi karakter yang nantinya sulit dihilangkan.

  9. Membandingkan dengan anak lain

    Mempersiapkan masa depan anak dengan baik dimulai dengan tidak membanding-bandingkannya dengan anak lain. Ini merupakan kesalahan fatal yang sangat sering ditemui di kalangan orang tua, khususnya yang berjiwa kompetitif. Membandingkan anak sendiri dengan anak orang lain bisa menjatuhkan harga diri anak dan membuat mereka kehilangan kepercayaan dirinya. Hal yang sebaiknya dihindari oleh orang tua untuk menjaga kesehatan mental masa depan anak. Percayalah, tiap orang punya jalan hidupnya masing-masing yang tidak bisa disamakan. 

  10. Terlalu sering memuji

    Ketika kritik berlebihan itu tidak baik, terlalu sering memuji juga tidak sehat. Tidak ada yang sempurna, itu juga yang harus kita ajarkan. Melakukan kesalahan adalah hal yang manusiawi, biarkan anak belajar dan berproses dengan dukungan penuh dari orang tua, tanpa harus dipuji secara berlebihan. 

  11. Memaksakan cita-cita

    Dulu Ayah bercita-cita jadi dokter tapi tidak kesampaian? Atau Ibu ingin menjadi akuntan namun akhirnya memilih profesi lain? Tidak sedikit orang tua yang “mendikte” cita-cita terpendam masa kecilnya dulu kepada anaknya. Hal ini tidak sehat bagi masa depan anak. Jangan paksakan cita-cita kepada anak ya, biarkan mereka memilih jalannya sendiri sesuai dengan minat dan bakatnya. 

  12. Merasa menjadi orang tua yang gagal

    Kegagalan adalah hal yang biasa dalam kehidupan, begitu kata orang bijak. Wajar mengalami kegagalan, manusiawi bila Ayah atau Ibu merasa tidak sempurna, tetapi jangan sampai menyalahkan diri sendiri ya. Merasa menjadi orang tua yang gagal bisa mempengaruhi proses parenting Ayah dan Ibu, dan akan mempengaruhi masa depan anak jangka panjang. Setiap hari menjadi awal untuk memulai sesuatu yang baru, jika merasa gagal hari ini, esok adalah kesempatan untuk memperbaiki dan melakukan hal-hal lain dengan lebih baik. 

  13. Bertengkar karena hal sepele

    Tidak semua hal perlu diributkan. Hati-hati terjebak menjadi dramatic parents ya, Ayah dan Ibu. Pertimbangkan segala hal dengan matang, jangan selalu meributkan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak berpengaruh signifikan. 

  14. Mengabaikan tanggung jawab anak

    Anak membuat kamarnya sendiri berantakan, atau menumpahkan minuman di meja? Ajarkan mereka untuk bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Jangan mengalihkan tanggung jawab anak kepada orang tua. Latihlah anak untuk terbiasa mengakui kesalahan dan berusaha mempertanggung jawabkannya. Beri kesempatan anak untuk belajar melakukan kewajibannya, tugas orang tua hanya mendukung dan mengingatkan.

  15. Berlebihan dalam menjadwal aktivitas anak 

    Les piano, renang, dan aritmatika dalam satu hari bisa jadi amat melelahkan bagi anak. Memberikan alternatif pilihan aktivitas bagi anak itu baik, terlebih jika itu bisa meningkatkan kemampuan bagi masa depan anak kelak. Namun, berlebihan dalam menjadwal aktivitas anak juga berbahaya. Selain membuat fisiknya lelah, mentalnya pun bisa terganggu karena terlalu banyaknya aktivitas dalam satu hari. Bijak-bijaklah menjadwal aktivitas anak agar tidak terlalu padat. Beri jeda antar kegiatan dan jangan lupa beri waktu istirahat serta waktu luang untuk anak menyalurkan hobi serta hal-hal positif yang disukainya. 

  16. Terlalu tergesa-gesa

    Selalu memburu-buru anak di rumah rasanya kurang tepat. Siapa yang tidak risih jika sering diteriaki, “Ayo cepetan! Jangan lama-lama!” atau sedikit-sedikit anak ditegur dengan kalimat “Kamu lambat banget sih!”. Jangan lakukan itu ya, Ayah dan Ibu. Disiplin harus, tapi jangan sampai selalu memburu-buru anak dan membuatnya panik serta merasa tidak pernah bisa melakukan segala sesuatunya tepat waktu. 

  17. Memaki anak

    Sesungguhnya, memaki anak merupakan salah satu bentuk kekerasan verbal yang kerap terjadi. Khususnya ketika anak melakukan kesalahan, sebagian orang tua mungkin ada yang refleks dan tidak sengaja mencetuskan, “Bodoh kamu!”. Sebisa mungkin, hindari memaki. Tegurlah anak baik-baik, dengan kalimat efektif yang sopan dan sesuai etika. Bagaimanapun, anak juga manusia yang punya masa depan dan orang tua perlu memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya. 

  18. Asal mencontek gaya parenting orang lain

    Apel dan mangga memang sama-sama buah, tapi tidak bisa dibandingkan. Keduanya merupakan jenis buah yang berbeda, memiliki cita rasa dan karakteristiknya sendiri. Demikian juga anak-anak kita, Ayah dan Ibu. Jangan menggunakan gaya parenting tetangga sebelah yang mungkin dianggap “sukses” karena anaknya selalu mendapatkan peringkat satu di sekolah, atau sepupu yang anaknya sering memboyong piala hasil menang perlombaan ke rumah. Tiap anak itu unik dan khas, Ayah dan Ibu perlu menyesuaikan dan tidak perlu menyamakan dengan apa yang dilakukan oleh orang tua lain. 

  19. Mengabaikan anak ketika sedang berbicara

    Anak memanggil Ayah dan Ibu karena ingin membicarakan sesuatu? Kepingin curhat soal teman baru di sekolahnya, atau masalah yang sedang dialaminya di dunia akademik? Jangan diabaikan ya, dengarkan dan berusahalah untuk ada bagi mereka. Apa yang ingin anak utarakan kepada orang tua itu juga penting, dan mereka berhak untuk didengarkan dengan sepenuh hati. Dengarkan apa yang ingin mereka katakan, tanyakan apa yang sedang mereka rasakan, berempati dan support mereka. 

  20. Disiplin tapi plin-plan

    Satu hari Ayah menyuruh anak untuk bangun pagi dan berolahraga, tapi hari berikutnya Ayah melarang mereka untuk gerak jalan di pagi hari? Jangan terapkan disiplin yang inkonsisten seperti ini, anak akan menjadi bingung dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Disiplin yang inkonsisten dan berpola juga bisa berpengaruh buruk bagi masa depan anak. 

  21. Memberi contoh yang buruk

    Buah yang jatuh tidak akan jauh dari pohonnya, mungkin kalimat pribahasa yang familiar bagi kita. Begitu juga dengan anak-anak kita, Ayah dan Ibu. Jangan berikan contoh yang buruk di depan mata mereka. Kita tidak ingin anak tumbuh menjadi seseorang yang kasar dan brutal, maka jangan bersikap kasar dan brutal. Perlakukanlah anak sebagaimana kita ingin diperlakukan. 

  22. Tidak mengajarkan untuk berhati-hati

    Mengajarkan anak untuk selalu waspada dan hati-hati tidak sekadar mengingatkan mereka untuk berhati-hati ketika menyebrang. Lebih dari itu, ajarkan dan ingatkan anak untuk waspada di segala aspek kehidupan mereka. Hati-hati terhadap orang asing, hati-hati ketika melakukan sesuatu, lebih teliti ketika mengerjakan tugas, dan sebagainya. Ajarkan anak untuk memiliki kesadaran terhadap sekitarnya dan berusaha menjaga dirinya sendiri.

  23. Membiarkan mereka berteman dengan teman yang salah

    Cermati dengan siapa anak berteman, Ayah dan Ibu. Jangan sampai mereka berteman dengan orang-orang yang salah. Anak yang bandel contohnya, atau memiliki kebiasaan buruk yang kurang baik. Pengaruh buruk juga bisa mempengaruhi anak ke depannya. 

  24. Memaksa anak berteman 

    Jangan paksakan persahabatan. Bisa jadi kita menganggap si X cocok berteman dengan anak kita, lalu berusaha “menjodohkan” mereka agar sering bermain bersama. Mengenalkan anak dengan anak lainnya memang bagus, tapi memaksakan mereka untuk berteman akan jadi sebuah kesalahan.

  25. Sibuk berdistraksi

    Lelah usai bekerja atau beberes rumah seharian, memang enaknya selonjoran di sofa sambil buka Youtube atau Instagram. Me-time bagi Ayah dan Ibu adalah sebuah keharusan, tapi jangan sampai terlalu sibuk berdistraksi hingga lupa memperhatikan kebutuhan emosional anak ya. 

  26. Berusaha membesarkan anak yang sempurna

    Tidak ada yang sempurna, tak terkecuali anak. Seperti halnya kita yang tidak akan bisa menjadi sempurna, anak pun mustahil menjadi sempurna. Masa depan anak tidak ditentukan hanya dari kekurangannya saja. Lebih baik fokus kepada upaya mengembangkan potensi terbaiknya dan mengurangi tuntutan yang tidak masuk akal untuk terus tampil sempurna.

  27. Memaksa anak untuk makan

    Anak tidak suka makan sayur, atau tidak berkenan melihat makanan berwarna kehijauan di piringnya? Jangan paksa mereka untuk memakannya, hal itu hanya akan membuat anak trauma dan akan membenci sayuran di masa depan. Biarkan anak memakan apa yang disukainya, dan kreasikan masakan yang menarik dengan palet rasa yang sesuai dengan lidahnya. 

  28. Memperlakukan anak seperti orang dewasa

    Anak adalah anak, mereka berpikir dengan caranya sendiri, bertindak sebagaimana anak-anak. Mereka suka bermain, belajar, dan setiap harinya berproses menjadi lebih baik. Hindari memperlakukan anak seperti orang dewasa yang seakan paham segalanya, perlakukanlah anak sesuai usianya. 

  29. Menghukum anak ketika gagal

    Kegagalan bukan segalanya. Anak Ayah dan Ibu mendapatkan nilai yang kurang baik di mata pelajaran biologi, atau bangun kesiangan hingga terlambat sekolah? Hal-hal yang dianggap gagal ini menjadi cara bagi anak untuk belajar dan memahami kehidupan. Masa depan anak tidak bisa dikatakan gagal jika ada standar orang tua yang belum atau tidak terpenuhi, jangan hukum anak ketika mereka gagal dalam mencapai sesuatu.

  30. Selalu berkata “ya” di setiap situasi

    Tahukah Ayah dan Ibu, anak pun memiliki hak untuk menolak jika tidak setuju atau tidak suka melakukan sesuatu? Selalu berkata “ya” tanpa persetujuan anak bisa berefek bagi masa depannya. Anak tidak ingin mengikuti kegiatan ekstra kurikuler tertentu, jangan paksa mereka. Jangan bilang “ya” pada guru yang ingin anak mengikuti kompetisi tanpa persetujuan dari anak itu sendiri. Pertimbangkan apa yang ingin anak lakukan, tidak perlu mengiyakan setiap ajakan.

30 hal tersebut di atas sebaiknya dihindari oleh Ayah dan Ibu kalau tidak ingin menghancurkan masa depan anak. Membuat anak bahagia dengan memenuhi hak dan kebutuhannya bisa menjadi sebuah tantangan tersendiri, tetapi bukan berarti itu terlampau sulit untuk ditaklukkan. Yuk, Ayah dan Ibu pasti bisa!

Hindari! 10 Hal Ini Bisa Merusak Mental Masa Depan Anak

Selain itu, ada juga 10 hal yang harus dihindari demi kesehatan mental masa depan anak. Dilansir dari Amen Clinics, jika Ayah dan Ibu ingin di masa depan anak-anak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa yang produktif, cerdas, dan memiliki mental yang stabil, jangan lakukan 10 hal ini yang secara spesifik berkaitan dengan tumbuh-kembang mental anak. Apa saja? Yuk simak bersama: 

  1. Mengabaikan kondisi otak anak

    Otak anak mengendalikan apa pun yang mereka lakukan – bagaimana mereka berpikir, berperilaku, dan bersosialisasi dengan orang lain. Ketika otak anak bekerja dengan baik, mereka akan dapat berfungsi secara optimal. Tetapi, jika ada masalah pada otak, hampir bisa dipastikan hidupnya juga akan bermasalah. Dan jika kehidupan anak bermasalah, maka masa depannya akan terancam.

    Sebuah penelitian menunjukkan hasil scanning otak menggunakan teknologi SPECT, membandingkan antara otak yang sehat dan normal, otak yang mengalami trauma kecelakaan, dan otak penderita ADD/ADHD. Hasilnya, otak penderita ADD/ADHD terlihat bolong-bolong dan berbentuk tidak sempurna dibandingkan dengan otak yang mengalami trauma kecelakaan dan otak yang normal. Hal ini menjadi indikator bahwa kesehatan mental anak sangat penting untuk dijaga dan diperhatikan.

  2. Jarang quality time bersama anak

    Hubungan antara orang tua dan anak memerlukan waktu-waktu spesial yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sesibuk apapun, berusahalah untuk mengalokasikan setidaknya 20 menit sehari untuk quality time bersama anak, bisa menghabiskannya untuk melakukan hobi, atau aktivitas menyenangkan lainnya. Investasikan waktu Ayah dan Ibu bersama anak dengan sebaik-baiknya. 

  3. Tidak mendengarkan anak

    Kemampuan mendengarkan secara aktif perlu dimiliki oleh orang tua dalam rangka meningkatkan kesehatan mental anak. Jangan timpali mereka sebelum selesai berbicara, atau mengabaikan mereka. Dengarkan, dan tanyakan kembali apa yang sedang mereka rasakan saat ini. Sediakan lebih banyak porsi untuk Ayah dan Ibu mendengarkan dibanding berbicara.

  4. Memanggil dengan sebutan negatif

    Kata-kata adalah doa, maka jangan ucapkan kata-kata yang buruk untuk memanggil anak. Panggil mereka dengan nama atau ungkapan kasih sayang yang positif. Jangan memanggilnya dengan konotasi negatif.

  5. Terlalu permisif

    Membiarkan anak selalu melakukan hal yang mereka sukai juga tidak baik. Usahakan membuat batasan yang jelas dan tegas, apa-apa saja yang boleh dilakukan oleh anak, dan apa yang sebaiknya tidak boleh dilakukan. Misalnya, mengizinkan anak untuk menonton televisi selama satu jam di hari Minggu itu baik, tetapi mengizinkan mereka menonton terlalu lama akan membentuk kebiasaan yang tidak sehat.

  6. Gagal mengawasi anak

    Lobus frontal otak manusia - yang terlibat dalam perencanaan, penilaian, dan kontrol impuls-  tidak sepenuhnya berkembang sampai sekitar usia 25 tahun. Ayah dan Ibu harus menjadi lobus frontal anak sampai mereka berkembang. Ini berarti berusaha mengawasi dan mensupervisi anak terkait apa yang mereka butuhkan. Tunjukan kepedulian, bukan dengan pengawasan yang paranoid, tetapi bersikaplah seperti fasilitator yang bisa menawarkan bantuan kepada anak sewaktu-waktu.

  7. Menyuruh tanpa memberi contoh

    Jika orang tua menjadi role model yang salah, anak akan ikut terjerumus. Pasalnya, anak mencontoh apa yang dilakukan oleh Ayah dan Ibu, bukan hanya mengikuti ucapan atau perintah lewat lisan saja. 

  8. Hanya fokus pada kesalahan anak

    Anak tidak melulu berbuat kesalahan, jangan hanya terfokus pada perbuatan anak yang kurang berkenan di hati Ayah dan Ibu, atau kesalahan yang dilakukannya. Fokuslah juga pada pencapaian dan kebaikan-kebaikan yang dituaikan oleh mereka. 

  9. Mengabaikan gejala kesehatan mental anak yang terganggu

    Gejala kesehatan mental yang terganggu tidak terjadi secara instan. Faktanya, rata-rata dibutuhkan waktu 11 tahun sejak anak-anak mengalami gejala gangguan kondisi kesehatan mental hingga evaluasi pertama. Jangan sampai ini terjadi. Seorang anak yang ‘terlanjur’ berjuang dengan gejala ADD / ADHD atau kecemasan dan depresi dapat berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk berhasil di sekolah, dalam kehidupan sosial dan kehidupan masa depan anak.

  10. Mengabaikan gejala kesehatan mental diri sendiri

    Jika Ayah atau Ibu menderita kondisi kesehatan mental — entah itu PTSD, gangguan bipolar, atau hal lain — waspadalah, sebab itu dapat berpengaruh masa depan anak. Memiliki gangguan kesehatan bukanlah aib, namun orang tua juga perlu menjaga agar kondisi mental tetap stabil supaya anak pun bisa melihat usaha orangtuanya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Konsultasikan dengan psikolog atau psikiater jika mengalami gangguan kesehatan mental yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. 

Baik fisik maupun mental, sama-sama penting dalam upaya mendorong masa depan anak yang cerah. Tapi ingat ya, semua itu dimulai dari kondisi Ayah dan Ibu yang bahagia dan bisa menjaga diri sendiri sebaik mungkin. Semoga tips-tips di atas bisa bermanfaat dalam mencetak masa depan anak yang terbaik.

Penulis: Yusrina
 Editor: Dwi Ratih